Keesokan harinya.
Masih dikamar tuan muda Valentino Elbara, dengan ditemani secangkir kopi hangat Elbara mencoba memantau pekerjaan karyawannya melalui tablet yang berada dalam genggamannya.
Sementara Valerie masih berada di alam bawah sadarnya sampai…
Dirinya tersadar jika yang hendak dipeluknya bukanlah guling, melainkan sesosok kaki jenjang dengan telapak kaki tepat didepan wajahnya. Reflesks ia pun terbangun serta terduduk bersimpuh menghadap seseorang yang dikiranya adalah sang kepala pelayan.
“Astaga Bu Megan maaf…” belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, kenyataan membuatnya tersadar jika yang dihadapannya kini adalah tuan mudanya. Terlebih karena gerakan tubuhnya yang terlalu berlebihan hingga membuat jarak keduanya hanya sebatas 10 cm.
Sontak kedua mata Valerie membulat, dengan gerakan santainya Elbara mendorong dahi Valerie agar menjauh dari wajahnya menggunakan jari telunjuknya.
Ceklek!! Ditengah situasi awkrd itu munculah sesosok wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Elbara tanpa peringatan.
Ia berdiri dengan ekspresi datarnya sembari memegangi handle pintu.
“Ough sory! Apa aku menganggumu,” katanya dengan nada sarkas seraya melipat kedua tangan diatas dadanya dan menatap tajam kedua orang dewasa yang berada diatas ranjang.
“Apa kau tak memliki attitude?! Ketuk pintu sebelum masuk!” pekik Elbara seraya turun dari ranjang dan meletakan tabletnya diatas nakas, sebelum menarik langkah panjang menuju keberadaan wanita yang masih berdiri diambang pintu.
Sementara itu Valerie tampak menurunkan pandangannya ditengah degup jantungnya yang berpacu tak beraturan.
Begitu Elbara dan Wanita yang berdiri diambang pintu itu pergi.
“Bodoh! Kau bodoh Valerie! (Valerie mengutuk dirinya sendiri seraya memukul-mukul kepalanya) Bagaimana kau bisa naik ke ranjang tuan muda, heuuu!! Apa yang harus aku lakukan sekarang?” oceh Valerie sembari memandangi pintu yang sebelumnya dilalui oleh Elbara.
Valerie pun bergegas turun dari ranjang kemudian berlarian keluar dari kamar Elbara. Namun saat hendak menarik handle pintu yang akan membawanya kelaur dari kamar Elbara. Telinganya tak sengaja menangkap suara-suara samar dari kedua orang yang sedang berselisih.
Ia pun lantas mengurungkan niatnya untuk keluar dan lebih memilih menunggu dibalik pintu sembari mendengar percek cok-an yang terjadi dari balik ruangan tersebut.
“Apa yang membawamu kemari?!” tanya Elbara dengan nada tajamnya seraya menahan lengan wanita yang sebenarnya hendak pergi.
“Aku hanya ingin menyampaikan informasi, pertunangan kita akan dipercepat menjadi bulan depan,” katanya seraya melepas kasar tangan Elbara dari lengannya.
“Apa?! Bukankah kau juga sudah menentangnya?” timpal Elbara yang tak mengerti dengan situasi yang terjadi saat ini.
“yaa.. itu kan dulu, sekarang aku sudah menyetujuinya tuh,” katanya yang masih mempertahankan ekspresi songongnya.
“Apa yang terjadi? Kau tak mungkin menyetujuinya begitu saja, kau… mendapat sesuatu rupanya, dari kakek tua itu!” tebak Elbara dengan sorot mata yang tak kalah tajamnya dari sang wanita dihadapannya.
“Ciihh!! (Wanita itu mendengus kesal seraya melipat kedua tangan diatas dadanya)
Ya memang! Kakekmu memberikan sesuatu yang tak dapat ku tolak, sekarang terserah padamu, jika kau masih ingin menentangnya, katakan sendiri padanya dan juga.. minta dia berhenti mendatangi keluargaku! Aku sudah tak perduli dengan siapapun aku akan menikah,” paparnya seakan pernikahan bukanlah sesuatu yang serius baginya.
“Apa?! Kau fikir pernikahan adalah sebuah permainan SERENA?!” bentak Elbara yang sudah mencapai puncaknya.
“hahhaha! Lucunya, orang sepertimu berbicara tentang pernikahan yang sakral. Yak! (pekik wanita yang bernama Serena itu seraya mendorong kasar dada Elbara dengan 1 jari telunjuknya) Kau fikir dirimu lebih baik dariku huh?!
Jika tak ingin menikah denganku, sebaiknya kau urus kakekmu dengan baik! Bukannya malah berlarian menghindarinya dan bersembunyi di kastilmu! Seperti pecundang.
Ciih!! Mengurus 1 kakek tua aja kaga becus!” ejeknya yang kemudian melongos pergi begitu saja meninggalkan Elbara yang sedang berusaha menahan gejolak emosional dalam hatinya, terbukti dari kepalan tangannya yang kian mengerat seiring dengan amarah yang nyaris tak dapat ia kendalikan.
Baru saja Serena memijakan kakinya di anak tangga pertama, mendadak langkahnya terhenti, ia pun memutar tubuhnya ke arah Elbara yang masih berdiri mematung ditempatnya.
