BAB 4

"Aya, siapa dia? Pacar kamu?" tanya Fatur pada putrinya saat berada di depan kamar.

"Bukan," jawab Cahaya. Daripada Papanya semakin marah lebih baik dia mengelaknya.

"Bukan? Lalu kenapa jaketnya kamu pakai?"

Cahaya hanya terdiam, dia akan masuk ke dalam kamarnya tapi Papanya masih menghalanginya. "Kamu sudah Papa jodohkan dengan putra rekan bisnis Papa."

Jadi benar apa yang Cahaya dengar kemarin, dia sudah dijodohkan. "Papa, Aya masih SMA. Aya tidak mau memikirkan perjodohan dan Aya akan memilih jodoh Aya sendiri."

"Tidak bisa! Pokoknya kamu harus mempunyai pendamping hidup yang sudah jelas masa depannya cerah dan dari keluarga yang terpandang."

"Pa, bisa tidak Papa membiarkan Aya memilih jalan hidup Aya sendiri. Papa selalu saja menyangkutkan apapun dengan bisnis. Pasti Papa hanya ingin mencari keuntungan dari perjodohan itu."

"Aya, kamu semakin berani melawan Papa! Pokoknya Papa akan tetap jodohkan kamu. Besok kita akan bertemu dengan dia dan keluarganya."

Cahaya masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya. Dia melepas jaket Arion lalu memeluknya dan menghempaskan dirinya di atas ranjang.

"Baru juga perasaan ini terbalas, aku harus dijodohkan seperti ini. Pokoknya aku gak mau dijodohkan!"

...***...

Sampai di rumah, Arion masuk ke dalam rumahnya yang belum terkunci itu. Dia melihat neneknya yang sudah tertidur di kursi panjang ruang tamu. "Kenapa setiap hari nenek selalu menunggu aku di sini?"

Arion mendekat dan berjongkok di dekat wajah neneknya. Wajah keriput yang terlihat lelah itu tertidur hanya beralaskan tangannya sendiri. Sejak berumur lima tahun, setelah kedua orang tuanya meninggal, dia hanya tinggal bersama dengan neneknya dan mendapat kasih sayang penuh.

"Nek..."

Arion menggoyang pelan bahu neneknya. Hingga akhirnya kedua mata Nenek Sita terbuka. "Rion, kamu pulang larut sekali."

"Iya, tadi mengobrol dulu sama teman sebentar. Nenek tidur di kamar saja." Arion membantu neneknya bangun lalu menuntunnya ke kamar. "Nek, setiap malam nenek tidak perlu menunggu aku. Aku bawa kunci sendiri. Nenek tidur saja di kamar."

"Rion, nenek sangat khawatir sebelum melihat kamu pulang," kata Nenek Sita sambil merebahkan dirinya di atas ranjang.

"Nenek jangan terlalu khawatir. Aku bisa jaga diri. Ya sudah, nenek sekarang tidur ya." Arion menaikkan selimut hingga menutupi tubuh neneknya.

"Kamu juga cepat istirahat."

Arion menganggukkan kepalanya lalu dia keluar dari kamar neneknya. Dia berjalan menuju dapur dan duduk di dekat meja makan. Dia mengeluarkan obat yang diberikan Cahaya. Ada empat macam obat, termasuk obat penambah darah.

Dia mengambil air putih, lalu meminum obat itu satu per satu. Kemudian dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum tidur.

...***...

Pagi hari itu di sekolah, Cahaya sengaja menunggu Arion di tempat parkir. Sampai bel sekolah hampir berbunyi Arion belum juga datang.

"Akhirnya, datang juga." Cahaya tersenyum menatap Arion yang menghentikan motornya di tempat parkir.

Setelah melepas helmnya, Arion berjalan menghampiri Cahaya. "Untung gak telat. Aku gak bisa kalau harus bangun pagi."

Cahaya tersenyum kecil. Ternyata panggilan Arion benar-benar sudah menjadi aku kamu. "Hmm, jaket kamu masih dicuci. Besok ya aku kembalikan."

"Iya, gak papa. Kapan-kapan saja." Tiba-tiba Arion menghentikan langkahnya. Dia membuka tasnya. "Aa.duh, aku lupa gak bawa seragam olahraga lagi."

"Pakai punya aku saja." Cahaya membuka tasnya dan mengambil seragam olahraganya. "Seragam aku yang baru ini kebesaran, pasti muat sama kamu."

"Terus kamu?"

"Aku bisa pakai alasan tanggal merah. Daripada nanti kamu kena hukuman. Seingat aku minggu lalu kamu juga lupa bawa."

Arion justru tertawa, dia memang sudah berulang kali lupa membawa seragam olahraganya. "Aku sudah diperingatkan berulang kali, tetep aja lupa. Tiap pagi buru-buru berangkat."

"Kamu pakai aja. Kalau aku pasti gak akan dimarahi atau dihukum."

Arion masih saja belum mengambil seragam itu, hingga akhirnya Cahaya meletakkannya di tangan Arion.

"Ya udah, aku pakai." Kemudian mereka berdua masuk ke dalam kelas yang seketika diam saat melihat Arion dan Cahaya berjalan berdua.

"Kiw, kiw, udah jadian?"

"Ciee, jalan berdua."

"Apaan sih?" Pipi Cahaya bersemu merah lalu duduk di samping Nindi.

"Lo udah jadian?"

Cahaya hanya mengangguk pelan.

"Gitu dong, selamat ya. Jangan lupa pajak jadiannya." Nindi mengambil seragam olahraganya lalu berdiri. "Ganti seragam dulu yuk!"

"Gue izin."

"Tumben banget lo izin."

"Iya, perut gue gak enak banget."

"Ya udah, gue tinggal dulu ya." Kemudian Nindi berjalan bersama teman yang lainnya keluar dari kelas.

Cahaya hanya terduduk sambil membaca bukunya di saat kelas mulai sepi. Lagi-lagi dia memikirkan tentang perjodohan itu. Bagaimana kalau Papanya memaksa. Apa dia akan kehilangan Arion?

"Aya!"

Cahaya terkejut mendengar panggilan itu. Ada Bayu yang kini berdiri di dekatnya lalu duduk di sampingnya.

"Ada apa?"

"Lo udah jadian sama Rion?"

Cahaya hanya mengangguk pelan.

"Selamat ya..."

"Thanks."

"Aya, apa lo sudah tahu masalah perjodohan itu?"

Mendengar hal itu seketika Cahaya menatap bingung pada Bayu. "Perjodohan? Darimana lo tahu?"

Bayu terdiam beberapa saat. Dia mengetuk meja dengan jarinya. "Jadi lo gak tahu dengan siapa dijodohkan?"

Cahaya menggelengkan kepalanya. "Gue gak tahu."

Bayu tak berkata apa-apa lagi. Kemudian dia berdiri dan keluar dari kelas.

"Aneh, apa maksud Bayu?"

...***...

Pelajaran olahraga saat itu cukup menguras tenaga Arion. Setelah lari memutari lapangan sebanyak tiga kali, dia kini bermain basket bersama dengan yang lainnya. Sinar matahari semakin yang membuat tubuh Arion kian terasa lemas.

Arion menghentikan langkahnya dan membungkuk saat kepalanya terasa pusing.

"Lo kenapa?" tanya Bayu sambil menepuk bahu Arion.

"Gue..." Arion menghentikan perkataannya saat setetes darah jatuh dari hidungnya. Seketika dia mengusap hidungnya yang masih mengeluarkan darah.

"Lo mimisan!"

"Gue gak papa." Arion melangkah cepat menuju toilet. Dia membasuh hidungnya agar bersih. "Kenapa gue bisa mimisan gini?"

Setelah mimisannya berhenti, dia keluar dari toilet dan berjalan ke kelas dengan langkah yang gontai karena kepalanya terasa sangat pusing.

"Rion, kamu kenapa?" tanya Cahaya saat melihat Arion duduk di bangkunya. Dia menghampiri Arion dan melihat bercak darah di kaosnya. "Ini darah apa?"

"Nggak apa-apa. Hanya mimisan."

Cahaya duduk di sebelah Arion. Dia menatap Arion dengan serius. "Apa sebelumnya kamu pernah mimisan?"

Arion menggelengkan kepalanya.

"Rion, lebih baik kamu periksa ke Dokter."

"Aku gak papa."

"Rion, jangan bilang tidak apa-apa terus. Kamu harus segera periksa, sebelum semua terlambat. Nanti siang aku antar ya."

"Tidak perlu. Makasih ya."

"Rion, jangan keras kepala. Pokoknya kamu harus segera periksa, karena dari beberapa artikel yang aku baca tanda-tanda sakit kamu ini mengarah ke leukimia."

"Leukimia?" Ya, seperti apa yang dia baca sebelumnya tentang penyakit itu. Sebagian besar tanda-tandanya ada di dirinya. Dia tidak tahu bagaimana hidupnya selanjutnya jika memang penyakit itu ada di dalam tubuhnya.

💞💞💞

Like dan komen ya...

Terpopuler

Comments

Neli Allen

Neli Allen

SMG kmu CPT sembuh arion

2024-02-18

0

nuraeinieni

nuraeinieni

tetap semangat arion,,,,💪💪💪💪💪

2023-10-08

0

Nurlaila Elahsb

Nurlaila Elahsb

nyesek ya jadi Arion😰

2023-10-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!