Dewi mengajak Irina ke rumahnya, Irina syok bukan main. Teman SMA yang dulu terkenal hidup sederhana dan berpenampilan ala kadarnya tiba tiba saja menjadi kaya raya. Apa dia menikah dengan seorang pengusaha sukses seperti Yulia?
Bagi sebagian orang, menjadi kaya dan banyak uang sangatlah mudah. Tapi bagi sebagian lagi terasa sangat sulit, Irina contohnya. Dia sudah kerja keras banting tulang siang malam, tapi semua uang yang dia dapatkan selalu habis. Bukan karena Irina boros, melainkan uang yang dia dapat jumlahnya sedikit.
Dewi dan Irina duduk di sofa tamu, sofa berbulu itu sangat lembut saat tersentuh tangan. Tanpa tau mereknya saja Irina sudah tau kalau harga sofa itu mahal.
"Ceritakan masalahmu," Dewi membuka obrolan.
"Anakku sakit keras, dia harus segera di oprasi dan aku tidak memiliki uang,"
"Kalau boleh tau, suamimu kemana?"
"Entahlah, dia jarang pulang kerumah. Dia pengangguran yang punya hobi mabuk mabukan dan berjudi,"
"Malang sekali nasibmu, suami seperti itu kenapa tidak kamu ceraikan saja?"
"Aku mencintainya,"
"Makan saja tuh cinta, cinta tak bisa membuat anakmu kembali sehat dan perutnya kenyang."
Irina menundukkan wajahnya, dia seperti ditampar oleh Dewi secara tidak langsung. Memiliki suami seperti Heru memang seperti kutukan yang harus segera diakhiri dengan segera, tapi bicara itu mudah, melakukannya yang sulit. Apa lagi Arumi sangat lengket dan sayang pada Ayahnya.
"Aku bisa membantumu, berapa uang yang kamu butuhkan?" Tanya Dewi. Dia melipat kedua tangganya di perut.
"Sekitar tiga ratus juta," sahut Irina lirih.
"Aku akan memberikan uang itu padamu sekarang juga, tapi dengan satu syarat," lanjut Dewi.
"Syaratnya apa?" Irina penasaran.
"Bekerjalah padaku, jadilah kupu kupu malam peliharaanku," ucap Dewi singkat dan lantang.
"Apa? Jadi kamu seorang..." Irina tidak meneruskan omongannya. Dia takut teman lamanya itu akan merasa tersinggung.
"Iya, dan apa yang aku miliki sekarang adalah hasil dari dunia malam," Dewi mengakui dengan jujur.
"Aku tidak mau melakukan pekerjaan kotor seperti itu," tolak Irina. Dia merasa menjadi kupu kupu malam untuk mendapatkan uang secara cepat adalah pilihan yang salah.
"Ayolah Irina, hidupmu sudah sesudah ini. Jangan pikirkan kotor atau bersihnya, pikirkan saja keselamatan putrimu. Kalau bukan dirimu sendiri, siapa lagi yang bisa kamu andalkan hah?" Dewi kembali mengingatkan pada keadaan Irina yang sedang terpuruk dan jatuh.
Di ranjang rumah sakit, Ayumi sedang menunggu Irina pulang. Dia akan terus merasa kesakitan sampai Irina berhasil membawa uang untuk biaya oprasi Ayumi. Anak sekecil itu berapa lama bisa menahan rasa sakitnya sendiri? Apa yang harus Irina lakukan sekarang? Irina benar benar diserang dilema besar.
Disisi lain, Heru suaminya tidak bisa dijadikan sandaran. Mengharapkan bantuan darinya itu sama saja bermimpi memeluk bulan, indah tapi tidak akan pernah bisa terwujud. Heru pria pengangguran tidak meminta uang dan merepotkan Irina saja Irina sudah merasa bersyukur.
"Jangan berpikir terlalu lama, kamu mau atau tidak?" Cecar Dewi.
"Aku... Aku mau. Aku mau bekerja padamu,"
"Bagus, besok malam aku akan menjemputmu. Kita akan bertemu dengan klien pertamamu,"
"Bagaimana kalau pria itu menolakku?" Irina merasa kurang percaya diri.
"Tidak akan. Lagi pula sebelum bertemu dengannya aku akan merombak kamu dulu agar lebih enak dilihat. Tidak lusuh dan kusam seperti sekarang ini,"
"Lalu uangnya bagaimana?"
"Aku akan mentransfer uang seratus juta ke ke rekeningmu sekarang juga, sisanya akan aku kirim besok setelah kita bertemu dengan klien pertamamu," jelas Dewi.
"Terimakasih Dewi, terimakasih banyak," Indira merasa sangat senang.
"Sudah malam, biar orangku mengantar kamu pulang. Anak dan Ibumu pasti sudah menunggu di rumah sakit."
"Oke."
***
Irina tiba dirumah sakit, dia diantar oleh Pak Manto supir pribadi Dewi. Segera Irina menemui Ibu dan anaknya, dia sudah tidak sabar ingin memberitahukan kabar baik kalau dia sudah mendapatkan uang seratus juta.
Klak...
Pintu kamar rawat kelas dua terbuka, Irina melihat Lastri sedang duduk melamun sambil memandang ke luar jendela. Sementara Ayumi masih tertidur pulas.
"Bu," panggil Irina. Lastri menoleh, dia senang melihat anaknya kembali.
"Bagaimana Irina, apa Yulia mau meminjamkan uang padamu?" Tanya Lastri.
"Yulia tidak mau meminjamkan aku uang, bahkan dia malah menghinaku. Untungnya aku bertemu Dewi temanku saat SMA, dia mau meminjamkan uang dan memintaku bekerja padanya," jawab Indira.
"Baik sekali temanmu itu, semoga dia banyak rejeki dan panjang umur. Ngomong ngomong, kamu akan bekerja sebagai apa?" Tanya Lastri penasaran.
"Aku bekerja menjadi ART dirumahnya, setiap akhir bulan gajiku akan dipotong," Irina berbohong. Dia tidak mungkin berkata jujur tentang pekerjaannya menjadi kupu kupu malam, nanti wanita itu bisa langsung meninggal karena terkena serangan jantung.
"Apapun pekerjaan kamu Ibu akan mendukungmu nak. Bekerjalah dengan baik dan jujur, apa lagi Dewi sudah mau membantu kamu dengan sepenuh hati. Soal Yulia, jangan diambil hati ya. Bagaimanapun dia itu saudari perempuanmu satu satunya," Lastri mencoba memberi nasihat.
"Iya, Bu."
Indira dan Lastri berpelukan, mereka menangis bersama. Indira merasa beruntung dia masih memiliki Ibu, masih ada sosok yang bisa dijadikan sandaran dan tempat berbagi suka maupun duka.
Di tempat lain...
Heru sedang asyik bermain kartu sambil menenggak minuman keras. Di sisinya, ada dua orang wanita cantik yang senantiasa menghibur dan menempel seperti upil. Meski kere, Heru adalah pria tampan, wajar jika banyak wanita bodoh tergila gila padanya.
Kirman teman satu tongkrongan Heru, memberi kabar pada Heru kalau anaknya sedang sakit keras dan saat ini sedang dirawat dirumah sakit.
"Anak itu memang sudah menyusahkan sejak kecil, aku sampai lelah melihat dia sebentar sebentar sakit," ucap Heru.
"Apa kamu tidak khawatir padanya? Pulang lah sebentar, temui anak dan istrimu," Kirman mencoba memberi Heru nasihat. Dia merasa kasihan pada nasib Indira dan Ayumi saat ini.
"Untuk apa aku kesana menemui mereka? Nanti ujung ujungnya mereka minta uang. Daripada uang yang aku punya digunakan oleh mereka, lebih baik aku pakai untuk bersenang senang sendiri." Sahut Heru.
Mendengar hal itu, Kirman hanya bisa menggelengkan kepalanya. Heru memang pria gila, mungkin otaknya sudah rusak karena terlalu sering menenggak minuman beralkohol.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments