BAB 2

Arion kini membuka kedua matanya. Kepalanya masih terasa pusing dan berat. Dia kini berada di klinik di dekat sekolahnya.

"Apa yang kamu rasakan? Pusing? Tekanan darah kamu sangat rendah," tanya dokter yang memeriksa kondisi Arion.

Arion hanya menganggukkan kepalanya kemudian dia duduk.

"Apa sebelumnya kalau luka darah kamu sulit berhenti?"

"Iya, akhir-akhir ini. Saya juga tidak tahu kenapa. Padahal lukanya juga tidak terlalu lebar tapi darahnya terus merembes."

"Sudah saya bersihkan dan saya beri obat. Darahnya sudah berhenti mengalir. Saya sarankan kamu periksa ke rumah sakit, sebelum kondisi kamu semakin parah. Sepertinya kamu ada kelainan sel darah."

Arion hanya menganggukkan kepalanya. Lalu dia turun dari brankar.

"Kamu mau kemana?"

"Saya mau kembali ke sekolah."

"Lebih baik kamu pulang saja. Saya panggilkan teman dan guru yang mengantar kamu ya."

Arion menggelengkan kepalanya. "Saya tidak apa-apa. Saya hanya kecapekan saja karena sepulang sekolah langsung kerja."

"Kamu harus banyak istirahat. Saya resepkan obat nanti ditebus di apotik."

Arion hanya mengangguk. Bagaimana dia menebus obat? Sekarang saja uangnya hanya cukup untuk membeli bensin. "Terima kasih, Dok."

Setelah itu Arion keluar dari klinik. Dia menghampiri Bayu dan juga Pak Rudi yang duduk di kursi tunggu.

"Rion, Bapak antar pulang. Kamu bisa istirahat di rumah."

Arion menggelengkan kepalanya. Dia memang sangat keras kepala. "Saya tidak apa-apa, Pak. Saya akan melanjutkan pelajaran hari ini. Nanti juga ada ulangan."

"Beneran kamu tidak apa-apa? Ya sudah, kamu istirahat di UKS dulu sambil menunggu jam istirahat."

Arion menganggukkan kepalanya lalu dia berjalan bersama Bayu.

"Lo beneran gak papa? Wajah lo pucat banget. Kalau mau pulang gue anterin," tawar Bayu lagi karena tidak biasanya Arion pucat dan lemas seperti ini.

"Gue gak papa. Gue mau istirahat dulu di UKS. Nanti setelah istirahat, gue masuk kelas dan ikut ulangan." Arion mendahului langkah Bayu masuk ke dalam sekolah. Dia berjalan menuju UKS lalu duduk di atas brankar.

Arion masih saja memijat pelipisnya, lalu dia bersandar sambil menatap langit-langit UKS. "Gue gak boleh sakit. Gue harus bisa cari uang. Sebentar lagi gue juga mau kuliah. Gue gak boleh jadi beban nenek."

Arion mengambil resep yang diberikan Dokter lalu dia meremasnya. Beberapa saat kemudian, dia tertidur dengan posisi setengah duduk.

Setelah bel istirahat berbunyi, Cahaya menghampiri Arion di UKS. Dia membawa roti dan minuman isotonik untuk Arion.

"Kenapa tidur sambil duduk gini?" Cahaya duduk di dekat brankar sambil memandang Arion. Dia melihat rematan kertas di dekat tangan Arion.

Cahaya membuka kertas itu dan membacanya. "Ini kan resep dari Dokter. Pasti Arion tidak ada niat untuk menebusnya," gumam Cahaya sambil meluruskan kertas resep itu lalu melipatnya dan memasukkan ke dalam sakunya. Kemudian dia kembali menatap Arion. Tangannya kini menahan kepala Arion yang hampir terjatuh.

Arion membuka kedua matanya. Dia terkejut melihat Cahaya yang berada di dekatnya. "Aya!" Kemudian Arion menegakkan dirinya. "Belum jam masuk kan?" tanya Arion sambil melihat jam dinding.

"Baru saja istirahat." Kemudian Cahaya membuka botol minuman isotonik yang dia bawa dan diberikan pada Arion. "Lo minum dulu. Gue juga bawakan roti buat lo."

"Thanks, tapi gue gak papa. Lo gak perlu terlalu khawatir sama gue." Arion tak juga mengambil botol itu dari tangan Cahaya.

"Gak papa. Lo minum ya." Cahaya justru mendekatkan botol itu ke bibir Arion agar Arion mau meminumnya.

Akhirnya Arion meminumnya hingga habis setengah botol. Setelah itu, Cahaya membuka roti untuk Arion dan menyuapinya.

