Rania tampak mengerjapkan matanya beberapa kali saat merasakan cahaya putih yang begitu menusuk matanya. Setelah penglihatannya sudah mulai jelas, barulah gadis itu mengedarkan pandangan nya mengelilingi ruangan.
Gadis itu tampak mengerutkan keningnya saat merasa ada yang aneh dengan ruangan ini, sepertinya ini bukan kamarnya. Lalu dimana dia sekarang?
Dengan cepat Rania pun hendak bangun dari tidurnya, namun tiba-tiba saja rasa nyeri menyerang kepalanya hingga gadis itu berteriak kesakitan.
"Aawwhh!"
Santika dan Irsyad yang tengah terlelap di samping ranjang pun langsung terbangun saat mendengar suara teriakan gadis itu.
"Sayang, kamu udah bangun? Kenapa? Ada yang sakit? Bilang sama bunda mananya yang sakit?" tanya wanita paruh baya itu bertubi-tubi, membuat kepala Rania semakin terasa nyeri.
Melihat sang adik kesakitan seperti itu, Irsyad pun langsung menekan tombol yang ada di atas ranjang untuk memanggil perawat.
"Pusing," lirih gadis itu dengan mata yang terpejam menahan nyeri.
Dengan pelan laki-laki itu pun membantu sang adik untuk duduk dan bersandar pada dinding, "Sabar ya sebentar lagi perawat nya dateng, nih lo minum dulu," ujar Irsyad seraya menyodorkan segelas air putih kemasan ke hadapan Rania, yang langsung diminum oleh gadis itu hingga tersisa setengahnya saja.
Setelah sang putri sudah selesai minum, Santika pun langsung meraih tangan mungil gadis itu, "Ya Allah Rania, untung aja kamu nggak papa dek. Bunda panik banget tadi, bunda takut kamu kenapa-kenapa," ucap wanita paruh baya itu sambil menciumi tangan Rania.
Mendengar hal itu Rania pun mengerutkan keningnya bingung? Memangnya dia kenapa? Perasaan tadi dia masih duduk di dalam kamarnya sambil mendengarkan musik. Kenapa sekarang tiba-tiba dia sudah berada di rumah sakit?
"Emangnya aku kenapa?" lirih gadis itu dengan tatapan bingungnya.
Irsyad reflek berdecak saat mendengar pertanyaan sang adik, "Harusnya kita yang nanya, lo itu kenapa? Kenapa tiba-tiba lo jadi ngurung diri dikamar berhari-hari. Kalo ada masalah itu ngomong, lo masih punya keluarga Ran, jangan malah disimpen sendiri. Begini kan jadinya,"
Santika menganggukkan kepalanya dengan cepat tanda menyetujui ucapan anak sulungnya itu, "Bener kata Mas kamu Dek, kalo adek ada masalah, adek cerita sama bunda. Apapun masalah yang lagi adek alamin, adek harus inget kalo masih ada Bunda, ayah, sama Mas Icad yang bakal selalu ada buat adek," ucap wanita paruh baya itu sambil mengelus rambut lembab sang putri yang disebabkan oleh keringat.
Mendengar hal itu, mata Rania pun menjadi berkaca-kaca. Dia benar-benar merasa bersalah karena sudah membuat sang ibu menjadi bersedih seperti itu. Rania menyesal karena sudah terpuruk selama berhari-hari hanya karena seorang laki-laki yang bahkan tidak pernah tahu mengenai perasaannya.
Mungkin sekarang waktunya Rania untuk melupakan semua kenangan indah itu. Ia harus bisa bangkit dan kembali menjalankan hari-harinya seperti biasa. Walaupun tanpa kehadiran laki-laki itu, pasti akan banyak sekali hal yang berubah dalam hidupnya. Karena selama ini hari-hari yang dijalani oleh Rania selalu berotasi pada laki-laki itu.
Namun, ia tidak bisa terus-terusan seperti ini kan? Maka dari itu, Rania sudah menemukan satu solusi yang menurutnya bisa membuatnya melupakan semua hal tentang laki-laki itu.
"Bun… " panggil gadis itu dengan suara lirihnya.
"Iya? Adek mau apa sayang? Bilang sama bunda,"
"Adek mau kuliah ke luar negeri,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments