“Huff, rasanya aku tak ingin pulang” monolog Amara. Dengan berat hati dia melajukan motornya ke arah rumah.
Sesampainya di rumah, suasana tampak sepi. Sepertinya kedua orang tua beserta adik Amara sedang tidak ada di rumah.
Amara sangat bahagia jika anggota keluarganya tidak ada. Gadis cantik itu segera melepas pakaiannya dan bergegas mandi. Dia ingin istirahat karena tubuhnya terasa sangat lelah.
Hari berganti malam, dan malam berganti pagi. Suara teriakan Bu Indri membuat Amara terbangun dari tidur nyenyaknya.
“Amara!” terik Bu Indri dari luar kamar. “Amara bangun!” lanjutnya.
Amara dengan malas melangkahkan kakinya untuk menghampiri Bu Indri. Gadis cantik itu membuka pintu kamarnya.
“Dasar pemalas, jam segini masih enak-enakan tidur. Cepat masak untuk sarapan!” perintah Bu Indri dengan nada tinggi.
“Apa ibu lupa dengan ucapanku kemarin? Bukankah kemarin aku sudah mengatakan bahwa aku sudah tidak mau memasak dan membersihkan rumah?” jelas Amara.
“Ibu gak peduli! Sekarang juga kamu masak untuk sarapan atau aku akan –
“Akan apa? Menamparku? Mengusirku? Atau membunuhku? Lakukan saja sesuka hati ibu!” cecar Amara.
Plak!
Lagi-lagi tamparan dari tangan Bu Indri mendarat di pipi Amara. “Kurang ajar! Kamu memang anak tidak tau diri!” umpat Bu Indri.
Amara mundur beberapa langkah, dia lalu menutup pintu kamarnya dengan keras dan menguncinya dari dalam. Perawat cantik itu menangis meratapi nasibnya.
“Apa salahku Tuhan, sehingga Engkau takdirkan aku bernasib malang seperti ini?” Monolog Amara sembari terisak. Air mata membasahi pipinya, dia benar-benar sudah tidak tahan dengan perlakuan orang tuanya.
Amara melihat jam yang ada di atas nakasnya, ternyata sudah pukul enam pagi. Dia bergegas mandi dan bersiap untuk berangkat kerja. Tak lupa gadis cantik itu memakai masker untuk menutupi lebam yang ada di pipinya.
Amara berangkat menuju rumah sakit tanpa berpamitan kepada orang tuanya. Sudah menjadi kebiasaan Amara pergi tanpa pamit, karena orang tuanya tidak pernah peduli dengan Amara. Suatu saat Amara pernah pamit untuk berangkat kerja, namun apa yang Amara dapat? Dia justru diabaikan dan mereka tidak menerima uluran tangan Amara. Sejak itulah, ke mana pun Amara pergi, dia tidak pernah pamit.
Sesampainya di rumah sakit, Amara memasang wajah semangat dan ceria. Ya, meskipun dia sedang sedih dan terluka, dia tetap dituntut untuk ramah kepada pasiennya.
Pagi ini suasana di UGD tempat Amara bekerja tampak sangat ramai, banyak pasien yang membutuhkan pertolongan pertama sebelum masuk ke ruangan rawat inap.
“Sus, tolong selamatkan anak ini. Berikan perawatan yang terbaik untuknya!” titah seorang pria bertopi dengan panik.
“Baik, Pak. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.” Perawat dan Dokter UGD langsung memberikan tindakan kepada gadis kecil itu.
Gadis itu merupakan korban tabrak lari. Lukanya tidak serius, hanya lecet-lecet dan syok sehingga menyebabkan dia pingsan.
Setelah memberikan penanganan, Amara menghampiri pria itu. Dia ingin menjelaskan kondisi gadis yang di bawanya.
“Permisi, Pak!” ucap Amara kepada pria bertopi yang sedang menunduk, dia terlihat sangat panik.
Pria bertopi itu mendongak membuat dia dan Amara saling pandang.
“Kholil!” ucap Amara.
“Amara, bagaimana kondisi gadis itu?” tanya Kholil.
“Dia tidak apa-apa, sebentar lagi dia pasti sadar. Luka ringannya sudah aku rawat,” jelas Amara. “Siapa gadis kecil itu?” tanya Amara kepada Kholil.
“Dia penjual kue cucur, gadis itu selalu keliling menjajakan kue cucur buatan ibunya,”
Setelah mendengar informasi dari Kholil membuat Amara tidak tega melihat gadis itu. Di usianya yang baru 10 tahun, dia sudah bekerja keras membantu ibunya.
“Apakah dia perlu di rawat inap?” tanya Kholil.
“Iya, dia perlu dirawat inap. Aku kesini ingin menyuruhmu mendaftarkan dia di ruang pendaftaran. Apakah kamu tidak keberatan?”
“Tentu tidak! Di mana ruang pendaftarannya?”
Amara lalu menunjukkan ruang pendaftarannya. Kholil bergegas menuju ruang pendaftaran rawat inap, sementara Amara kembali memberikan perawatan kepada pasien lainnya.
***
Di ruang pendaftaran tampak terjadi sedikit perdebatan antara Kholil dengan petugas pendaftaran.
“Tempatkan gadis kecil itu di ruangan VVIP yang ada di rumah sakit ini!” titah Kholil.
“Maaf, Pak. Tapi ruangan VVIP di rumah sakit ini sangat mahal,” ucap petugas sembari melihat penampilan Kholil yang terlihat dari kalangan bawah. Pakaian yang dia kenakan sudah kumal, wajah Kholil pun terlihat sangat lusuh. Wajar saja jika petugas berpikir Kholil tidak akan mampu membayar biaya perawatan di ruang VVIP.
“Kenapa Anda melihat saya seperti itu? Anda tidak percaya bahwa saya mampu membayar perawatan gadis itu?” hardik Kholil.
“Bukan begitu, Pak. Tapi –
“Tapi apa? Ternyata rumah sakit ini melihat seseorang dari penampilannya!” bentak Kholil.
Kholil tampak marah dengan pelayanan di rumah sakit itu. Dia lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya dan menyodorkan kepada petugas pendaftaran.
Petugas tampak terkejut ketika membaca kertas kecil yang bertuliskan nama Emran Kelvin.
“Ba-Baik, Tuan. Saya akan mendaftarkan gadis itu di ruang VVIP, kami akan memberikan perawatan terbaik untuknya,” ujar petugas dengan gugup.
Emran Kelvin. Dia adalah CEO Buana Group. Perusahaan terbesar di kota tersebut. Dia usianya yang baru 30 tahun, dia sudah berhasil menjadi CEO. Tak hanya itu, bisnis yang dia jalankan berhasil berkembang pesat. Buana Group merupakan perusahaan yang bergerak dibidang properti.
Proyek yang digarapnya yaitu pusat perbelanjaan, perkantoran, apartemen, hotel, kawasan industri dan kompleks. Sudah terbayang, ‘kan berapa aset yang dimiliki Emran?
Selain tampan dan sukses, Emran juga seorang yang dermawan. Dia rela menyamar menjadi seorang penjual kopi keliling demi memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan.
“Rahasiakan identitas saya!” tegas Emran kepada petugas
*
*
Bersambung.
Terima kasih sudah membaca karya Author 😇
Jangan lupa like, coment, vote, dan beri bintang 5 ya kakak 🥰🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Không quan tâm🧚
karya ini bikin aku gak bisa berhenti membaca, terima kasih author!
2023-09-26
0