"Selamat ulang tahun, anakku Aqila. Semoga jadi anak yang sholehah, pintar dan rejeki lancar," ucap kedua orangtua Aqila bersamaan dan diikuti Azka.
"Mas Azka, mana kadonya?" tanya Aqila yang menyodorkan kedua tangannya meminta hadiah ulang tahun.
"Astaga Mas Azka lupa! Sebentar, Mas ambil dulu di kamar." kata Azka seraya pergi dari hadapan adiknya menuju kamar belakang.
Aqila yang melihat hal itu hanya terdiam dan melongo akan kepergian kakaknya itu. Sedangkan, Pak Baron dan Ibu Dalia tersenyum bahagia melihat kebersamaan keluarga kecilnya walau hidup menumpang di rumah seorang teman masa sekolah Ayah Aqila yang sudah dianggap seperti saudara sejak lulus sekolah.
Tak berapa lama, Azka kembali dari kamar membawa sebuah kado sederhana yang telah dibelinya dari hasil menabung dan bekerja selama di kediaman Tuan Dimas Sunjoyo.
"Ini hadiah untuk adik tercinta." Azka menyerahkan bingkisan kotak sedang yang terbungkus rapi pada Aqila seraya mengusap rambut hitamnya yang lebat.
"Wah! Terima kasih, kadonya. Aqila sayang Mas Azka."
Aqila mengambil bingkisan tersebut dan disusul oleh kedua orang tuanya yang juga memberikan kado spesial pada anak bungsunya itu.
Aqila langsung membuka kado itu satu persatu dan senyum mengembang di kedua sudut bibirnya begitu indah terpancar dari wajahnya yang cantik seperti bidadari.
Dari kejauhan, ada seorang lelaki yang memandang kecantikan Aqila dengan tatapan yang sulit diartikan. Matanya tak lepas memandang wajah cantik jelita gadis itu serta tubuh yang indah hingga membuat lelaki itu menelan ludah berkali-kali.
"Gadis ini kenapa aku baru menyadari kalau dia sudah besar dan semakin cantik juga seksi. Membuatku tak berdaya menatapnya setiap hari." ucapnya dalam hati.
Kebersamaan keluarga Aqila harus terhenti karena kedatangan sang majikan yang tiba-tiba kembali dari kantor untuk mengambil berkas yang ketinggalan.
"Ada apa ini? Kenapa berhenti? Kenapa tidak buat acara yang besar saja? Kenapa hanya kalian yang merayakan ulang tahunnya?" tanya Dimas Sunjoyo sang majikan sekaligus teman masa sekolahnya.
"Tidak apa-apa, Pak! Dia tidak ingin membuat heboh acara ulang tahunnya. Bapak tahu sendiri, Aqila seperti apa?" jawab Baron dengan sedikit malu.
Saat mengobrol dengan ayahnya, tatapan mendamba Pak Dimas pada Aqila membuat sang empunya menundukkan kepala karena merasa risih dipandang seperti itu.
Seketika Aqila mengingat kejadian 2 tahun silam, dimana dirumah Pak Dimas mengadakan pesta ulang tahun anaknya bernama Clarissa Sunjoyo anak kedua buah cinta mereka dengan Davina Sunjoyo.
Saat itu, kediaman Pak Dimas mengadakan pesta yang sangat meriah. Yang datang adalah kalangan dari teman-teman sekolah Clarissa. Kedua orang tua Clarissa sangat memanjakan anaknya itu. Berbeda dengan Aqila, yang hanya memandang kemeriahan ini dari jauh.
Aqila hanya bertugas membantu melayani para tamu dan membereskan segala hal bersama ibunya. Sebab, dirinya tidak merasa nyaman berkumpul dengan orang-orang yang berbeda kasta tersebut. Oleh karena itu, Aqila ingin segera menyelesaikan tugasnya dengan cepat.
Setelah selesai membereskan segala pesta di rumah majikannya, Aqila segera melarikan diri dari suasana pesta itu dan duduk dekat kolam belakang untuk menghirup udara segar, lalu setengah jam duduk disana dia akan kembali ke kamarnya agar bisa tidur dengan nyenyak.
Untuk hal lainnya, biarlah dilanjutkan pembantu yang lain. Namun, dirinya bersyukur menjalani hidup ini dengan sederhana bersama keluarganya. Sebab, kekayaan tidak menjamin kebahagiaan bila semua sibuk bekerja.
Pikiran Aqila terbang entah kemana, disaat Pak Baron memanggilnya berkali-kali.
"Aqila…Aqila. Kenapa diam saja."
"Eh…Iya, Pak. Maaf, Aqila melamun." Aqila berusaha tersenyum kepada semua orang untuk mengalihkan rasa gugupnya.
Azka yang sejak tadi diam, memegang tangan adiknya dengan erat dan merasakan bahwa ada yang tidak beres dengan pria tua di depannya ini dengan menenangkan Aqila yang terus menunduk malu.
"Baiklah, kalau begitu kalian lanjutkan saja acaranya, saya harus mengambil berkas di kamar karena ada rapat penting setelah ini," terang Pak Dimas seraya berlalu pergi meninggalkan mereka menuju kamarnya.
"Silahkan, Pak."
Aqila merasa lega, sebab majikannya itu pergi dari hadapannya. Dia hanya merasa khawatir sebab pandangan orang tua itu seperti ada yang janggal. Tetapi, baik Aqila, Azka dan kedua orangtuanya tidak mempermasalahkannya hal tersebut.
Sebab, kebaikan orang itu yang telah menolong keluarganya dari kemiskinan dengan bekerja di rumah keluarga Sunjoyo.
Keesokan harinya, Pak Dimas memberitahu pada istrinya bahwa adiknya Bayu akan pulang dari luar negeri dan membuat acara penyambutan atas kepulangannya nanti.
Sedang Davina hanya mengangguk setuju akan permintaan suaminya itu. Dirinya kembali ke kamar untuk menghubungi kekasih hatinya yang telah dinantinya.
"Baron, nanti kamu bantu urusan dapur bersama yang lain untuk meyambut kepulangan Pak Bayu," pinta Dimas pada Baron kepala pelayan di rumahnya itu.
"Baik, Pak Dimas."
Aqila keluar kamar bertepatan dengan Azka yang juga keluar kamar lengkap dengan seragam sekolah mereka. Setiap hari, keduanya berangkat sekolah bersama.
Sedang Dimas yang sejak tadi menyimak langsung terpikirkan sebuah rencana untuk menjebak Aqila dengan pikiran liciknya.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu mau mengambil tas kantor," pamit Pak Dimas pada yang lainnya.
"Iya, Pak. Silahkan."
Baron dan istrinya, Aqila juga Azka tidak ada yang mengetahui bahwa sebuah kebahagiaan yang mereka jaga akan membalikkan keadaan mereka semua begitu saja tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Ayo, Aqila. Kita berangkat, takut terlambat nanti." Azka segera menarik tangan adiknya agar berangkat saat itu juga.
"Ayah, kami berdua berangkat sekolah dulu," pamit keduanya mencium tangan Baron.
"Hati-hati dijalan ya?"
Mereka berdua pun berjalan keluar rumah untuk mencari taksi yang biasanya lewat depan rumah. Tetapi, dihentikan oleh Clarissa yang kebetulan baru saja keluar setelah berpamitan dengan kedua orang tuanya.
"Tunggu!" seru Clarissa pada keduanya.
Aqila dan Azka seketika berhenti setelah mendengar suara Nona Muda mereka.
"Kalian mau berangkat sekolah?" tanya Clarisa yang terus tersenyum memandang pada Azka.
"Iya. Kami mau berangkat sekolah naik taksi," ucap Azka.
"Nona Clarissa pasti ingin berdua bersama Mas Azka. Aku tahu, kalau dia menyukai kakakku sejak lama. Kalau begitu, Aqila pergi naik taksi sendiri saja." batin Aqila berucap.
"Bagaimana, kalau Azka bareng aku saja?" ajak Clarissa yang selalu menempel dekat Azka. "Adikmu Aqila biar naik taksi. Ini ongkos untukmu ke sekolah Qil." Clarissa menyerahkan uang itu, tetapi sengaja dijatuhkan saat Aqila berusaha menerima uang tersebut.
Azka pun tidak enak hati menolak ajakan Clarissa walaupun dalam hatinya, dia ingin berangkat bersama adiknya itu.
"Bagaimana Azka? Mau kan?" tanya Clarissa sekali lagi.
"Iya, Non Clarissa," jawab Azka dengan sedikit tertunduk malu.
"Kenapa memanggil Non, sih! Panggil saja Clarissa disaat kita seperti ini," pinta Clarissa menatap Azka seraya tersenyum.
Clarissa, akhirnya tersenyum bahagia dan langsung memeluk Azka begitu saja. Sedang yang dipeluk jantungnya berdetak dengan kencang karena gugup saat berdekatan dengan gadis cantik dan kaya seperti Clarissa.
Di ruang tamu, Dimas berpamitan kepada istrinya dan melangkah keluar rumah menuju mobil yang telah terparkir depan rumah mendengar obrolan ketiga anak muda itu.
"Bagaimana kalau Aqila bareng dengan saya saja. Kebetulan, kantor Om searah dengan sekolah Aqila." Pak Dimas menawarkan diri memberi tumpangan pada Aqila dengan tersenyum manis.
"Tidak, Pak. Aqila naik taksi saja. Takut merepotkan Pak Dimas," tolak Aqila secara halus.
Azka nampak memberi kode pada adiknya dengan menggelengkan kepalanya agar jangan menerima tawaran Pak Dimas. Akan tetapi, Pak Baron meneriaki Aqila dan memaksanya agar ikut dengan Pak Dimas.
Pada akhirnya, Aqila mengalah dan tak ingin membantah apa yang diperintahkan ayahnya itu.
Tentu saja, Dimas tersenyum senang dan berterima kasih pada Baron yang saat itu membantu menyelesaikan rencananya yang akan terwujud nanti tanpa ada yang menyadarinya sama sekali.
"Baiklah. Kalau begitu, ayo kita berangkat." Pak Dimas berlalu menuju mobil beserta Aqila.
Sedangkan, Clarissa dan Azka juga berangkat menuju mobil, dimana sopir telah menunggu sejak tadi.
Dalam perjalanan, Aqila hanya diam saja karena merasa malu dan tidak tahu harus berkata apa pada majikan yang telah menolongnya itu.
"Aqila. Om mau membeli kopi dulu ya di cafe tersebut. Aqila mau minum apa?" tanya Dimas dengan lemah lembut.
"Tidak, Pak. Terima kasih. Tidak usah repot-repot," jawab Aqila sedikit gugup.
"Baiklah. Aqila tunggu di mobil saja."
Beberapa menit berlalu, Dimas kembali dengan bersenandung ria menuju mobil seraya menyerahkan Jus Jeruk pada Aqila.
"Ini. Jus Jeruknya."
"Terimakasih, Pak." Aqila pun langsung menerima Jus itu dan meminumnya.
"Sama-sama."
Dimas pun melanjutkan melajukan kendaraannya menuju tempat yang telah disiapkannya sejak kemarin.
"Pak Dimas. Kok, Aqila tiba-tiba merasa pusing ya?" tanya Aqila yang merasakan kepalanya berat dan pusing.
"Kalau pusing, tidur saja dulu Aqila. Nanti, Om bangunkan setelah sampai di tempat." kata Dimas tersenyum senang.
Benar saja, tak berapa lama, Aqila mulai tertidur dan Dimas pun langsung memutar arah dan melajukan kendaraannya dengan kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
🎧✏📖
💪💪💪👍👍🙏
2024-11-13
0
Putri Minwa
awal cerita yang menarik
2023-09-25
1
P 417 0
drama pun di mulai😁😁
2023-09-24
1