BAB - 8

  Seharian keluarga Indra Wiguna mengabiskan waktu Weekend bersama diluar rumah, mulai dari makan bersama hingga berbelanja keperluan peribadi dan juga rumah tangga.

Hingga malam menyapa kota terbesar ke tiga di Indonesia itu barulah mereka beranjak pulang kerumah.

Ditengah perjalanan, hingar-bingar suasana masyarakat yang menyambut malam panjang di tengah Kota Medan yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara sekaligus jantung Kota perdagangan dan bisnis.

Mereka menikmati suasana malam itu dalam peejalanan pulang menuju Deli Serdang tempat mereka menetap saat ini.

Meski jalanan macat dan kebisingan kota tidak membuat mereka kelelahan, sebab kanan kiri kota terdapat lampu-lampu hias penerang kota Metropolitan tersebut.

......................

   Pagi itu adalah hari dimana Indra akan berangkat ke luar kota, segala keperluan telah dipersiapkan oleh sang istri.

"Semua udah beres ma?" kata Indra sambil menggunakan sepatu.

Indra menggunakan setelan kemeja kotak-kotak hijau berlengan pendek dan celana jens bewarna coklat membuat dirinya bertambah gagah, sebab kulitnya yang terang menjadikan pakaian itu ngecas ditubuhnya yang bidang dan tinggi itu.

"Sudah pa, nanti kalau sudah tiba di Manado kabari mama ya?" ucap sang istri tercintanya.

"Iya, mama dirumah hati-hati, kalau ada apa-apa segera lapor ke Security baru kita, atau mama bisa juga mengabari papa" ucap Indra pada istrinya.

Tangan Widiya diletakkan di bahu suaminya, sambil tersenyum, Widiya merapikan kerah baju kemeja suaminya.

Indra memberikan kecupan dipipi kanan dan kiri Widiya

Muacchh.... Muaaccchh...., mata Widiya pun terpejam sesaat.

"Ya, papa berangkat ya" ucap Indra sambil tangannya mengusap-usap kepala Widiya.

Dengan menganggukkan kepala dan tersenyum Widiya memeluk suaminya "iya, hati-hati ya pa, ingat pesan mama" kata Widiya sambil mengantarkan suaminya keluar.

Indra segera masuk ke mobilnya dan Pak Marwan telah siap mengantarkan tuannya menuju langsung ke Bandara Kuala Namu.

Mobil hitam itupun keluar, seorang Security baru dirumah itu membukakan pintu gerbang, dan kemudian menutupnya kembali setelah mobil Indra keluar dan hilang dari pandangan mata.

Widiya masih berdiri didepan teras halamannya melihat jejak-jejak suaminya, dia tersenyum dan kemudian masuk kedalam rumahnya.

"Bi, apa Putei sudah bangun?" tanya Widiya menghampiri bu Tina.

"Belum kayaknya bu" jawab bu Tina sembari memotong bawang merah.

"Katanya dia mau masuk pagi, ini udah jam berapa kok belum bangun" omelan kecil dari Widiya sambil berjalan menuju lantai dua kamar Putri.

Tok.. Tok.. Tok..

"Putri...., udah siang nak, mau jam berapa ke kampus?" ucap Widiya kepada anaknya.

Tok... Tok... Tok..

Widiya terus mengetuk pintu kamar itu, "Putri..., bangun nak" suara Widiya kembali memanggil anaknya.

"Iyaaa..., ma" akhirnya panggilan itupun terjawab oleh Putri sambil matanya masih tertutup dan segera dia merenggangkan seluruh tubuhnya.

"Cepat..., jam berapa kekampusnya?" tanya Widiya kembali dari luar kamar.

"Jam setengah supuluh ma" jawab Putri yang masih terbaring diatas tempat tidur.

"Ini udah hampir jam sembilan, mau jam berala lagi bagun? Belum mandi lagi, pakaian lagi, sarapan kamu lagi itu" ucap Widiya dengan repetan yang bertubi-tubi kepada Putri.

"Aaahhh..., iya maa...." teriak putri dari dalam sembari dia bangun dan segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

"Huuu, anak inilah, tiduuuuur aja, bukannya bangun udah siang" omelan Widiya sambil melangkah turun kembali ke lantai bawah.

