Freya menekuk lututnya, membenamkan wajahnya di atasnya. Ia menangis dalam diam, semakin memperlihatkan betapa menyedihkannya dirinya. Bukankah menangis dalam diam akan terlihat sangat memilukan dibanding kau meraung sejadinya. Menangis dalam diam seakan kau sedang memikul dan memendamnya sendirian, tidak menginginkan orang lain melihat kesedihanmu.
Memangnya apalagi yang bisa dilakukan gadis muda itu, ketika ia harus kehilangan orang yang menjadi tempatnya bermanja dan berbagi cerita. Di usianya yang masih 16 tahun, ia harus kehilangan ibunya. Seseorang yang paling berarti di dalam hidupnya harus direnggut paksa darinya dengan cara yang sangat tragis di hadapannya.
"Apa maksudmu, Frederich?" terdengar amukan ibunya dari kamar orang tuanya. Freya tidak berani masuk, ia hanya duduk di dasar tangga mendengarkan pertikaian Ayah dan Ibunya yang baru pertama kali ia dengar. Selama ini hubungan Ayah dan Ibunya terlihat baik-baik saja dan sangat harmonis.
"Maafkan aku, tapi itu kenyataannya Margareth. Aku dan wanita sudah menikah dan juga mempunyai seorang putri, satu tahun lebih muda dari Freya"
Bagai petir membelah bumi, tubuh Freya juga membeku seketika mendengar kenyataan itu. Ayah yang sangat dibanggakannya itu dan selalu dipuji oleh masyakat ternyata mempunyai wanita simpanan dan bahkan sudah mempunyai seorang putri.
Prang!
Ibunya melempar berbagai barang yang ada di dalam jangkauannya. "Jadi kau mengkhianatiku selama ini?" raung ibunya. Ia bisa mendengar ibunya sudah menangis mengetahui kenyataan pahit itu. Bagaimana bisa pria yang terlihat sangat penuh kasih sayang itu telah melakukan perselingkuhan bertahun-tahun lamanya, dan ia melakukannya dengan sangat apik.
"Siapa wanita itu?" lirih ibunya.
"Nichola"
Plak!
Terdengar tamparan yang cukup keras. Dan Freya tahu itu tamparan dari ibunya kepada Ayahnya. Freya juga terkejut begitu mendengar nama wanita yang menjadi perusak dalam keluarga mereka.
"Teganya kau, sialan!" maki Ibunya semakin meraung. "Apa kesalahanku sehingga kau dan sepupuku tega menusukku dari belakang. Apa kesalahanku, Frederich!! Katakan!!" Freya kini berada di balik pintu kamar orang tuanya melihat ibunya mengamuk dan menarik kerah baju ayahnya yang terlihat pasrah.
"Bahkan kau dan dia bersandiwara selama ini di hadapanku seakan Anna adalah anak dari pria lain, pria brengsek yang meninggalkannya begitu saja. Ternyata pria brengsek itu adalah dirimu. Aargghhh" Kembali ibunya melempar benda yang ada di dalam jangkauannya.
"Maafkan aku Margareth" Freya melihat ayahnya memohon maaf, tapi tidak terlihat penyesalan di wajahnya membuat dada Freya bergemuruh seketika. "Untuk itu aku ingin kita bercerai"
Duaaarrrr....
Dunia Freya dan ibunya pun hancur seketika begitu mendengar pernyataan Ayahnya yang terlihat seperti pria brengsek tersebut. Freya bahkan tidak percaya Ayahnya mempunyai sisi buruk seperti itu. Rasa hormatnya pun melebur seketika.
"Apa yang kau katakan" lirih ibunya dengan pilu. Air mata sudah membanjiri wajah cantik ibunya itu membuat Freya ingin berlari dan memeluknya.
"Aku ingin kita ingin bercerai" ulang ayahnya menegaskan tanpa prikemanusiaan.
"Jadi kau meminta maaf untuk ini, bukan untuk kesalahan yang sudah kau dan jala*ngmu itu lakukan" ibunya tersenyum getir. "Bukankah seharusnya kau yang menceraikannya Frederich, dia yang sudah merusak kebahagiaan kita"
"Aku tidak bisa meninggalkannya" Dan sempurnalah kebrengsekan ayahnya di mata Freya. Pria itu benar-benar sukses membuat Freya membencinya detik itu juga.
"Lalu bagaimana dengan aku dan Freya, apa kami tidak berarti bagimu?" percayalah hati Freya hancur melihat ibunya mengiba dan masih berusaha membujuk ayahnya untuk mengurungkan niatnya itu.
Ayahnya terlihat bungkam tidak menjawab pertanyaan ibunya. Bukankah diamnya sudah menjadi jawaban paling jelas. Dia dan ibunya tidak berarti bagi pria brengsek itu.
"Maafkan aku"
"Aku tidak butuh maafmu, baiklah jangan hiraukan aku tapi fikirkan Freya, putri kita. Bagaimana perasaannya saat mengetahui hal ini. Aku mohon jangan seperti ini Frederich. Aku akan menerima Anna seperti putriku, dan aku akan mengurusnya sebaik aku mengurus Freya, jadi urungkan niatmu itu. Aku akan menyayangi Anna dan mencintainya, tapi tinggalkan wanita itu"
Frederich menggelengkan kepalanya membuat pijakannya dan ibunya runtuh seketika. Ibunya meluruh ke lantai begitu pun dengan dirinya. Berdosakah ia jika menginginkan pria di hadapannya itu segera mati saja. Tapi percayalah, itu lah yang diucapkankannya dalam hatinya. Kematian ayahnya.
"Aku tidak akan bercerai. Tidak akan pernah bercerai" ibunya memberi keputusan final, lalu bangkit secara perlahan.
"Margareth" panggil Ayahnya.
"Lakukan apapun sesukamu, tapi aku tidak akan pernah mau bercerai" ibunya melanjutkan langkahnya. Ibunya tertegun begitu melihat Freya yang duduk terkulai di lantai, seketika tangis ibunya pun pecah. Ia meluruhkan tubuhnya dan memeluk putri kesayangannya dengan erat. Mereka saling menangis dan saling memberi kekuatan.
Setelah hari itu, ayahnya memang melakukan apapun sesuka hatinya. Ia dan ibunya selalu tidur bersama di kamarnya. Sejak hari itu Freya pun terlihat enggan berbicara kepada ayahnya jika secara tidak sengaja mereka berpapasan. Bahkan ia sengaja mengabaikan ayahnya saat pria itu berusaha mendekatinya.
Satu bulan berlalu sejak kejadian itu, dan selama satu bulan itu juga Freya melihat ibunya mengkonsumsi pil yang tidak ia ketahui pil apa itu.
"Itu obat apa ibu? Apa kau sakit?"
Ibunya menggeleng seraya memaksakan tersenyum, "Ibu baik-baik saja sayang, ini hanya vitamin"
Freya terlihat ragu mendengar jawaban yang diberikan oleh ibunya itu. "Tapi kenapa kau langsung tertidur begitu meminumnya, Ibu?"
"Ibu hanya merasa lelah, sayang" kembali ibunya memberikan senyuman meyakinkan. "Kemarilah, Ibu akan menidurkanmu" tepuk ibunya di sisi sebelahnya. Freya tersenyum seraya naik ke atas ranjang. Ibunya segera memeluknya dalam dekapannya. Memeluk dengan sangat erat seakan enggan untuk melepaskannya. Bulir air matapun jatuh membasahi pipinya.
Freya mendongak dan melihat wajah ibunya yang sedang menangis, dan itu juga sudah terjadi selama satu bulan ini. Apakah ibunya terlalu mencintai ayahnya, atau ibunya tidak terima atas pengkhianatan suaminya dengan wanita yang tidak lain adalah sepupu ibunya sendiri. "Aku tidak suka kau menangis Ibu, tidak bisakah kau melupakan Ayah dan mari kita hidup bahagia" Freya mengusap air mata ibunya, tapi air matanya sendiri sudah mengalir di wajahnya. "Mari kita pergi menjauh meninggalkan semuanya. Bagiku Ibu sudah cukup, dan aku harap aku juga mampu menjadi penawar kesedihanmu, Ibu. Ayo hidup bahagia tanpa Ayah"
Ibunya semakin mengeratkan pelukannya. "Maafkan Ibu, sayang. Maafkan Ibu"
"Kenapa meminta maaf saat kau tidak melakukan kesalahan, Ibu" protes Freya tidak suka.
"Ibu tidak mampu manjadi istri yang baik sehinga Ibu juga tidak bisa menjadi Ibu yang baik, yang memberikanmu kebahagiaan dengan keluarga yang utuh"
"Itu bukan salahmu, Ibu. Untuk itu mari kita pergi"
"Haruskah kita pergi?"
Freya mengangguk cepat. Ibunya tersenyum seraya mengusap lembut rambut Freya lalu memberikan kecupan hangat di keningnya. "Baiklah, mari kita pergi besok dan sekarang tidurlah" kembali ibunya memberikan kecupan hangat di kening Freya. "Ibu sangat mencintaimu, sayang" lirihnya.
"Aku juga mencintaimu, Ibu" Freya mengecup pipi Ibunya hingga akhirnya ia terlelap dalam tidurnya di pelukan ibunya. Pelukan terakhir ibunya, dan malam terakhir mereka bersama. Karena begitu Freya membuka matanya ibunya sudah tidak bernyawa lagi. Ibunya pergi untuk selamanya dan meninggalkannya sendirian. Overdosis akibat obat tidur yang dikonsumsi oleh ibunya.
"Aarggggghhh" teriak Freya seraya menjambak rambutnya. "Bukankah kita sudah berjanji untuk pergi bersama ibu" raungnya setelah tadi ia menangis dalam diam. Hari ini adalah pemakaman Ibunya dan ia tidak ingin menghadirinya, ia memilih bersembunyi. "Kenapa ibu malah pergi sendiri"
"Frey"
Freya menoleh begitu mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya, sahabatnya, Sean Maxime.
Melihat kerapuhan Freya, Sean segara menariknya ke dalam pelukannya. "Menangislah" Sean mengusap lembut punggung Freya memberi ketenangan dan kenyaman pada sahabatnya itu.
"Tidak ada yang menginginkanku, Sean"
"Baik Ayah atau pun ibuku" adunya dengan sangat pilu. "Ayahku mengabaikanku, Ibuku memilih pergi. Apa aku begitu buruk"
"Hei, ada aku. Aku akan selalu ada di sampingmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu apa pun yang terjadi. Aku di sini, tenanglah"
.
.
.
.
Bagaiamana part ini? dan bagaimana kisah selanjutnya? tulis di kolom komentar gaaeeesss🙏🙏
dan jangan lupa tinggalkan like❤ juga pemirsah🥺🥺🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Ummi Ime 🙈
Dasar 2 pria DURJANa 😝
2022-07-05
1
Maryana Mar
🤧🤧🤧🤧🤧🤧
2022-05-31
0
mama angga
😭😭😭😭
2021-11-14
0