Paradise Residence
Sebuah danau buatan memantulkan sinar rembulan dengan begitu indahnya. Tampak kunang-kunang beterbangan mempercantik keanggunan malam.
Di tepi danau itu, sepasang tuan dan nyonya besar sedang duduk menikmati suguhan malam. Para dayang dan pengawal tampak berdiri tak jauh dari mereka untuk selalu memastikan keamanan dan kenyamanan para tuannya.
"Tuan besar, tuan muda sudah tiba" ucap seorang pria paruh baya sambil menunduk pada orang yang diajaknya berbicara.
"Suruh kemari" jawab orang tersebut yang tak lain adalah Bagus Adinata ayah dari seorang Ardan Adinata.
"Apa Ardan sudah datang?" perempuan yang merupakan istri dari Bagus Adinata bertanya karena penasaran.
"Betul nyonya besar." Jawab sang pelayan dengan lemah kembut.
Senyuman Nasyila sang nyonya besar mengembang saat mendengar anaknya sudah pulang.
Tak lama, seorang pria dengan tubuh tinggi berbalut kemeja dan sebuah jas yang tergantung di bahunya datang menghampiri perkumpulan di tepi danau tersebut.
"Ma! pa!" panggil seorang pria tersebut pada kedua orang yang sedang duduk di atas kursi putih dengan ukiran mewah. Senyum mewarnai wajahnya, meski debu jalanan kota sempat menerpanya, namun tak sedikitpun mengurangi ketampanannya.
"Sayang" sang nyonya besar berdiri menyambut kedatangan putranya.
"Ardan, kemarilah!" ucap Bagus Adinata.
Nyonya Nasyila meraih pinggang Ardan dan mengajaknya berjalan menuju papanya.
"Anak mama pasti masih lelah, ayo minum teh" ajak Nasyila.
"Sudah sholat Magrib Ardan?" Tanya Bagus.
"Sudah Pa, tadi di tempatnya Darius" jawab Ardan.
"Alhamdulillah" Gumam bagus singkat.
"Ardan, kamu kemarin baru datang. Sekarang langsung sibuk sampe pulang malam begini. Padahal mama suruh kamu datang minggu kemaren biar kamu gak terlalu capek"
"minggu kemarin Ardan gak bisa ma, banyak yang harus Ardan urus. Karena Ardan kan harus lama disini" jawab Ardan.
"Aah, itu bisa-bisanya mama kamu aja biar kamu cepet pulang" timpal papanya Ardan.
"Ma, pa, kenapa masih disini ini sudah jam 8 malam. Masuk yuk, kita ngobrolnya di dalam" ajak Ardan.
"Aaah ini masih sore" jawab Bagus.
"Mama sebenernya udah kedinginan sayang, tapi papamu masih minta ditemani tuuh" jawab Nasyila sambil bermanja pada anaknya.
"Ayo masuk pa! nanti masuk angin, rematik, trus apa lagi?" ajak Ardan sambil tersenyum melirik ke arah para pengawal.
Karena bagaimanapun juga, jika terjadi apa-apa pada seorang tuan besar pasti para pengawalnya lah yang akan kerepotan mengurusnya.
"Aaah, kamu tuh nganggap papa kayak orang tua penyakitan aja" jawab Bagus dengan muka datar seolah tak terima namun ia tetap berdiri dan berjalan mengikuti anaknya yang sudah berjalan terlebih dahulu bersama istrinya.
Para pelayan dan pengawal mengikuti mereka dari belakang. Rombongan keluarga yang diikuti orang-orang tersebut mirip sekali dengan rombongan karnaval yang sering diadakan di pusat kota karena saking cukup banyaknya pelayan dan pengawal yang menggiring mereka bertiga.
Setelah sampai di ruang keluarga, masing-masing dari mereka mengambil posisi. Tuan dan nyonya besar duduk berdampingan di sofa, kemudian Ardan duduk di karpet berbulu sambil tangannya memegang kaki papanya.
"Sini pa, istirahat. Biar Ardan pijit" ucap Ardan.
Nyonya Nasyila melihat kedua lelaki kesayangannya dengan tersenyum. Inilah yang ia rindukan dari Ardan. Sikapnya yang lemah lembut pada orang tua. Walau ia sendiri tau jika anak semata wayangnya ini sebenarnya agak keras dalam berprinsip dan berperilaku pada orang lain terutama perempuan. Maka dari itulah ada sedikit kekhawatiran dalam hati sang nyonya besar, yakni khawatir jika Ardan tidak berminat untuk menikah.
"Ardan" panggil Nyonya Nasyila dengan lembut.
"iya ma?" sahut Ardan.
"Apa mama sudah boleh membayangkan untuk punya cucu?" tanya Nyonya Nasyila sambil tersenyum menggoda putranya.
"Kalo cuma ngebayangin, ya dari sih boleh!" Tuan Bagus terkekeh menjawab pertanyaan istrinya.
"Bukan gitu! Iiiih papa nih" Nyonya Nasyila menjadi kesal.
"Ma, mama pengen Ardan nikah kan? Ardan pasti nikah. Tapi biarkan Ardan mencari pendamping yang tepat untuk Ardan ya Ma! Beri Ardan waktu!" ucap Ardan lembut sambil duduk bersimpuh di depan mamanya dan membelai lembut telapak tangan Nasyila.
"Mama selalu doakan supaya kamu dapat yang terbaik nak! Mama tidak pernah memasang kriteria apapun untuk calon menantu mama nanti, selama kamu bisa menilai baik, mama percaya itu! Jadi tolong, jangan banyak menunda ya nak!" ucap Nasyila sambil mengusap pipi anak kesayangannya.
"Yaa, jadi sebenarnya, papa memintamu untuk kemari adalah agar kamu mencari calon istri disini. Kalau bisa orang Indonesia saja lah. Jangan sampe kamu dapet bule. Pokonya jangan kembali ke London sebelum mendapat istri" kata Tuan Bagus dengan santai, namun terdapat aura tegas yang tersirat dari sorot matanya.
Tuan Bagus berdiri dari tempatnya, lalu beranjak dari ruangan itu menuju kamarnya.
"Ma, temenin papa!" kata Tuan Bagus mengajak istrinya.
Ardan hanya terdiam mendengar pernyataan papanya yang setengah berisi ancaman tersebut. Ia masih belum ingin untuk menikah karena beberapa alasan.
Pertama, ia belum menemukan perempuan yang pas dengan hatinya. Kedua, kebanyakan dari perempuan yang mengejarnya hanya melihatnya dari harta.
*****
Perumahan Wijaya Kusuma, Rumah Sasha
"Ini enak banget, pokonya brownis buatan kak Sasha paling top deh!" Puji Tasya adik Sasha.
"Hokonya haku hau hihuatin honis hiap hahi" (Pokonya aku mau dibuatin brownis tiap hari) ungkap Tasya lagi, namun kali dengan mulut yang kepenuhan karena sambil mengunyah.
"Tasya, kalo lagi makan jangan sambil ngomong" ungkap Sasha gemas sambil mencubit halus pipi adiknya.
"Besok-besok kak Sasha pasti buatin lagi, sekarang tugas kamu bantuin kak Sasha nyuci sono gih!" ucap Sofi, ibu tiri Sasha.
Tasya menjawab dengan gerakan tangan yang ditujukan ke dahinya membentuk pose hormat. Ia langsung berlari menuju ke ruang cuci tempat dimana Sasha berada.
Meski masih belia, usia Tasya yang masih 10 tahun, namun ayah dan ibunya selalu mengajari Tasya untuk melakukan pekerjaan rumah. Mereka berharap agar Tasya tumbuh menjadi anak yang mandiri seperti Sasha. Pekerjaan yang dilakukan Tasya memang mudah, tapi Tasya harus rutin mengerjakannya setiap hari. Semakin Tasya bertambah dewasa, semakin meningkat pula beban pekerjaan yang diberikan padanya.
Di ruang cuci
"Kakak, aku sudah selesai makan!" ucap Tasya riang disamping kakaknya.
"Kemari tolong peras baju-baju itu sayang, lalu masukkan ke pengering ya!" Sasha memberi instruksi dengan tetap meneruskan pekerjaannya.
"Hei Sha, perlu bantuan?" Fariz datang menghampiri Sasha sambil berjongkok disamping Sasha yang sedang mencuci celana milik ayahnya.