"Kalau tidak dibangunin, nggak bangun juga!" kata Widiya kembali sembari ngomel-ngomel sambil menuruni anak tangga.

"Nia...., nia...." panggil Widiya kepada pembantunya yang baru bekerja beberapa hari.

"Iya bu....." jawab Nia yang datang dengan segera menghampiri Widiya.

Nia adalah pembantu baru yang direkrut oleh Widiya beberapa hari lalu guna membantu pekerjaan bu Tina, Nia saat ini berusia 19 tahun dan baru saja datang dari kampungnya di Kota Kisaran, gadis itu memiliki kulit yang hitam manis dengan tinggi kira-kira 158 cm.

"Ntar kalau udah selesai, tolong ibu bersihkan rumput di halaman depan ya" kata Widiya sambil duduk didekat meja makan dengan nafas yang masih tersengal-sengal menahan amarahnya kepada sang anak.

"Iya bu, nanti saya kerjakan" ucap Nia dan kemudian dia segera berlalu naik kelantai tiga untuk melanjutkan pekerjaannya mencuci pakaian.

Tidak berapa lama kemudian Putri turun dari lantai dua dengan bersiap-siap berangkat ke kampusnya.

"Masak apa bi?" tanya Putri sambil membuka tudungsaji yang ada di meja makan.

"Itu non, ada bubur sum-sum" kata bu Tina.

Putri segera mengambil piring kemudian mencedok bubur itu masuk ke pringnya.

Dia menikmati sarapannya di pagi itu.

"Kamu mau ke kampus jam berapa coba?" tanya Widiya yang keluar dari kamar tidurnya dan mendekati Putri yang sedang makan.

"Katanya mau bangun pagi, ini udah jam berapa coba?" repetan Widiya didepan Putri nya tersebut.

"Ia lo ma, kan ini udah mau berangkat" jawab Putri yang terus menikmati bubur tanpa melihat ke arah Widiya sekalipun.

"Udah gadis tidurnya bangun siang-siang, kamu fikir itu baik apa?" ucap Widiya kembali, "jauh rezekimu tau nggak?" cecar Widiya yang terus mengomeli putrinya dengan rasa kesal.

Putri hanya terlihat santai melihat mama-nya yang sedang mengomel itu, sesekali dia tertawa kecil mendengarkan omelan mama-nya.

"Ketawa lagi dibilangi, apa kau pikir mama mu ini pelawak apa?" kata Widiya kesal melihat putri yang sedang terawa seolah-olah tengah mengejek dirinya.

"Udalah ma nggak usah merepet terus, capek ntar mama" jawab Putri sambil berjalan meletakkan piring bekas makasnya dan bersiap-siap berangkat ke kampusnya.

"Dasar anak zaman sekarang, kalau dikasih tau begitu, orang tua satu kata eh, dia udah tiga kata" ujar Widiya dengan kesal.

Saat ini Widiya sedang benar-benar emosi melihat tingkah putrinya itu, sehingga nafasnya pun tersengal-sengal.

"Udah ma, nggak usah merepet lagi, ntar darah tinggi lagi mama" sebut Putri sambil berlalu meninggalkan mamanya.

Putri segera menstater motor metic nya dan kemudian dia segera melajukan motor itu untuk ke kampusnya.

Widiya hanya melihatnya dari dalam rumah dan sesekali melirik kearah Putri yang telah melajukan motornya.

Suasana dalam rumah tersebut terasa lebih ramai dengan adanya omelan demi omelan dari Widiya kepada Putrinya yang paling kecil tersebut.

Sebenarnya Widiya tidak ingin memjadikan putrinya itu menjadi seorang pemalas, dia ingin Putri menjadi wanita yang tangguh, rajin, cerdas dan giat.

Itulah sebabnya dia selalu memarahi putri setiap kali putri tidak mau bangun pagi dan juga bekerja memberesin kamarnya.

Widiya sangat sayang terhadap anak-anaknya, hanya saja Putri orangnya sedikit berbeda dari kakak laki-lakinya yang begitu patuh kepada Widiya.

Terpopuler

Comments

Muliana

Muliana

udah di subscribed juga ya thor

2023-11-09

1

Sena judifa

Sena judifa

anak2 kn beda2 iya nggak thor😁😁

2023-11-04

0

auliasiamatir

auliasiamatir

berltulllll itu mah

2023-10-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!