Satu minggu berlalu sejak pertemuan Hana dengan keluarga Liam. Pertemuan yang perlahan membuat Hana bisa mulai menata hidupnya kembali. Hana menjadi lebih tenang dan menjadi lebih sering tersenyum, sampai membuat Bi Siti – asisten rumah tangga Kanaya terheran-heran.
“Non Hana udah enakan ya sekarang? Bibi perhatiin Non Hana jadi lebih ceria,” kata Bi Siti sambil tersenyum kepada Hana. Bi Siti sudah tinggal bersama Hana sejak pertama kali Hana dan Kanaya pindah kerumah yang mereka tinggali saat ini. Bi Siti menjadi saksi bagaimana hancurnya Hana setelah Kanaya berpulang.
“Iya Bi. Aku gak boleh terus larut dalam kesedihan kan,” jawab Hana tersenyum kembali kepada Bi Siti. Bertemu dengan Liam dan Carissa seperti telah mengembalikan harapan kedalam hidup Hana.
“Hana, Om adalah sahabat Ayah dan Buna kamu sejak dulu. Tante Carissa juga sudah sangat dekat dengan Buna kamu, seperti saudara meski tidak sedarah. Kamu tidak sendirian nak, ada kami. Jika kamu butuh sesuatu, apapun itu, tolong beri tahu kami ya. Buna kamu pernah berpesan, jika suatu saat dia tidak bisa lagi menjaga dan menemani kamu, maka kami sebagai sahabatnya akan menggantikannya.”
Pesan yang Liam katakan sebelum berpamitan dengannya, menjadi alasan untuk Hana harus bangkit dan memulai lembar baru hidupnya. Apalagi ketika Carissa memeluknya, meskipun tidak sehangat pelukkan ibunya, tapi Hana bisa merasakan cinta didalamnya.
Hana mengambil ponselnya dan menekan nomor telepon yang sudah sangat ia hafal. Selama beberapa detik hanya terdengar nada telepon tersambung, belum ada jawaban dari si pemilik nomor. Akhirnya Hana memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat saja sebagai gantinya.
“Selamat pagi Evan.. Hari ini ke kampus bareng yuk sama nanti temenin aku ngerjain revisi skripsi di perpus kampus ya..,” ketik Hana lalu mengirimkannya ke nomor Evan.
Hana lalu menatap isi percakapannya dengan Evan selama ini. Meski sering bertukar pesan layaknya sepasang kekasih lainnya, namun isi percakapan Hana dan Evan terbilang biasa saja.
Selama dua tahun menjalin hubungan, Hana memang belum sepenuhnya membuka hatinya untuk Evan. Bukan tanpa alasan, hatinya belum siap untuk kehilangan lagi. Bagi Hana jika ia telah mencintai berarti ia harus siap untuk kehilangan suatu saat. Itulah mengapa Hana terkadang merasa bersalah kepada Evan yang sangat memperlakukannya dengan penuh cinta.
Namun hari itu Hana telah memutuskan, akan membuka hati sepenuhnya untuk Evan. Evan berhak mendapat perlakuan yang sama darinya. Ini juga menjadi langkah awal bagi Hana untuk memulai kehidupannya yang baru. Ia akan berusaha menjadi Hana yang lebih kuat dan tidak mudah menyerah dengan keadaan.
Hana sedang bersiap-siap ketikan Evan berada didepan pagar rumahnya. Sejak dulu Evan memang selalu menunggu Hana didepan pagar. Namun hari ini Evan sedikit terkejut ketika Bi Siti keluar dan mempersilahkannya masuk. Ragu-ragu Evan melangkahkan kakinya memasuki ruang tamu rumah Hana.
Diam-diam Evan memperhatikan seluruh isi rumah Hana. Rumah Hana tidak teralu besar. Namun dengan interior minimalis dan penataan perabotan yang tepat membuat rumah itu terlihat lowong. Sebuah taman dengan kolam ikan kecil disamping ruang tengah mempercantik pemandangan rumah Hana.
Evan terkejut ketika melihat Hana sudah menatapnya sambil tersenyum. Baru kali ini ia melihat Hana tersenyum sangat manis kepadanya. Ada yang berbeda dari Hana. Aura yang ia pancarkan berbeda dari biasanya. Hana yang ia kenal selama dua tahun ini cenderung lebih pendiam dan jarang tersenyum.
“Misi Mba, saya nyari pacar saya. Namanya Hana, dia tinggal disini juga. Tapi kok gak ada ya? Yang ada malah Mba yang senyumnya aduh manis banget ini. Boleh kenalan gak Mba,” kata Evan menggoda Hana.
“Pacarnya udah gak ada Mas, udah saya suruh pulang ke kampungnya. Habisnya ngerepotin sih, kerjanya nangis mulu,” balas Hana dengan santai hingga membuat Evan tertawa. Mereka pun berjalan menuju mobil Evan bersama dan berangkat menuju ke kampus.
Sepanjang perjalanan Hana lebih banyak mengajak Evan bercerita, yang tentu saja ditanggapi dengan senang hati oleh Evan. Namun tiba-tiba Evan teringat dengan perkataan Hana tadi sewaktu mereka sedang bercanda dirumah Hana.
“Emang kamu nangisin apa sih Han? Gak mau cerita sama aku?” tanya Evan dengan hati-hati kepada Hana. Evan takut pertanyaannya akan membuat Hana tersinggung dan kembali tertutup kepadanya.
“Hidupku selama ini terlalu rumit Van. Aku yakin selama ini kamu sadar kalau aku tidak sepenuhnya membuka hati aku untuk kamu. Jujur saja, aku selalu takut kehilangan lagi. Tapi sekarang, aku akan mencoba untuk bisa lebih terbuka lagi ke kamu. Kamu mau kan bantu aku pelan-pelan?” tanya Hana sambil menatap Evan penuh harap yang dibalas Evan dengan anggukan dan senyum lebar.
Evan menatap Hana sebelum mereka keluar dari mobil saat sudah tiba di kampus. Ia memastikan kepada Hana, apakah Hana yakin akan keluar dari mobil bersamanya. Hana tersenyum dan mengangguk. Ia sudah tidak ingin sembunyi lagi. Ia akan menghadapi apapun yang akan muncul dikehidupannya.
Jangan tanya reaksi Evan, tentu saja ia sangat bahagia. Ia tidak perlu lagi menyembunyikan hubungannya dengan Hana. Kini ia bisa dengan bebas berjalan berdampingan dengan Hana ataupun hanya sekedar duduk berdua ditaman kampus tanpa perlu khawatir ada yang melihat.
Dengan bersemangat Evan turun dari mobil lalu membuka pintu mobil untuk Hana. Nampak corak merah padam dipipi Hana, ia menjadi tersipu malu diperlakukan oleh Evan seperti ini. Pasalnya selama ini mereka harus berjalan terpisah dulu lalu bertemu disuatu tempat agar bisa pulang bersama.
Hana mengucapkan terima kasih sambil tersenyum kepada Evan turun dari mobil. Setelah Evan menutup pintu mobil, Hana langsung menggandeng tangan sehingga membuat Evan salah tingkah. Terus terang saja Evan sedikit kaget dengan perubahan sikap Hana. Tapi tak apa menurutnya, justru sikap yang seperti ini yang Evan inginkan, Hana menjadi lebih nyaman didekatnya.
“Wow ada yang gandengan nih, udah go public yaaa…” Anindya – sahabat Hana, tiba-tiba muncul dari belakang Evan dan Hana. Anin menjadi satu-satunya orang yang Hana beritahu mengenai hubungannya dengan Evan.
Evan sengaja memamerkan tangan mereka hingga ke depan wajah Anin. “Cari cowok gih Nin, biar tangan lo ada yang gandengn juga, gak lumutan terus,” kata Evan sambil tertawa. Anin membalas perkataan Evan dengan memukul Pundak Evan menggunakan buku yang ia pegang. Anin tahu Evan hanya bercanda.
Tapi sayangnya ada orang lain yang tidak mereka sadari kehadirannya diparkiran itu. Orang yang tidak suka melihat kebahagiaan Hana dan Evan. Beberapa meter dibelakang mereka, ada Maya berdiri memperhatikan dengan tatapan penuh benci. Maya kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan singkat kepada seseorang.
Beberapa detik kemudian ponsel Evan berbunyi menandakan ada sebuah pesan singkat yang masuk. Senyum Evan seketika lenyap ketika melihat nama pengirim pesan singkat itu. “Maya”.
“Senyum kamu cerah banget deh Van. Kayaknya lagi bahagia banget hari ini. Oia, kamu gak lupa kan sama pertemuan kita seminggu yang lalu?”
Setelah membaca pesan tersebut, Evan segera mengedarkan pandangannya mencari sosok Maya. Ia yakin Maya ada disekitar mereka. Benar saja, begitu Evan membalikkan badan, ada Maya yang sedang tersenyum kepadanya dan memberikan isyarat agar menemuinya di taman kampus. “Ah sial! Mau apa sih dia,” Evan membatin.
Setelah memastikan Hana menuju perpustakaan bersama Anin, Evan langsung menghampiri Maya ditaman kampus. Evan tidak suka ini, ia tidak suka berbohong kepada Hana. Apalagi setelah Hana sudah berusaha untuk membuka hatinya sepenuhnya untuk Evan.
“Mau lo apa sih May?” tanya Evan tanpa basa-basi.
“Duduk dulu dong Van. Masa kamu baru datang langsung marah-marah sih,” jawab Maya sambil memainkan ponselnya. Namun Evan memilih tetap berdiri, ia tidak ingin berlama-lama disini bersama Maya.
“Kamu lupa ya sama yang aku sampein minggu lalu? Aku gak pernah main-main loh Van. Aku mau kamu. Aku bakalan dapetin kamu gimana pun caranya. Meskipun harus nyingkirin Hana,” ujar Maya kali ini menatap lurus mata Evan.
...*****...
Satu minggu yang lalu..
Sebelumnya, Evan menerima pesan dari nomor yang tidak ia kenal. Biasanya Evan akan mengabaikan pesan nomor yang tidak ia kenal. Tapi tidak kali ini, karena pesan itu berhubungan dengan Hana. Rasa khawatir dan penasaran mendorong Evan untuk datang menemui orang yang sudah mengiriminya pesan itu.
Setelah tiga puluh menit menunggu, akhirnya orang yang Evan tunggu datang. Seorang gadis dengan postur tubuh yang cukup tinggi seperti seorang model. Rambutnya dibiarkan terurai begitu saja.
Awalnya Evan dengan ragu menebak sosok gadis ini. Dalam pikirannya gadis ini tidak mungkin orang yang mengiriminya pesan tersebut. Ia tidak mungkin tahu tentang kehidupan Hana sejauh itu. Mereka berasal dari lingkungan yang berbeda. Sangat tidak mungkin ada hubungan antara mereka.
Namun ternyata tebakannya tidak salah. Gadis itu benar-benar orang yang ia perkirankan. Maya, gadis itu adalah Sasmaya. Evan bertanya-tanya dalam hati, apa hubungan Maya dengan Hana. Mengapa Maya bisa mengiriminya foto yang juga dimiliki oleh Hana.
“Hai Evan. Maaf ya aku telat, kamu udah lama ya nunggunya” tanya Maya santai. Evan yang masih bertanya-tanya hanya terdiam melihat Maya sudah duduk disampingnya. “Kamu pasti kaget ya nerima pesan aku?” tanya Maya kembali kali ini sambil tersenyum melihat ekpresi Evan yang penuh tanda tanya.