“Ahh iya!! Btw.. Setelah putus denganku, apa kedua matamu berhenti berfungsi?” cibirnya dengan diiringi lengkingan tawa mengejek. “Atau… Mungkin seleramu kini telah berubah hahhahaha!!” tambahnya sebelum kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda karena ingin meledek mantan kekasihnya.
“Brengsek!” geram Elbara dengan sorot mata yang berapi-api.
...----------------...
Di balik pintu kamar Elbara, terlihat Valerie yang sedang berjongkok sembari memeluk erat kedua kakinya.
“Benar, seharusnya wanita yang pantas menjadi kekasih tuan muda adalah nona Serena, tak hanya cantik, tinggi, putih dan mulus, tentunya memiliki latar belakang yang selevel dengan tuan muda. Aku iri sekali dengannya.. hmm..” Valerie bergumam sembari meratapi nasibnya yang menyedihkan.
Kenyataan jika dirinya hanyalah anak yatim piatu sudah cukup membuat hatinya terluka, belum lagi ramalan seorang dukun di desanya yang mengatakan jika dirinya terlahir dengan takdir kemalangan yang akan selalu menyertainya. Sehingga banyak orang disekitarnya yang akan mengalami kesialan jika terus berada dekat dengan dirinya.
Hal itu juga yang menyebabkan ayah angkatnya lebih memilih memutus tali kesialannya dengan menjual dirinya pada para rentenir penggila wanita.
Selagi dirinya larut dalam kenangannya, ia sampai tak sadar jika Elbara kini sudah berdiri dihadapannya.
“Apa yang kau lakukan disitu?!” tanya Elbara dengan nada tajamnya.
“huh? Ti.. tidak tuan, saya hanya merasa pegal aja jadi..”
“Kau menguping?!” tuduh Elbara seraya menajamkan pandangannya pada gadis yang tengah berusah bangkit dari jongkok.
“ti.. tidak tuan, hehehee, mana berani saya menguping pembicaraan tuan muda, kalau begitu saya pamit tuan, saya mau turun untuk membantu yang lainnya. Sekali lagi terimakasih karena sudah merawat saya,” pamit Valerie seraya membungkukan tubuhnya sebelum undur diri dari hadapan Elbara.
Baru beberapa detik Valerie menghilang dari pandangannya, ia pun bergegas membuka pintu kamar dan mencoba mencari sosok Valerie yang berjalan menuju tangga.
“Ganti pakaianmu dan tunggu aku di pekarangan depan!” titah Elbara, singkat, padat dan sangat jelas terdengar ditelinga tajam Valerie. Tanpa menunggu respon dari gadis tersebut ia pun kembali masuk ke dalam hingga membuat Valerie hanya bisa mengerutkan dahinya.
“Ada apa ini? Mungkinkah tuan muda akan mengusirku? Heuuu…” Valerie bermonolog, dengan tarikan nafas pasrahnya, ia pun kembali melanjutkan langkahnya menuruni tangga ditengah beban fikiran yang terus saja menyerangnya tanpa henti.
...****************...
Sesampainya di kamar Megan sang kepala pelayan, tok.. tokk.. Valerie mengetuk pintu kamar.
“nona Valerie,” panggil Megan yang muncul dari belakang.
“Selamat pagi Bu Megan,” sapa Valerie seraya membungkukan tubuhnya untuk menunjukan rasa hormatnya.
“Bagaimana dengan kondisimu sekarang nona?” tanya Megan lembut seraya membukakan pintu kamar untuk Valerie lalu merangkulnya dan membawanya masuk ke dalam kamar.
“Kurasa sudah lebih baik Bu, terimakasih karena sudah merawatku dengan baik selama beberapa hari ini,” ucap Valerie yang kembali membungkukan tubuhnya dihadapan Megan.
“Tidak perlu sungkan, karena kami semua hanya menjalankan perintah dari tuan muda,” respon Megan diiringi senyum ramahnya seraya mengusap pundak Valerie.
“Sebaiknya nona bersihkan tubuh nona dulu, gaun putih nona sudah saya bersihkan,” tutur Megan seraya menunjuk gaun putih milik Valerie yang terbentang diatas ranjang dengan gesture yang sopan.
“Sudah waktunya ya, (gumam Valerie pelan seraya menatap gaun putihnya yang sudah kembali bersih, dan juga sedikit rombakan dibeberapa sisi karena adanya sobekan sebelumnya, Valerie tersenyum getir sebelum kembali mengarahkan pandangannya pada Megan)
Baiklah kalau begitu, sekali lagi terimakasih untuk semua kebaikan yang telah kalian berikan untuk gadis sepertiku,” Valerie tak hentinya mengucap syukur dan berterimakasih atas bantuan semua orang yang telah merawatnya selama beberapa hari ini.
“Hmm, sudah sudah, ayo cepat bersihkan tubuhmu nona, jangan membuat tuan muda menunggu,” kata Megan yang mengakhiri percakapan singkat diantaranya.
Valerie pun pergi menuju kamar mandi, sedangkan Megan keluar dari kamar dan melanjutkan tugasnya.
...****************...
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments