Kisah Yang Belum Tuntas
Ketuk palu serta pembacaan putusan Hakim dua tahun yang lalu atas perkara pengajuan cerai yang dilakukan Meta-Mantan istrinya masih teringat jelas di benak Adnan. Menjadi bayang-bayang menakutkan setiap dia bangun dari tidur. Kisah rumah tangga yang dibangun hampir sepuluh tahun itu kandas karena alasan anak yang tak kunjung hadir. Bagi sebagian orang kehadiran anak dalam rumah tangga memang sangat dibutuhkan. Apalagi bagi mereka pebisnis yang akan mewariskan usaha pada keturunannya. Selalu harus ada keturunan minimal satu.
Adnan sendiri merupakan seorang anak pengusaha yang memiliki masalah dengan sistem reproduksinya. Hal itu yang membuat Meta nekad mengajukan perceraian.
"Maaf, Mas. Aku gak bisa bertahan dalam rumah tangga kita tanpa kehadiran anak. Aku tidak ingin kesepian di masa tua nanti." Ucapan yang dikumpulkan Meta sebelum mereka benar-benar berpisah.
Miris. Adnan sempat terpuruk. Bahkan samapi harus melakukan konseling dengan psikiater. Setelah mulai membaik, Adanan mulai bangit. Kesedihan pasca perceraian dia alihkan pada pekerjaan. Adnan menjelma menjadi sosok yang gila kerja. Rumah mewah yang dia bangun tak pernah lagi disinggahi. Sebab dia memilih tinggal dipartemen yang dekat dengan kantor. Itu pun dia gunakan hanya sekedar untuk istirahat. Pulang jam sepuluh malam, bersih-bersih lanjut tidur. Bangun pagi-pagi, setelah rapi langsung berangkat. Untuk sekedar sarapan pun dia lebih memilih di luar.
Suara pintu yang dibuka membuat Adnan sejenak mendongak dari layar laptop yang menyala. Ternyata yang datang adalah Arif rekan bisnis yang satu bulan lagi akan melepas masa lajang.
"Nih dari Meta." Arif meletakan kartu undangan di meja Adnan.
"Kapan?" Adnan tak berniat membuka undangan itu dan memilih mendapatkan informasi dari sahabatnya.
"Dua minggu lagi, tepanya hari sabtu tanggal 28 bulan ini. Dia berpesan agar kamu datang jangan lupa bawa pasangan katanya."
Adnan tertawa setelah menutup laptop. Melirik sekilas pada kartu undangan yang terlihat mewah.
"Bilang sama dia, gak perlu khawatir. Saya pasti datang," balas Adnan sambil menghubungi bagian OB meminta dibuatkan kopi untuk dirinya juga Arif.
"Rencana mau bawa siapa?"
Kerutan di kening Adnan terlihat jelas setelah mendengar pertanyaan dari Arif.
"Sendiri lah. Ngapain repot-repot bawa pasangan. Gak wajib kan?" Jari Adnan bermain di atas meja hingga menghasilkan bunyi tuk tuk tuk.
"Wajib ... karena itu bukti bahwa kamu sudah move on dari Meta. Bisa besar kepala dia kalau tahu kamu belum juga move on." Arif meyandarkan bagian tubuhnya agar terasa santai. Pertemuanya dengan Adnan kali ini memang bukan untuk pembahasan bisnis. Melainkan menyampaikan amanah dari Meta.
Adnan semakin tergelak dengan penuturan sahabat sekaligus rekan bisnisnya. "Biarkan saja dia besar kepala. Dengan saya datang dan terlihat baik-baik saja itu menunjukan bahwa saya sudah move on. Saya gak mau repot, Rif. Apalagi harus menyewa seorang perempuan untuk menemani kondangan. Mending kalau nyarinya mudah lah kalau susah?"
"Kan kamu bisa ajak Senja-sekretaris kamu. Kayaknya dia naksir sama kamu," balas Arif mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada OB yang telah menyajikan minuman untuknya.
"Ngaco. Intinya saya tidak mau repot. Saya bakal datang sendiri," putus Adnan menyesap kopi yang masih mengepulkan asap sehingga ara tercium begitu kuat.
"Ya, ya ya terserah ku aja. Bebas," balas Arif tak pelak menimbulkan tawa.
***
Hari itu telah tiba. Adnan datang sesuai ucapannya. Dia datang seorang diri. Seorang pria tampan yang keluar dari mobil paling paling mahal, serta memiliki tubuh tegap mempesona di balik balutan pakaian yang tak kalah mewah. Adnan melenggang santai menuju pelaminan di antara tatapan orang-orang yang mengaguminya.
Pesta yang dibuat Meta memang pesta yang mewah meriah. Yang menghadiri pun bukan hanya sanak saudara dan kerabat dekat, tapi para petinggi negara pun sebagian terlihat hadir.
Langkah tegap Adnan berhenti di depan dua mempelai yang menyapa dengan senyum ramah. Ucapan serta doa tulus yang diucapkan Adnan diaminkan langsung oleh Meta dan suami.
"Datang sendiri, Mas?" tanya Meta. Sejak kedatangan Adnan yang di sorot lampu, matanya celingukan karena rasa penasaran dengan siapa mantan suaminya datang. Namun sampai saat dia bertanya, dia tidak melihat ada perempuan lain yang berdiri di samping sang mantan.
"Iya saya datang sendiri. Saya tidak akan mendapat hukuman kan karena datang seorang diri?" jawab Adnan dengan sedikit guyon.
Suami baru Meta tertawa mendengar jawaban Adnan yang bercanda. Tak jauh beda dengan bibir merekah milik Meta yang semakin tersenyum lebar saat menghetahui Adnan datang seorang diri. Dia mengartikan bahwa mantan suaminya memang belum bisa move on dari dirinya.
"Ternyata benar dia belum bisa move on dari aku."
"Sekali lagi saya ucapkan selamat. Doa baik dari saya akan menyertai kehidupan baru Anda berudua."
"Terima kasih, Pak Adnan," kata suami barunya Meta.
Usai mengucapkan selamat, Adnan menyapa sesama rekan bisnis yang juga hadir atas undangan Meta. Dia terlihat santai dan menikmati pesta, bahkan masih bisa tertawa lepas saat salah satu rekan bisnisnya melontarkan guyonan
Adnan merasa sudah cukup untuk hadir di sana. Dia sudah terlihat baik-baik saja di mata Meta. Dia pun pamit pada rekan-rekannya yang masih menikmati pesta.
"Mau kemana Pak Adnan kan pesta belum selesai?" tanya salah satu dari mereka. Berdiri menyalami Adnan.
"Biasalah mumpung malam minggu," kekeh Adnan.
"Wah sepertinya kami akan mendapat undangan lagi setelah ini," ujar yang lain masih melemparkan guyonan.
"Pasti. Saya harap secepatnya," Balas Adnan masih dalam mode bercanda. "Rif, saya duluan."
"Oke, hati-hati," balas Arif yang juga berdiri bersama pasangannya.
Saat Adnan berbalik seorang anak kecil berlari dan menabraknya. Bersamaan dengan itu terdengar suara yang sepertinya tidak asing bagi dirinya.
"Kan ... tadi sudah Ibu bilang jangan lari-lari," ujar perempuan itu. Menarik pelan tubuh si anak kecil.
Jantung Adnan seperti mendadak tak bekerja. Dia berdiri memaku di tempat. Diam seperti patung saat pemilik suara itu mendekat dan meminta anak kecil yang tadi menabrakanya untuk kembali ke meja mereka. Anehnya perempuan itu terlihat santai. Bahkan masih melemparkan senyum manis dan mengucapkan kata maaf setelah anaknya meminta maaf lebih dulu. Berbeda dengan Adnan yang hatinya seperti diporak porandakan.
"Nan, Oke?" tanya Arif menepuk pundak Adnan dan membuyarkan keterpakuan Adnan.
"Oke. Saya oke." Adnan kembali melangkah melanjutkan niat semula yang hendak pulang.
Hembusan nafas kasar terdengar saat tubuh Adnan sudah masuk ke dalam mobil. Jantungnya masih berdetak cepat. Padahal dari dalam dia jalan biasa bukan habis lomba lari maraton.
"Kenapa dia bisa ada di sini?" Dia bertanya sendiri dan tidak mendapatkan jawaban. Tadinya dia hendak menunggu perempuan tadi keluar, namun setelah dipikir-pikir bisa saja perempuan tadi hanya seseorang yang mirip. Bukan benar-benar seseorang di masa lalunya.
Sebelum benar-benar meninggalkan gedung tempat pesta pernikahan Meta, Adnan masih sempat menoleh, berharap perempuan tadi muncul agar dirinya mendapatkan jawaban yang membuatnya tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments