Pembagian Sembako.

Langit malam tampak begitu indah karena adanya bintang yang menghiasi, cahayanya tampak begitu cantik dengan adanya kerlap kerlip bintang yang bertebaran di angkasa. Suasana malam tampak begitu tenang dan menghanyutkan membuat pikiran jauh lebih tenang dan rileks.

Kanaya memilih duduk di taman belakang rumahnya, dia kembali merenungkan kehidupannya. Hati kecilnya ingin sekali menempuh pendidikan di luar kota, namun dia tidak berani membujuk sang ayah. Kanaya benar benar bingung dengan keadaan ini dia tidak tau harus bagaimana.

"Hayo ngapain malam malam di luar."

"Ibuk." Dengan lembut ibunya merangkul bahu sang Putri.

"Carik angin aja buk."

"Kamu masih kepikiran soal kuliah ya." Ibunya seakan tau apa yang sedang anaknya pikirkan.

Kanaya hanya mengangguk dengan lemah, ibunya bisa melihat jika Kanaya menyimpan beban soal ini. Raut wajahnya terlihat sedih namun Kanaya bukanlah anak yang suka membangkang.

"Habiskan dulu sekolah mu, yang penting sekolah yang bener."

Kanaya dan ibunya menoleh kebelakang, yang ternyata ayahnya telah berdiri di sana dan tersenyum melihat mereka.

"Ayah."

"Sekolah yang rajin nak, kuliah dimana saja tetap bagus asalkan orangnya pinter. Untuk apa jauh jauh kalau di desa kita juga terbukti kualitasnya."

"Tapi yah."

"Bukan tempatnya tapi isinya. Kamu paham kan maksud ayah." Kanaya tidak bisa berkata-kata lagi selain mengangguk.

"Iya yah Naya paham."

"Baguslah anak ayah memang anak yang baik dan pintar. Ayo masuk nantik masuk angin, besok temenin ayah ke kantor ya."

"Untuk apa yah."

"Isi data pembagian sembako buat warga, nanti di bantu jugak sama orang kuramil di sana."

"Naya ke kamar dulu ya yah."

Menjelang pagi hati Kanaya kembali membaik, kebetulan pagi ini sekolah libur karena guru sedang mengadakan rapat. Setelah sarapan Kanaya mengikuti ayahnya ke balai desa seperti janjinya semalam.

Sampainya di sana ternyata Glen dan temannya yang lain sudah duluan hadir. Kanaya tercengang melihat kehadiran mereka, dirinya juga sendiri di sana. Kanaya merasa risih dan tidak tenang karena harus di kawal sama mereka.

"Haduh kenapa tidak ada kader atau lainnya." Kanaya mulai bergumam.

"Selamat pagi." Bukan Glen namanya jika tidak menyapa.

"Hehe pagi pak." Balas kanaya.

"Tumben ikut bapaknya."

"Anu saya permisi pak mau ambil buku dulu."

Glen hanya tersenyum melihat kepergian Kanaya, semakin gadis itu menghindarinya semakin semangat pula Glen mengejarnya. Ini merupakan tantangan untuknya Kanaya terlalu berharga untuk di lepas.

"Glen ayo bantuin atur sembakonya."

"Oke."

Hanya empat anggota kuramil yang hadir termasuk Bagas, mereka masih membantu untuk menyusun bahan sembako yang akan mereka bagikan nantik. Walaupun Kanaya masih disana fokus Glen tetap pada pekerjaannya, yang namanya tugas mereka tetap bisa mengaturnya dengan baik.

Selesai menyusun sembako Glen beristirahat sebentar untuk mengambil minum, kebetulan cuaca juga begitu terik. Dilihatnya Kanaya yang tengah asik mengobrol dengan salah seorang pria, hati Glen jadi tidak tenang. Dia jadi ketar ketir sendiri, apalagi Kanaya terlihat begitu akrab dengan pria tersebut.

"Ekhem panas ya Glen." Sadewo sengaja memancing.

"Hem." Jawab Glen kesal.

"Sepertinya mereka sangat akrab, laki laki itu juga bekerja di kantor desa setau saya." Glen menaikkan sebelah alisnya.

"Apa saya bertanya."

"Udah lah Glen jangan terlalu bermimpi, anak pak kades loh."

"Bukan urusanmu bewo." Sadewo hanya cekikikan melihat kepergian Glen.

