Kelima anggota keluarga Blair tiba di rumah yang mereka tempati selama kuliah hampir bersamaan. Duncan datang terlebih dahulu bersama Scarlett dengan mobil BMW SUV nya lalu lima belas menit kemudian Aslan dan Diana datang dengan mobil Mercedez SUV dan terakhir Indiana datang dengan mobil mini Cooper nya.
"Kalian dapat tausiyah?" tanya Duncan ke adik-adiknya. Meskipun usia Duncan dan Aslan hanya berbeda beberapa bulan, tapi tetap saja pria bermata biru itu mengangkat dirinya sebagai kakak tertua.
"Tausyiah dan hukuman. Seriously D ! Besok lagi kalau elu gelut, gue kagak mau ikutan !" sungut Aslan yang harus bagian cuci piring dan ngepel rumah. Meskipun jaman semakin canggih, tapi Nadya tetap sadis menghukum kedua anaknya. Ngepel dengan kain pel model jadul, yang harus berjongkok - jongkok.
"Hei, sesuai dengan motto kan? No rusuh no life..." cengir Duncan.
"Shut up !" balas Indiana sambil masuk ke dalam rumah. "Mataku pedas mantengin kasus bokap, tahu nggak !"
"Setidaknya kan kamu cuma urus arsip, Indy" balas Diana.
"Tapi kamu kan di rumah ! Bisa nonton Netflix, tidur siang ... Aku apa kabar, Di !" omel Indy. "Pokoknya besok kalau aku sudah jadi pengacara, kagak mau belain Duncan Blair ! Bikin pusing !"
***
Lima Tahun Kemudian, Jang Corp Factory Poughkeepsie New York
Duncan melepaskan kacamata anti radiasinya setelah hampir sepagi ini menatap layar monitor untuk membuat formula senjata spionase yang terbaru. Duncan bukannya tidak tahu bahwa dulu saat dia masih junior high school, kakaknya terlibat gegeran di Turin dan Brazil. ( Baca Mafia dan Yakuza Brothers ). Bahkan sampai Omanya, Jang Geun-moon, maju ke Senat dan melawan CIA.
Duncan mengakui bahwa keluarganya sangat - sangat berani apalagi jika mereka tidak berbuat salah, maka semuanya akan mereka lawan. Tak heran prinsip itu dipegang oleh semua keturunannya.
Pria berusia 25 tahun itu pun berdiri dari tempat duduknya lalu merenggangkan punggungnya dan melakukan gerakan ke kiri dan kanan untuk melemaskan pinggangnya. Setelahnya Duncan keluar dari ruang kerjanya dan mengunci pintunya. Seperti ayahnya, Duncan sangat suka membuat dan meneliti sesuatu.
Di usianya ke 15, Duncan bahkan mematenkan peluru tembus pandang yang berisikan obat bius dosis tinggi. Bahkan pria itu berkolaborasi dengan adik sepupunya yang super mereog, Raihanun Park, yang hobi membuat formula macam-macam.
Duncan, Raihanun dan sepupunya yang lain, Ararya Rao, suka membuat macam-macam penelitian. Jika Raihanun memilih kuliah di teknik sipil, Ararya adalah dokter yang lebih suka bekerja sebagai peneliti obat terutama obat tradisional herbal. Tak heran jika dia memilih terbang ke Shanghai mengambil pendidikan Farmakologi dan toksikologi di Fudan University karena paling lengkap.
Duncan pun berjalan menuju cafetaria perusahaan milik Jang Geun-moon dan sekarang dipegang oleh Giordano Smith, putranya. Meskipun Gio adalah Oomnya Duncan, tapi pria itu tetap profesional. Jika Duncan berbuat kesalahan, tidak segan Oomnya itu menegur. Bagi Duncan, hal itu bukan masalah karena Gio berhak melakukannya dan hal itu memacu Duncan untuk tidak berbuat kesalahan lagi.
Pria bermata biru seperti ayah dan opa buyutnya tiba di cafetaria dan segera memilih menu makan siang. Usai membayar dengan kartu perusahaan, Duncan pun duduk di tempat yang masih kosong apalagi jam makan siang pasti penuhnya.
Duncan menikmati makan siangnya ketika melihat seorang gadis membawa nampan celingukan mencari tempat duduk. Biasanya Duncan bodo amat dengan orang yang bingung cari meja kosong tapi entah kenapa hari ini dia baru melihat gadis berambut coklat dengan dicepol tinggi.
"Hei ! You ! Bun hair !" panggil Duncan membuat gadis itu menoleh ke Duncan. "Sit here !"
Gadis itu berjalan menghampiri Duncan dan duduk di hadapannya. "Thank you. Aku sudah lapar tapi meja semua penuh..." ucap gadis itu dengan suara merdu beraksen Inggris.
"British?" tanya Duncan cuek.
"Yes. Aku dari London. Namaku Serena Kirrin. Baru seminggu kerja disini. Siapa namamu?" tanya gadis cantik itu.
"Duncan O'Grady" jawab Duncan.
"Brit?"
"Mix... A lot" jawab Duncan sambil minum es tehnya.
"Really? Apa saja?" tanya Serena sambil menyesap kopinya.
"Brit, scotish, Irish, Javanese, American."
Mata biru Serena terbelalak yang membuat Duncan merasa geli melihat wajah gadis itu lucu dan menggemaskan. "Semua kamu borong? Maksud aku yang dari Great Britain. Kurang Welsh !" gelak Serena.
"Mau gimana lagi?" Duncan mengedikkan bahunya.
"Kamu Irish decent?" tanya Serena.
"Yup" jawab Duncan.
"Mar sin, is féidir leat Gaeilge a labhairt ( Jadi, kamu bisa bicara Irish Gaelic )?" tanya Serena dengan wajah usil.
"An bhfuil tú ag tástáil orm ( kamu ngetes aku )?" balas Duncan membuat Serena tertawa.
"Ternyata pindah pekerjaan disini tidak membuat aku homesick kalau ada teman yang bisa Irish Gaelic..." ucap Serena senang.
"Kamu Irish decent juga?" Duncan menatap Serena bingung.
"Memang nama belakang Kirrin darimana, O'Grady?" gelak Serena. "I'm an Irish decent tapi lama di London."
"Well, aku kan tidak hapal" jawab Duncan sambil manyun.
"Apa karena rambutku tidak Brunette karena rata-rata Irish pasti rambutnya Brunette ( coklat )?" Serena memakan ikannya. "This is so good."
"Probably. Aku dan adikku sama-sama Brunette" jawab Duncan. "Eh tapi Oma ku juga blonde ... Karena Oma buyut ku blonde tapi opa buyut masuk Brunette. Kalau papaku memang Brunette. Tunggu Kirrin, kita membahas apa sih?"
Serena tergelak. "Ya ampun O'Grady... Kamu pasti terlalu keras bekerja jadi otakmu kacau."
"Perhaps. Kamu di divisi apa?" tanya Duncan.
"HRD. Sejujurnya aku bosan di London dan iseng melamar kemari via LinkedIn dan dipanggil wawancara. Eh langsung di hire dan sekarang aku masih mencari apartemen yang cocok" jawab Serena.
"Cari studio atau dua bedroom?" Duncan menatap gadis yang tampak santai itu.
"Kalau bisa dua bedroom. Apa kamu ada pandangan di Poughkeepsie ini? Sebab awalnya aku kira akan bekerja di New York tapi ternyata ini jauh dari New York."
"Satu setengah jam kalau naik mobil dan hampir tiga jam naik kereta. Aku juga sama dengan mu. Anak Manhattan New York yang menyasar disini... Dan tidak jelek amat karena lebih tenang daripada Tembok Beton."
"Wah, kita sama-sama dari kota padat ke kota yang lebih tenang" senyum Serena.
"Bagaimana besok Minggu aku temani mencari apartemen? Mumpung aku tidak pulang ke Manhattan karena kedua orang tuaku sedang ke Dubai" tawar Duncan.
"Serius?" Mata biru Serena tampak berbinar. "Alhamdulillah, ada temannya mencari apartemen sebab tinggal di hotel boros."
Duncan tertegun. "Alhamdulillah?"
"Yes, I'm a Muslim. Apakah kamu tahu, Islam adalah agama ketiga terbesar di Irlandia setelah katolik dan protestan?" jawab Serena.
Duncan tersenyum. "Assalamualaikum Serena Kirrin..."
Serena semakin sumringah. "Wa'alaikum salam Duncan O'Grady."
Duncan Blair O'Grady
Introducing Serena Kirrin
***
Yuhuuuu Up Sore Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
ahyuun.e
beh udah di salamin dulu ni ma duncan xixixixixi alamat jadi calon makmum kamu seren wkwkakakk
2023-12-30
1
amilia amel
calon pawangnya duncan
2023-09-29
3
Ratna Florenzi
serena kok kaya ajeng versi bule ya...😅😅😅
2023-09-22
2