"Aya, biar gue sendiri." Arion mengambil alih roti itu. Dia tidak mau semakin berharap pada Cahaya, ditambah detak jantungnya selalu tidak stabil ketika berada di dekat Cahaya.

"Dihabisin biar gak lemas lagi. Ngomong-ngomong lo kerja part time dimana?" tanya Cahaya.

"Di kafe happy."

"Wah, kafe yang mewah itu. Oke, kapan-kapan gue ke sana ya."

"Ya, terserah lo. Kafe itu terbuka untuk umum. Gue di sana kerja, gak bisa nemenin lo kalau mau ke kafe, jadi mending lo bawa teman aja kalau ke kafe."

Cahaya tersenyum sambil memukul kecil lengan Arion. "Siapa yang minta ditemenin lo."

Di ambang pintu ada Bayu yang melihat kedekatan mereka berdua. Aya, hati lo memang hanya untuk Arion. Tidak akan ada kesempatan buat gue deketin lo. Kemudian Bayu memutar langkahnya dan kembali ke kelas.

"Ya udah, gue mau ke kelas." Arion turun dari brankar lalu keluar dari UKS. Dia berjalan bersama Cahaya menuju kelas.

"Kenapa lo pucet gini? Kayak mayat hidup aja lo." tanya Nindi sahabat Cahaya. Dia kini berjalan di samping Cahaya.

"Iya, tumben lo sakit. Kirain badan lo gak bisa sakit. Kapan ngumpul di tempat balapan sama Bayu?" tanya Tirta yang berjalan di samping Arion.

"Gak tahulah, gue gak boleh sama nenek. Lagian motor itu juga punya Bayu. Motor gue gak ada spesifikasi buat balapan."

"Gak papa pakai motor Bayu yang penting lo punya skill balapan. Apalagi kalau anak Langit yang taruhan. Bisa dapat hadiah gede lo."

"Ya lihat aja nanti."

"Jangan!" sahut Cahaya. "Lo jangan ikut balapan kayak gitu. Bahaya!"

Seketika Tirta menyikut tangan Arion. "Rion, pertanda. Peka dikit jadi cowok."

Arion hanya terdiam dan masuk ke dalam kelas mendahului Cahaya.

"Aya, udah tahu cowok gak peka, kenapa lo deketin aja," kata Nindi yang memang selalu berkata apa adanya.

"Ya, gue penasaran banget sama Rion."

Nindi menarik tangan Cahaya dan mengajaknya bicara berdua. "Gimana kalau lo dulu yang nyatain perasaan lo?"

"Hah? Gue? Nggak ah." Cahaya kini duduk di samping kelas. "Gue gak bisa."

"Aduh, zaman sekarang udah ada kesetaraan gender. Udahlah gak papa, lo bilang sama Rion. Kalau nunggu Rion sampai lebaran monyet dia juga gak akan ungkapin perasaannya. Kayaknya Rion itu insecure sama lo."

Cahaya hanya terdiam. Dia menatap bunga yang berada di pinggiran taman. "Masalahnya gue udah dijodohin."

"What to the hell." Seketika Nindi duduk di samping Cahaya. "Zaman apa ini main jodoh-jodohin. Emang sama siapa lo dijodohin?"

Cahaya mengangkat kedua bahunya. "Gue juga gak tahu. Gue sempat dengar Papa ngomongin masalah perjodohan itu sama Mama. Lo tahu kan, kalau Papa itu keras banget. Gue takut, gue gak bisa melawan Papa dan akhirnya gue harus melupakan perasaan gue sama Arion."

Nindi mengusap bahu Cahaya untuk meyakinkannya. "Gak usah dipikirin masalah itu. Lagian masih belum pasti kan? Lo aja masih sekolah masak iya mikirin perjodohan. Terlalu dini buat mikirin jodoh. Cus lah, daripada gue yang nembak Rion. Lumayan dapat cowok ganteng tinggal dipermak dikit makin perfect." Nindi tertawa diujung kalimatnya.

"Ih, lo tuh!" Cahaya mencubit kecil lengan Nindi. Lalu dia berpikir, haruskah dia mengungkapkan perasaannya pada Arion?

💞💞💞

Like dan komen ya...

Terpopuler

Comments

Ningsih Alfarizqi

Ningsih Alfarizqi

lanjut Arion dlu,,,

2024-05-22

0

Neli Allen

Neli Allen

semangat Thor walaupun aku terlambat lagi 😄

2024-02-18

0

Nurlaila Elahsb

Nurlaila Elahsb

semangat Thor, seru juga ya
pengen baca terus

2023-10-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!