Beberapa saat kemudian, suasana kembali tenang. Masing-masing mereka tenggelam dalam pikirannya sendiri-sendiri.
Lalu tiba-tiba Tianyu terpekik dan meringis. Rasa panas merayap naik di kaki kiri dari pergelangan sampai ke pinggang. Pergelangan kakinya berdenyut-denyut.
Kedua kakaknya mengerling bersamaan.
"Ada apa?" tanya Li Qian.
"Kakiku…" Tianyu memekik dengan suara tercekat, lalu membeku dengan wajah pucat. Sebulir keringat menggelinding di pelipisnya. Ia menarik kakinya yang serasa terbakar dan menjulurkannya ke depan. Ia berusaha menggerakkannya. Lalu kembali meringis.
Kedua kakaknya turut meringis.
Tianyu merenggut tepi meja dan mencoba menarik tubuhnya ke atas. Rasa sakit yang tajam menikam pergelangan kakinya. Ia jatuh kembali ke lantai.
Kedua kakaknya bertukar pandang.
Tianyu duduk tegak, rasa nyeri menyengat seluruh persendiannya. Ia membuka sepatu kainnya yang setinggi lutut, membuka kaus kakinya dan menyusur jari di seputar pergelangan kakinya. Sudah terlalu bengkak hingga ia tak dapat lagi merasakan tulangnya.
"Apa yang terjadi?" desis Li Qian dengan dahi berkerut-kerut. "Kau bahkan tidak menggerakkan kakimu!"
Tianyu hanya membeku.
Jiao melongok melewati bahu Tianyu dan terperangah. "Mungkinkah kau disengat serangga?"
"Mana mungkin!" sergah Li Qian. "Sepatu dan kaus kakinya bahkan tak bisa ditembus kuman."
Tak berapa lama kemudian, pengawal Tianyu menyeruak ke dalam ruangan dengan tergopoh-gopoh, lalu membungkuk dan melaporkan, "Putri Han tergelincir di taman, kaki kirinya terkilir!"
"Kaki kiri?" pekik Tianyu.
Seisi ruangan serentak tercengang. Kemudian melirik kaki Tianyu bersamaan.
Sebenarnya apa yang terjadi? pikir Tianyu mulai ngeri.
Shi Yi mengangkat wajahnya dan mengedar pandang, mengawasi ketiga pangeran itu dengan alis bertautan.
Ketiga pangeran itu membeku dalam waktu yang lama. Lalu mengerjap serentak dan menoleh pada Shi Yi.
Tianyu berdeham dan memerintahkan, "Bawakan dia obat dan panggilkan tabib!"
"Baik!" sahut Shi Yi sembari membungkuk sekali lagi, kemudian berbalik dan bergegas keluar ruangan.
Tianyu menelan ludah dan menatap kakaknya satu per satu.
Kedua kakaknya hanya tergagap.
"Aku panggilkan tabib!" Jiao akhirnya membuka suara, memecah kebekuan, lalu beranjak dan bergegas ke koridor.
Tianyu bertukar pandang dengan Li Qian, tapi tidak berhasil menemukan kata-kata yang tepat untuk mewakili kekagetan mereka.
Ini terlalu aneh! pikir keduanya.
"Menurutmu… saat datang ke sini tadi, apakah dia menggunakan trik sihir?" Tianyu akhirnya berhasil membuka suara dan memulai percakapan kembali.
"Bukankah kau sendiri yang bilang kalau dia mencoba menyihirku supaya muak padanya?" tukas Li Qian.
"Bukan itu maksudku," sergah Tianyu setengah mengerang. "Hanya saja… semua yang terjadi padaku…"
"Kau pernah tinggal di Han'An cukup lama," timpal Li Qian. "Apakah selama itu kau tak pernah mendengar mitos keramat atau sejenisnya?"
Tianyu terlihat ragu, kemudian mengatakan, "Banyak sekali cerita rakyat di Han'An… tapi aku tak ingat ada yang mirip dengan kasusku."
"Aku ada ide!" kata Li Qian.
Tianyu menautkan alisnya, bersiap untuk mendengar gagasan kakaknya.
"Aku akan pergi ke museum sejarah dan mencari buku atau catatan mengenai Han," usul Li Qian.
Setelah Jiao kembali bersama seorang tabib, Li Qian beranjak dari tempat duduknya dan berangkat ke ibukota, sementara Tianyu beristirahat ditemani Jiao setelah tabib mengobatinya.
Menjelang tengah malam, Li Qian kembali ke kediaman Tianyu bersama dua pengawal pribadinya yang membawa setumpuk buku.
Semua buku berisi sejarah Bangsa Han dari masa ke masa.
Para pengawal Li Qian menaruh tumpukan buku itu di sisi meja teh. Lalu pelayan Tianyu menghidangkan sepoci teh dan aneka kudapan.
Ketiga pangeran itu mempelajari semua buku itu selama semalam suntuk.
Menjelang pagi, ketika mereka semakin terkantuk-kantuk, Li Qian akhirnya menemukan sebuah catatan yang menurutnya sedikit mirip dengan kasus Tianyu. "Dapat!" serunya sembari menepuk halaman buku yang sedang dibacanya.
Tianyu dan Jiao tersentak bersamaan. Lalu ketiganya mendadak tidak mengantuk lagi. Mereka berebut untuk membaca isi buku itu dan membahasnya dengan ketertarikan baru.
"Kutukan Darah Han!" Li Qian membaca judul halaman itu dengan lugas, kemudian membacakan isinya. "Bangsa Han memiliki darah yang sangat istimewa. Setiap tetes darahnya sangat berharga. Siapa yang menumpahkannya akan membayar mahal. Darah ganti darah, tulang ganti tulang… mata ganti mata… nyawa ganti… nyawa," Li Qian memelankan suaranya di akhir dan mengerling ke arah Tianyu dengan raut wajah syok.
Menumpahkan darah?
Tianyu mengulang-ulang pertanyaan itu dalam benaknya dalam satu jam terakhir. Ia duduk tercenung dengan bertopang siku, menyandarkan dagunya di buku jarinya. Matanya memandang kosong poci teh di atas meja.
Li Qian masih setia menemaninya sembari membolak-balik halaman buku lainnya sementara Jiao sudah tersungkur di meja sambil mendengkur.
"Tidak ada informasi mengenai kemampuan membaca pikiran," gumam Li Quan tanpa mengalihkan perhatiannya dari halaman buku yang sedang dibacanya. "Kurasa itu semacam efek samping dari gejala Kutukan Darah karena hanya dia yang bisa kau baca pikirannya."
Tianyu tidak menjawab. Pikirannya masih berkutat di seputar pertanyaan yang sama.
Menumpahkan darah?
Seingatnya dia tak pernah menumpahkan darah Bangsa Han. Terutama Han Lu Xi.
Kalau sampai dia melakukannya, gadis itu sudah pasti lenyap dari muka bumi.
Li Qian akhirnya mengangkat wajah, menatap Tianyu dengan alis tertaut.
"Menurutmu… apa artinya menumpahkan darah?" tanya Tianyu dalam gumaman pelan.
"Istilah menumpahkan darah memang terkesan terlalu sadis," komentar Li Qian. "Namun… dalam arti lainnya bisa merujuk pada… melukai!"
"Melukai?" Tianyu mengulang perkataan Li Qian dalam bentuk pertanyaan.
"Karena ini terkait dengan wanita… bisa saja artinya menodai," Li Qian menambahkan opsi.
Tianyu akhirnya mengangkat wajah, kemudian melotot pada kakaknya. Melontarkan tatapan tajam.
Li Qian terkekeh tipis. "Aku hanya memberikan pandangan," ia berkilah. "Coba kau ingat-ingat, apakah kau pernah melukai Putri Han?"
"Kalau aku melakukannya, dia pasti sudah mati!" sergah Tianyu bernada ketus.
"Dan yang terpenting adalah, kapan hal itu dimulai!" Li Qian menambahkan seraya menutup buku yang telah selesai di bacanya.
Kapan hal ini dimulai? Tianyu mengulang pertanyaan Li Qian dalam benaknya.
Lalu ia ingat sebelum Lu Xi masuk kediamannya, ia memergoki gadis itu sedang memanjat pagar tembok dan ia menarik ujung gaunnya, kemudian…
Sekelebat bayangan peristiwa ketika mereka jatuh bertindihan membuat wajahnya mendadak terasa panas.
Ia mengusap kasar wajahnya dan mendesah pendek. Lalu teringat bibirnya yang berdarah tanpa sebab. Bibir Han Lu Xi juga berdarah saat itu.
Itu dia! gumam Tianyu dalam hatinya. Tanpa sadar menyentuh bibirnya.
Li Qian mengawasinya. Sebelah alisnya terangkat tinggi.
Tianyu mengerjap dan memalingkan wajahnya. Sedikit tersipu. Lalu berdeham, "Menurutmu… aku harus bagaimana?" Ia bertanya sedikit salah tingkah.
"Menurutku, dia bisa menjadi kelemahanmu," imbuh Li Qian. "Jangan sampai hal ini tersebar keluar. Kalau tidak…"
"Aku mengerti!" potong Tianyu. "Tapi—"
"Mulai sekarang kau harus menjaganya seperti kau menjaga nyawamu!" giliran Li Qian sekarang yang memotong perkataan Tianyu.
Tianyu langsung mengerang.
"Tidak ada cara lain!" Li Qian berkilah. "Tidak ada informasi mengenai cara melepas kutukannya."
Tianyu melemas dengan ekspresi tak berdaya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Sry Handayani
lah untungnya emang MW dijodohin
2024-07-01
0