"Kenapa? cerita aja?" Tanya Sasha balik, seolah paham bahwa abangnya sedang memiliki masalah. Fariz memang kakak yang rajin dalam membantu Sasha mengerjakan pekerjaan rumah, kecuali satu yaitu mencuci. Fariz hanya mau mencuci ketika pikirannya sedang dipenuhi hal-hal, menurutnya mencuci itu bisa dia jadikan pengalihan. Atas dasar itulah Sasha mencoba paham jika sebenarnya kakaknya ini punya masalah.
"Gapapa. Mau bantu aja." Jawab Fariz.
"Bener gapapa?" tanya Sasha meyakinkan.
"Iya, sini gue bantu!" Jawab Fariz, sambil tetap diam di tempatnya.
"Ya udah kalo mau bantu, jangan diem aja, abang urusin yang di mesin cuci tuh sambil bantu Tasya!" Seru Sasha.
"Huuuuft" Fariz tetap diam. Dia malah menekuk mukanya dan menyembunyikan di antara lututnya.
"Orang tua Mira, udah minta abang buat ngelamar Sha!" kata Fariz memulai ceritanya.
"Kak mira minta dilamar?"
"Bukan Si Mira nya, orang tuanya!" jawab Fariz.
"Oooh, tapi bukannya kak Mira punya pacar kak?" tanya Sasha.
"Tau dah! Dia gak pernah jujur ama orang tuanya, cape kakak jadinya sha!" keluh Fariz.
"Iya, gimana dong kak Firda?" tanya Sasha.
"Ya gitu" jawab Fariz singkat.
"Terus yang kakak bingungin apa?"
"Ya itu" jawab Fariz lagi.
"Iiiish kakak nih!" Sasha mulai kesal. Dia membanting cuciannya hingga air cucian mengenai wajah Fariz.
"Iiiih basah tau!" ungkap Fariz sambil menghindar.
Tanpa mereka sadari Tasya sudah menyelesaikan pekerjaannya dan ikut berjongkok disamping mereka berdua.
"Kak Fariz mau nikah?" Tanya Tasya dengan polos.
Sasha kaget melihat adiknya sudah ada disampingnya. "Kamu udah selesei sya?" tanya Sasha yang dijawab dengan anggukan dari Tasya. "Abisin kuenya lagi sono gih!" seru Sasha.
"Beneran boleh? Asyiiik!" Tasya langsung berlari meningglkan mereka.
Setelah Tasya pergi.
"Kakak kan udah mapan, punya kerja, sedang meneruskan S2. Kalau kakak mau nikah, nikah aja. Sasha dukung kok siapapun pilihan kakak!" kata Sasha.
"Bukan gitu Sha, kakak masih bingung bagaimana caranya jujur ke orang tua Mira tentang hubungan kakak sama Mira. Lagipula kakak juga masih harus nunggu Firda selesai skripsi. Dan kuliah kamu, juga masih butuh biaya kan? kalau kakak nikah, siapa yang mau bantu biayanya?" jawab Fariz sambil mengelus rambut Sasha.
'maafin Sasha kak, Sasha jadi beban buat kak Fariz' Gumam Sasha
"Woy, jangan ngelamun. Jangan bilang kamu lagi mikir kalo kamu ngerepotin kakak" kata Fariz.
"enggak kok!" kata Sasha mengelak.
"Pake bilang enggak, kan emang iya?" saut Fariz sambil menyipratkan air ke muka Sasha dan ia pun langsung berlari.
"Kak Fariiiiiz!" Sasha berdecak kesal. Kakak tirinya itu memang menyebalkan, tapi ia tau jika sebenarnya Fariz sangat menyayanginya.
Sasha pun bergelut dengan pikirannya sendiri. Ia berpikir ingin cepat lulus kuliah, bekerja dan menikah. Bahkan jika ada laki-laki yang mau melamarnya sejak sekarang pun ia siap, asalkan itu bisa berhenti membuatnya merepotkan orang tuanya.
Menikah itu bukan sebuah hal yang buruk. Aku butuh seorang yang bisa kujadikan panutan dikala aku hilang arah, kujadikan sandaran dikala aku lelah, dan kujadikan sebagai satu-satunya kekasih yang membuat hidupku indah. ~ Sasha
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
moga saja Sasha berjodoh dengan Ardan
2023-02-26
0
Suminah
belum gereget
2022-05-19
0
Amira Dayana Natasya
adek ny yg bontot pake bahasa ap ya Thor.
2021-09-19
0