“Maksud kamu apa Maya?” kini Evan yang balik bertanya kepada Maya dengan tatapan dingin. Ia benar-benar tidak nyaman dengan situasi ini, duduk berdua bersama Maya di taman. Ia merasa sudah menghianati Hana. Tapi tidak bisa ia pungkiri rasa khawatir dan penasarannya lebih besar. Apapun yang menyangkut Hana, ia harus tahu.
“Hmm.. aku harus mulai dari mana ya?” Maya setengah tertawa ketika menanyakan hal itu kepada Evan. Mencoba tetap sabar dengan sikap Maya, Evan menarik nafas panjang. “Ceritakan semua yang kamu tahu, dimulai dari foto ini,” jawab Evan tetap dingin kepada Maya.
Melihat sikap Evan yang seperti sedang menahan emosinya, Maya akhirnya memulai ceritanya. Ia menceritakan semua yang ia ketahui. Mulai dari siapa keluarga Hana yang sebenarnya hingga mengapa ia bisa memiliki foto yang juga dimiliki Hana. Kali ini Maya bercerita dengan nada bicara yang serius, seakan ia menceritakan kisahnya sendiri.
Memang benar, kisah ini seperti kisahnya sendiri. Takdir membuat kehidupannya terhubung dengan kehidupan Hana. Namun bedanya, takdir sedikit lebih baik kepadanya. Ia bisa tumbuh dikeluarga yang lengkap. Mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah, meskipun tidak sedarah dengannya.
Effendi, memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Hal yang ia tidak dapatkan dari ayahnya dulu, Xander. Xander kerap memukulnya dan ibunya ketika mereka masih bersama. Hal itu membuat Maya trauma. Untunglah trauma itu perlahan bisa disembuhkan oleh ayah sambungnya.
Namun semakin bertambahnya usia Maya, ia menyadari bahwa selama ini semua perhatian dan kasih sayang yang ia dapatkan dari Effendi, itu karena Effendi sangat merindukan putrinya, Hana. Tidak jarang Maya mendapati Effendi menangis menatap fotonya bersama Hana dan istrinya yang terdahulu.
Hal itu membuat Maya sedih, karena merasa ia hanyalah sebagai putri pengganti bagi Effendi. Ia menjadi tidak menyukai Hana. Menurutnya karena Hana-lah, lagi-lagi ia tidak mendapatkan rasa yang tulus dari orang yang ia harapkan. Sejak itu Maya mulai tumbuh menjadi sosok yang dingin dan egois. Selama ia mendapatkan yang ia inginkan, ia tidak akan perduli dengan sisanya.
Terlebih lagi ketika ia mengetahui Evan dan Hana memiliki hubungan spesial, Maya semakin membenci Hana. Bagaimana bisa Evan memilih Hana yang baru ia kenal daripada dirinya yang sudah mendekati Evan sejak sekolah dulu. Kali ini Maya tidak akan tinggal diam.
“Kamu tahu Van, takdir antara aku dan Hana ini sedikit kejam. Papa Endi memang menyayangiku, tapi ketika menatap matanya, aku hanya bisa wajah Hana disana. Ia memandangku sebagai Hana, ia tidak melihatku Van. Dan sekarang kamu. Aku udah lama ada didekat kamu, tapi kamu gak pernah lihat aku. Dimata kamu sekarang cuma ada Hana,” ungkap Maya sembari menghela nafas panjang.
“Sekarang kamu sudah tahukan apa hubunganku dengan Hana? Aku akan sangat terus terang sama kamu sekaranga Evan, meskipun aku yakin kamu sudah tahu. Aku suka sama kamu, bahkan aku cinta sama kamu. Aku mau kamu tinggalin Hana. Kalau tidak, aku gak akan segan-segan nyakitin dia,” kata Maya menatap Evan. Kali ini Maya tidak main-main, ia ingin Evan untuk dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
LISA
jahat bgt si Maya ini..pdhl Hana bersikap baik pdnya
2023-10-14
0