"Biar Mas dobrak pintunya,"
Mendengar hal itu, Santika pun membulatkan matanya karena terkejut.
"Emangnya Mas bisa?" tanya wanita paruh baya itu cemas.
Dengan yakin, Irsyad menganggukkan kepalanya.
"InshaAllah,"
Setelah mengatakan hal itu, Irsyad pun langsung menyuruh sang ibu untuk menjauh. Laki-laki itu kemudian mengambil ancang-ancang yang cukup jauh, lalu mulai berlari kencang ke arah kamar sang adik dan menjatuhkan tubuhnya ke pintu dengan keras. Tapi hasilnya nihil, pintu itu tak bergerak sedikitpun.
Namun tentunya, ia tak akan menyerah semudah itu. Irsyad kembali mengulangi gerakan tadi sampai berkali-kali. Hingga lengannya mati rasa karena benturan yang terlalu keras.
Santika yang melihat hal itu pun langsung meminta sang putra untuk berhenti, namun tentu saja tak di dengarkan oleh laki-laki itu.
Kalian pasti bertanya-tanya kan, kenapa mereka tidak membuka kamar Rania menggunakan kunci cadangan? Jawabannya adalah karena gadis itu tidak melepaskan kuncinya sendiri dari lubang kunci, alhasil kunci cadangan pun tak bisa masuk ke dalamnya.
Brak.
Setelah percobaan yang kesekian kalinya, akhirnya pintu itu pun berhasil terbuka. Dengan cepat, Santika dan Irsyad berlari memasuki kamar Rania. Dan betapa terkejutnya mereka saat melihat gadis cantik itu terkapar tak berdaya di atas karpet bulu yang melapisi lantai kamar Rania.
"Rania!"
Tanpa babibu lagi wanita paruh baya itu langsung berlari mendekati putri kesayangannya itu. Raut wajah panik, cemas, khawatir semuanya bercampur menjadi satu.
"Adek, kamu kenapa sayang. Kenapa kamu jadi kaya gini," racau Santika seraya memeluk tubuh mungil Rania.
Tubuh wanita itu berjengit saat merasakan panas yang lumayan menyengat menusuk kulitnya saat bersentuhan dengan tubuh Rania.
"Astaghfirullah! Rania demam Mas," seru Santika seraya menoleh ke arah sang putra yang sudah bersimpuh disamping nya.
Mendengar hal itu, Irsyad pun langsung menyentuh dahi sang adik menggunakan punggung tangannya. Dan benar saja, suhu tubuh gadis itu begitu tinggi.
"Kita bawa ke rumah sakit,"
Dengan cepat laki-laki itu pun langsung meraih tubuh sang adik ke dalam gendongnya lalu membawa tubuh gadis itu keluar dari kamarnya diikuti oleh sang ibu yang berlari di belakangnya.
***
"Dok, gimana keadaan anak saya?" tanya Santika saat dokter baru saja selesai memeriksa sang putri yang kini tengah berbaring lemah di atas ranjang IGD.
Irsyad yang berada di samping sang ibu pun sejak tadi tak berhenti mengelus lembut punggung wanita paruh baya itu agar sang ibu menjadi lebih tenang.
Setelah melepaskan stetoskop dari telinganya, dokter dengan name tag bertuliskan Rahman itu pun menjawab, "Apa anak ibu jarang minum air putih?"
"Nggak dok, anak saya suka minum kok. Bahkan, dia selalu sedia tumbler yang besar di kamarnya, karena dia memang sering minum,"
"Tapi anak ibu saat ini mengalami dehidrasi yang cukup parah, dehidrasi nya itu yang menyebabkan anak ibu menjadi demam,"
Mendengar hal itu Santika pun hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan pasrah, ia menyesal kenapa dia tidak memberikan perhatian yang lebih ketika menyadari perubahan sikap dari anak gadisnya itu. Kalau sejak awal dia tidak membiarkan Rania mengurung diri di kamar terus, pasti hal seperti ini tidak akan terjadi.
"Tapi, adik saya nggak papa kan dok?" tanya Irsyad.
Dokter Rahman tampak menganggukkan kepalanya sebelum menjawab, "Sejauh ini semuanya masih aman, tapi pasien harus tetap melakukan rawat inap sampai cairan dalam tubuhnya sudah terpenuhi lagi,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments