*****
Sampai di markas Lawan, aku melihat semua orang sedang bertarung satu sama lain. Kulihat, semua orang sedang sibuk bertarung satu sama lain. Richard bertarung dengan Adela, Raymond melawan Novaria, Clara melawan Luci dan Norman melawan Michael. Mereka sibuk bertarung satu sama lain disini.
Aku tidak melihat Vincent dan Isaak disini. Mungkin Isaak sudah memisahkan Vincent dengan anggota Lainnya. Richard yang sedang bertarung dengan Adela sempat menoleh ke arahku.
"Tepat Waktu Raphael, bantu aku melawannya."
"Baik."
Aku membantu Richard yang tampak kesulitan melawan Adela. Adela mengeluarkan sebuah air dari tangannya. Air yang tampak kecil itu lama kelamaan berubah menjadi seekor naga yang terbuat dari Air.
Dalam penglihatan ku, Naga yang terbuat dari Air itu mengenai tepat ke arah Richard. Aku segera memberitahu Richard tentang hal itu.
"Oy Richard, Menghindar….lah." Menoleh ke arah Richard.
Sebelum aku menyelesaikan kata-kataku, Naga air itu sudah mengenai Richard. Richard terpental sejauh 50 meter dari tempat dia berdiri.
Richard sepertinya sudah tidak kuat lagi setelah terkena serangannya. Dia langsung pingsan di tempat.
"Richard Abend kalah, 10 detik dari sekarang akan kembali ke Dunia Nyata."
Pengumuman kembali berkumandang.
{Sialan, aku terlalu lama untuk memberitahunya.}
Sesaat aku sedang berbicara dalam hati, sebuah serangan mengarah padaku. Karena respon ku terhadap serangan itu telat, aku terkena serangannya dan terpental seperti Richard. Kali ini serangan sebuah Pedang yang terbuat dari air menusuk ke tubuhku.
Aku jatuh terbaring.
"Sial, serangan yang mendadak sekali."
Aku mencoba bangun dari jatuh ku. Ketika mencoba untuk berdiri kembali, sebuah serangan kembali mengarah padaku. Sebuah hujan tombak air mengarah dari atas. Sontak aku menghindari serangannya yang sangat banyak itu.
Tidak bisa menghindar dari semua Tombak yang menghujani diri ku. Banyak sekali tombak yang menancap, rasanya seperti terkena tombak yang asli. Perihnya luka membuat ku terlihat kesakitan.
Antisipasi dengan serangan selanjutnya, fokus tanpa memikirkan perihnya luka yang kurasakan. Adela seperti memakai sebuah Serangan Mendadak setiap kalinya sehingga membuat yang dia lawan tidak bisa lengah sedikit pun.
Metode yang sangat bagus untuk menyerang lawan. Hanya saja, metode ini tidak terlalu efektif apabila yang dia lawan mempunyai fokus yang tinggi dalam pertarungan. Karena metodenya sangat mengandalkan ketidakfokusan lawan dalam pertarungan itu.
Aku bersiap dengan apapun yang akan mengarah padaku. Sebuah serangan muncul kembali, dengan segera aku menghindarinya. Kali ini, serangan yang diarahkan bisa kuhindari dengan baik berkat penglihatan ku yang mulai fokus kembali.
Serangan segala serangan mengarahku dengan banyaknya.
{Jika situasi berjalan di pihaknya secara terus menerus maka dipastikan aku akan kalah tak lama lagi. Aku harus keluar dari situasi yang menghimpitku.}
Aku hanya bisa menghindari tiap serangan yang dia arahkan. Yang kulakukan hanya sebatas bertahan tanpa menyerangnya. Aku akan kalah karena kehabisan tenaga. Aku mencoba mendekat secara perlahan sembari mempersempit jarak dengannya.
Mendekat secara perlahan sambil menghindari setiap serangan yang ada. Ketika kurasa jarakku dengannya sudah mendekat sesuai yang kuinginkan, aku membuat sebuah pistol. Sebuah pistol revolver berkaliber 44 dengan peluru yang tersedia hanya 5-7.
Yang artinya, aku hanya punya kesempatan maksimal 7x tembakan untuk mengalahkannya. Aku menarik pelatuknya. Tembakan pertama bisa di hindarinya dengan baik. Akurasiku dalam menembak tidak terlalu baik. Kalau aku menggunakan Pedang, jaraknya terlalu dekat dan akan mengutungkannya karena tidak perlu jauh-jauh untuk mengejarku.
Aku menarik pelatuk ku kembali untuk menembakkan peluru yang kedua. Kemampuan Future Sight ini sepertinya tidak terlalu baik digunakan untuk menyerang. Walaupun aku dapat melihat pergerakan selanjutnya, aku tidak bisa mengubah masa depan yang terjadi. Dia dengan mudahnya menghindari kembali peluruku.
Adela tidak terlalu banyak bicara karena dia seorang pendiam. Aku jarang melihatnya berbicara di dalam kelas maupun di luar. Aku lebih suka melawan seseorang yang banyak bicara ketimbang seorang pendiam. Seorang pendiam biasanya memiliki fokus lebih tinggi ketimbang seorang yang mempunyai banyak mulut.
Hal ini menyulitkan ku untuk menembak dengan jarak segini. Apalagi, dengan menghindari segala serangan yang dia berikan. Menyulitkan ku untuk mengenai target dengan akurasiku yang modal nekat saja.
{Aku perlu mempersempit jarak kembali kalau seperti ini. Sudah 2 peluru terbuang sia-sia, hanya tersisa 5 peluru yang bisa kugunakan.}
Aku kembali mempersempit jaraknya. Sembari memegang revolver, aku bergerak ke arahnya. Dia tidak berekspresi apapun selama aku mempersempit jaraknya. Malah yang ada dia makin leluasa menggunakan skillnya. Dia mengeluarkan sebuah naga air lagi di tangannya.
Naga air itu terbang kemari. Aku menghindari serangannya dengan membungkukkan badanku kebelakang seperti halnya posisi kayang. Naga air itu tepat melintas di atas tubuhku yang sedang membungkuk. Aku langsung kembali ke posisi semula. Berlari mempersempit jarak dengannya.
Aku memakai peluruku yang ketiga disaat berlari. Tidak disangka, peluru yang ke 3 berhasil mengenai pundak Adela. Terkena peluru itu, dia tidak terlihat seperti kesakitan. Dia tetap melanjutkan serangannya. Kali ini, sebuah ikan hiu terbuat.
Hiu mengarah kepadaku sembari dalam posisi siap menerkam targetnya. Aku memakai peluruku yang ke 4 untuk melawan itu. Sebuah peluru menembus tepat di kepala hiu Tersebut. Seketika, hiu itu menghilang dan tak berbekas.
Tersisa 3 peluru lagi yang menjadi sebuah penentuan pertarungan ini. Aku harus betul-betul tau momentum yang tepat untuk menembak.
"Raphael, sepertinya kamu itu tidak seburuk yang aku kira. Tubuhmu seperti sudah terlatih."
Jarang sekali kesempatan untuk mendengar suara Adela. Ini adalah pertama kalinya seseorang memuji hasil latihan ku sejak kecil.
"Terimakasih Adela, berkatmu aku sekarang semakin ingin membuktikan diriku."
"Sama-sama. Aku juga akan menggunakan seluruh kemampuan yang tersisa. Anggap saja ini adalah pertarungan yang setara."
Aku menarik pelatuk Revolver lagi. Adela langsung memakai kemampuannya untuk membuat sebuah dinding air di sekitarnya. Peluru yang harusnya tembus itu hancur lebur sebelum memasuki dinding itu.
Kini hanya tersisa 2 peluru lagi. Aku menembakkan 1 peluru ke bagian kaki Adela agar dia tidak mendapat tumpuan yang bagus.
"DORRR." Suara peluru yang keluar dari Revolver.
Peluru itu mengenai tepat sasaran. Salah satu bagian kaki Adela tidak bisa digunakan untuk sementara karena terkena tembakan. Tubuhnya pun menjadi tidak stabil untuk berdiri ataupun bergerak dengan leluasa.