"Hehhe iya kak semoga aja amin."

"Yang penting kamu harus tetap semangat, yakinkan hatimu insha Allah pasti ada jalan keluarnya." Kanaya terlihat asik mengobrol dengan salah satu stuff ayahnya.

Laki-laki tersebut bernama galih, termasuk laki-laki yang juga menaruh hati pada Kanaya. Hanya saja galih sangat pintar menyembunyikan perasaannya, dia tidak ingin gegabah dalam urusan percintaan.

Bisa dekat dengan Kanaya saja sudah membuatnya bersyukur, karena Kanaya sangat membatasi dirinya dalam bergaul dengan laki-laki.

"Kalau gitu Naya izin ke bapak dulu ya mas." Ujar Kanaya.

"Iya neng." Kanaya meninggalkan galih dan menemui bapaknya.

Seluruh warga tampak mengantri dengan rapi untuk menerima pemberian sembako. Mereka mengantri tanpa memperebutkan antrian ataupun saling dorong.

"Wo, saya benar-benar salut dengan orang-orang desa sini."

"Siapa Kanaya."

"Kamu ini saya serius malah di ajak bercanda."

"Hehehe siapa tau. Warga di sini memang sangat mudah di atur Glen, yang membangkang ada juga cuma hanya beberapa."

"Gak nanyak." Sadewo melotot karena kesal di cuekin Glen.

"Dasar kamu." Glen tertawa melihat reaksi kesal Sadewo.

Mereka turut membantu yang lainnya untuk membagikan sembako.

"Makasih atuh den kasep."

"Ganteng betul si Aden, baru ya di sini."

"Anak saya masih single cantik lagi, mau di kenalin."

Glen masih di godain oleh ibuk ibuk di sana, mereka sangat antusias menerima sembako yang di ulurkan oleh Glen. Kanaya tersenyum dalam hati melihat reaksi Glen saat di godain ibuk ibuk di sana.

Akhirnya acara berjalan dengan lancar tanpa hambatan, warga juga sangat mudah di atur. Acara berjalan dengan lancar dan kini panitia dan yang lainnya bisa beristirahat.

Glen sibuk mencari keberadaan Kanaya, ternyata gadis tersebut sedang menikmati cemilannya di ujung kantor. Glen tersenyum melihat Kanaya yang asik mengunyah makanannya tanpa melihat kiri kanan.

"Ternyata di situ." Glen menghampiri Kanaya yang duduk sendirian.

"Ekhem asik amat." Kanaya melihat kebelakang.

"Eh ada bapak." Kanaya tersenyum canggung melihat Glen.

"Minum." Glen menyodorkan sebotol air mineral.

"Makasih pak, kebetulan saya lupa ambil minum." Kanaya menerima dengan malu malu.

"Kalau gitu saya permisi, selamat menikmati." Kanaya hanya mengangguk dan terus mengunyah makanannya.

Galih yang melihat perlakuan Glen pada Kanaya menjadi sedikit waspada, tidak biasanya anggota di sini bisa begitu akrab dengan seorang gadis. Hatinya menjadi terancam karena keberadaan Glen, dia juga batu menyadari kehadiran Glen di sana.

"Apa yang di sana anggota baru di sini." Tanya galih pada temannya.

"Iya baru dua Minggu."

Galih menghampiri Kanaya dan duduk di sampingnya.

"Kenapa di sini."

"Males mas disana ibuk ibuk semua."

"Besok sekolah aktif tidak." Kanaya mengangguk.

"Kenapa mas."

"Hanya ingin tau saja, sekolah yang rajin jangan mikirin kasmaran dulu." Kanaya bingung dengan perkataan galih.

"Enggak kok mas, aku tidak ingin memikirkan hal membuatku pusing." Galih tersenyum mendengar jawaban Kanaya.

"Bagus kalau gitu, mas balik duluan ya." Kanaya kembali mengangguk.

Namun dari kejauhan Kanaya menyadari jika Glen sedang melihat ke arahnya. Tatapannya begitu tajam sehingga membuatnya merinding dan risih, entah mengapa hatinya merasa jika Glen menaruh hati padanya.

Kanaya merasa tidak nyaman apalagi Glen merupakan seorang abdi negara, Kanaya takut jika sampai dugaannya itu benar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!