Mengurung diri

Tanpa terasa, sudah seminggu waktu berlalu sejak pernikahan antara Bayu dan Adel dilaksanakan. Namun sampai saat ini, Rania belum juga berhasil untuk mengusir rasa sakit dan sedih yang ada di dalam hatinya. Setiap kali ia teringat tentang kenangannya bersama laki-laki itu, setiap itu pula air matanya turun tanpa bisa dicegah.

Terlalu banyak kenangan yang terjadi antara Rania dan Bayu selama 5 tahun terakhir, dan tidak semudah itu untuk melupakan semuanya dalam waktu yang singkat.

Sangking terpuruknya dengan pernikahan pujaan hatinya itu, Rania bahkan sampai tidak keluar dari kamarnya selama berhari-hari, kecuali hanya untuk makan dan pergi ke sekolah. Setelahnya gadis itu menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring diatas tempat tidur tanpa melakukan apapun. Mungkin terdengar lebay, namun itulah kenyataannya.

Seluruh keluarga Rania sampai merasa cemas dengan keadaan princess mereka itu. Meskipun biasanya gadis itu memang tidak terlalu banyak bicara, namun Rania juga tidak sependiam itu, apalagi sampai tidak mau keluar kamar selama berhari-hari. Baru kali ini hal seperti itu terjadi.

"Dek, adek… buka pintunya dong, bunda mau ngomong sesuatu sama adek," seru seorang wanita paruh baya dari depan kamar Rania.

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah menginjak 47 tahun itu adalah ibu kandung dari Rania dan juga Irsyad, kakak Rania.

Saat ini Santika atau biasa dipanggil Santi tengah berdiri di depan kamar sang putri dengan raut wajah khawatir nya. Sudah hampir 10 menit ia berdiri di sana, namun putri kesayangannya itu belum juga mau membukakan pintunya.

"Bun,"

Santi memutar tubuhnya ke belakang saat terdengar suara bariton seorang laki-laki yang tak lain adalah putranya sendiri, Irsyad.

Dengan cepat, wanita paruh baya itu pun berlari mendekati sang putra yang baru saja naik ke lantai dua, "Mas, tolong suruh adek keluar Mas. Dari tadi bunda udah ketok-ketok pintunya tapi dia nggak keluar-keluar. Bunda khawatir sama keadaan Rania," ucap Santika seraya menarik lengan sang putra menuju kamar Rania yang berada di depan tangga.

"Bunda tenang dulu ya. Jangan kaya gini, nanti darah tinggi bunda naik lagi loh," peringat Irsyad pada sang bunda.

"Bunda khawatir Mas sama Rania,"

"Iya, Mas tau. Sebentar, biar Mas coba ya, siapa tau dia mau keluar,"

Setelah mengatakan hal itu, Irsyad pun langsung mengetuk pintu kayu dengan cat berwarna putih di depannya.

Tok. Tok. Tok.

"Ran, ini Mas. Buka pintunya dong,"

Ketukan pertama tak mendapatkan hasil apapun, gadis itu tetap tidak mau membuka pintunya. Membuat Santika semakin merasa cemas, apalagi sejak tadi perasaannya sangat gelisah, seperti ada sesuatu yang tengah terjadi.

Irsyad tak menyerah, laki-laki itu kembali mengetuk pintu kamar sang adik berkali-kali. Namun, hasilnya tetap sama.

"Ran, buka dong pintunya. Kamu nggak kasihan ya sama ayah sama bunda? Kalo ada masalah kita omongin baik-baik, jangan diem aja kaya gini. Kamu udah bikin semua orang khawatir tau nggak?"

Irsyad sengaja menaikkan nada bicaranya agar Rania mau membuka pintunya, karena biasanya gadis itu sangat takut kalau sang kakak sudah marah. Namun ternyata upaya nya itu tetap tidak membuahkan hasil, pintu di depannya tetap terkunci dan tertutup rapat.

"Gimana ini Mas, hari ini Rania bahkan nggak keluar buat sarapan. Apa kita telfon ayah aja?" tanya Santika memberi saran.

"Nggak usah bun, kasian nanti ayah malah kepikiran disana,"

"Terus gimana dong Mas? Bunda takut Rania kenapa-kenapa" lirih Santika dengan air mata yang mulai mengalir membasahi pipinya.

Melihat hal itu, Irsyad pun menjadi tidak tega. Sejak dulu, air mata sang ibu adalah kelemahan nya. Tanpa berpikir panjang laki-laki itu pun akhirnya berkata…

"Biar Mas dobrak pintunya,"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!