Dia memaksakan tubuhnya untuk memakai kemampuan terkuatnya. Sebuah Golem air terbuat, Golem itu berlari ke arahku. Hanya tersisa 1 peluru yang kupunya, ini tidak bisa kugunakan untuk menyerangnya. Namun, kalau aku tidak menyerang Golemnya tidak akan ada yang berubah.
Kuputuskan untuk menggunakan peluru yang terakhir untuk mengincar inti Golem tersebut yang berada di dadanya. Sebelum itu, aku menunggu Golem tersebut mendekat agar akurasi yang bisa diberikan lebih tinggi dibandingkan menembak dari jauh.
Aku berdiam diri menunggu Golem itu mendekat. Golem itu pun sudah berada di hadapanku dengan sangat dekat. Aku langsung menaruh ujung revolver ku tepat di Dada Golem tersebut. Aku menarik pelatuk ku.
"DEERR."
Inti Golem itu pun hancur seketika. Kumpulan air yang membentuk sebuah Golem hanya tersisa menjadi sebuah arus air yang kecil. Revolver tanpa peluru yang kupegang ini akan aku pegang untuk menyerangnya.
Aku langsung menyerang Adela menggunakan tangan yang memegang Revolver. Menggunakan segala bentuk beladiri yang ku pelajari untuk menghajarnya. Gerakan yang gesit itu mengikuti sebuah serangan yang dihindari oleh Adela.
Memukul dan menendang mengkombinasikan dari banyak bagian tubuh yang bisa digunakan. Mulai dari memukul secara vertikal maupun horizontal. Adela menghindari segala serangan yang kuberikan.
Aku melihat, Adela seperti memasang sebuah kuda-kuda Ginga. Sebuah kuda-kuda yang berasal dari beladiri Capoeira. Aku menjaga jarak sedikit darinya agar tidak terkena sebuah serangan yang mendadak kembali.
Adela bergerak ke arahku dengan cepatnya. Melakukan sebuah tendangan setengah putaran dari arah luar menuju ke dalam. Dia mengincar kepalaku, aku menahan tendangannya menggunakan siku kananku.
Ketika aku sedang menahan kaki kanannya, dia melakukan sebuah tendangan kembali menggunakan kaki kirinya. Kali ini aku tidak bisa berbuat banyak. Aku terkena sebuah serangannya tepat di bagian kepala. Tubuhnya yang tampak memutar itu menunjukkan seberapa lentur tubuhnya dalam melakukan seni beladiri yang dia miliki.
Walaupun sudah menahan dengan tangan kananku, tetap saja ditendang dengan kencang menggunakan dua serangan dari arah yang berlawanan membuatku sedikit terpental ke arah belakang.
{Capoeira, dengan kakinya yang lentur itu, seni bela dirinya menjadi sangat kuat.}
Kepalaku seketika merasakan pusing dengan terkena tendangan yang lumayan kencang itu. Tak diberi istirahat olehnya, tendangan memutar kali ini menarget langsung ke arah tubuhku. Gerakan memutarnya itu membuatku susah untuk menahannya.
Terkena serangannya sekali lagi membuat tubuhku terasa lemas seketika. Tidak ada yang bisa kulakukan dalam hal ini. Bela Dirinya jauh lebih baik dibandingkan dengan beladiri ku.
{Sial, gerakan Capoeira ini tidak bisa kutahan. Kekuatannya tidak main-main.}
Aku segera menyerangnya untuk mengakhiri ini. Berlari dengan cepat sebelum Adela sempat melakukan sebuah gerakan kembali. Dengan keadaan pusing dan tidak stabil, tubuhku bergerak ke kanan dan kiri bagaikan sebuah gerakan zig zag.
"Sudahlah Raphael, sebaiknya menyerah agar tidak terluka lebih parah. Kuakui kau memang kuat, tapi untuk hal ini, aku jauh lebih kuat ketimbang dirimu."
Adela mengayunkan kaki kanannya ke arah atas. Aku anggap ini sebuah pertaruhan terakhir dariku. Aku mengumpulkan energi terakhirku ke Pukulan terakhir yang bisa kuberikan. Ketika sudah mendekat, kami berdua memberikan sebuah serangan dari arah berlawanan.
Aku menganyunkan tanganku dari bawah ke atas, sedangkan Adela menganyunkan kakinya dari atas ke bawah.
"HIYAHHHH!"
Aku berteriak dengan kencang. Pukulanku mengenai tepat ke bagian Dagu Adela. Namun, aku pun juga terkena tendangannya tepat di bagian punggung ku. Kami berdua berhasil melayangkan serangan masing-masing dengan tepat.
Aku yang terkena tendangannya langsung tersungkur di tanah. Adela pun juga sama, setelah terkena Pukulan ku yang tepat mengenai dagunya dia langsung terbaring di tanah. Adela jatuh dengan posisi telentang.
Adela langsung tidak sadarkan diri setelah itu.
"Adela Agraze Kalah, 10 detik dari sekarang akan dikembalikan ke Dunia Nyata."
Pengumuman kembali berkumandang.
{Sial, aku harus menyerah sepertinya. Tidak ada yang bisa kulakukan kembali saat ini. Tubuhku tidak bisa digerakkan.}
Sepertinya aku harus menyerah saat ini. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan dengan tubuh yang tidak bisa digerakkan ini. Jangankan bergerak, tubuhku seperti mati rasa. Hanya kesadaranku yang masih utuh sampai saat ini.
"Aku Menyerah."
Adela memiliki sebuah skill yang bagus ditambah dengan beladiri yang dia miliki tampak membuatnya seperti tak ada celah sedikitpun tadi. Kurasa tadi Adela sempat mengalah disaat serangan terakhir. Dia bisa menghindari Pukulanku sebenarnya. Namun dia sepertinya lebih baik menerima Pukulanku ketimbang menghindarinya.
"Raphael Ignite Kalah, 10 detik dari sekarang akan dikembalikan ke Dunia Nyata."
Kembali lagi Suara Pengumuman itu selang beberapa detik saja.
"Aku rasa, aku harus berbicara dengannya lagi nanti. Aku bisa memintanya untuk mengajarkan beladiri Capoeira miliknya."
Aku pun pindah dari Dunia Dimensi ke Dunia Nyata setelah 10 detik. Berada di sebuah tempat seperti sebuah tabung. Aku melihat di sampingku juga ada Adela yang masih tidak sadarkan diri.
Sebuah pintu otomatis terbuka.
"Kerja Bagus Raphael."
"Iya, Kau berhasil mengalahkan Adela dengan kekuatanmu yang seadanya itu. Aku terlalu memandang rendah dirimu sepertinya."
Ternyata Alice dengan Alvian yang datang kemari menemuiku.
"Terimakasih Alice, Alvian."
Aku masih merasa tubuhku tidak bisa digerakkan walau sudah berada di Dunia Nyata.
"Anu Alvian.." dengan posisi tubuh masih tengkurap.
"Apa Raphael?"
"Bisa minta tolong angkat ke UKS gak? Tubuhku tidak bisa digerakkan sama sekali."
"Oke, aku akan membantu mengangkatmu ke UKS."
"Terimakasih sekali lagi ya Alvian."
Alvian segera mengangkat tubuhku yang tidak bisa digerakkan. Dia menggendongku di punggungnya dengan cepat. Aku merasa malu karena digendong oleh seorang laki teman kelasku. Ya walaupun ini adalah situasi mendesak yang tidak bisa kuubah.
Alice juga mengangkat Adela seperti seorang tuan Putri. Alice dan Alvian dengan cepat berjalan menuju UKS.
******
Sesampainya di UKS, aku dan Adela sama-sama berbaring di Kasur yang disediakan.
"Aku pergi dulu ya Raphael, aku mau melihat permainannya lagi."
"Baik Alvian, nanti aku akan menyusul setelah istirahat sebentar."
"Oke, kutunggu."
Alvian dan Alice pergi dari UKS setelah mengangkat tubuh kami berdua ke UKS. Tidak ada siapa-siapa disini. Hanya ada aku dan Adela yang terbaring. Perawat yang biasa bekerja di UKS tidak kelihatan disini.
Mungkin karena efek kelelahan karena memakai kekuatan yang berlebihan, saat ini aku mulai mengantuk. Aku berisitirahat sebentar untuk memulihkan energi yang terkuras banyak saat permainan tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments