“Ayo masuk, di dalam sudah ada dokter Yesa,” imbuh Nina yang kemudian menarik tubuhnya dan beralih menyeka air mata Valerie yang mengalir deras membasahi pipi gembilnya.
“huh? Hiksss.. un.. tuk apa dokter Yesa datang lagi, hiksss.. bukankah aku.. hanya tinggal meminum obat secara rutin aja,” sahut Valerie yang sedang mencoba mengendalikan emosionalnya.
“Entahlah, mari kita menemuinya dulu saja,” ucap Nina lembut seraya mengambil alih pegangan kursi roda lalu mendorongnya kembali masuk ke dalam mansion.
“Maaf dan juga terimakasih Nina, kau selalu baik padaku, aku tak pernah menduga jika orang kota bahkan bisa lebih baik dari orang-orang didesaku,” tutur Valerie ditengah perjalanannya.
“Hmm, memangnya nona tinggal dimana sebelumnya?” tanya Nina yang mengawali pembicaraan panjang lebar diantara keduanya.
“Aku tinggal di desa Pandora yang letaknya jauh dari keramaian kota, kebanyakan yang tinggal disana adalah pedagang dan petani sebagai mata pencaharian mereka, begitu juga dengan kedua orang tuaku yang berprofesi sebagai petani, keluargaku memiliki sebidang tanah yang cukup luas untuk ditanami buah dan sayur mayur.
Selain itu, penduduk disana pun masih percaya dengan seorang dukun yang bisa melihat nasib seseorang, bukan hanya nasib perorangan tapi juga dukun itu bisa meramalkan cuaca, dan keberuntungan bagi para pedagang serta petani ditahun yang akan datang.
Sejauh yang aku tahu, selama aku tumbuh disana, ramalan dukun itu tak pernah salah, begitupun dengan nasib keluargaku yang hancur ketika ibu meninggal karena kecelekaan. Katanya Ibu dan diriku memiliki takdir yang bertolak belakang, jika Ibu yang membawa berkah sedang diriku yang membawa kesialan.
Keluargaku akan baik-baik saja selama Ibu ada ditengah-tengah kami, karena keberuntungan Ibu akan menenggelamkan takdir kemalangan yang telah ku bawa sejak lahir, namun karena Ibu telah pergi kini hanyalah kesialan yang selalu menghampiri diriku dan ayahku.
Kebun ayahku selalu mengalami kerugian, hingga membuat ayah terlilit hutang dengan para rentenir, sampai akhirnya ayah lebih memilih memutus tali kesialan itu denganku, ayah menjual diriku pada rentenir bukan hanya untuk melunasi hutang tapi juga ingin melepaskan diri dariku yang hanya bisa membawa dirinya menuju kemalangan.
Awalnya aku merasa sangat kecewa pada ayah, bukankah kita keluarga, tapi kenapa ayah bisa setega itu pada diriku?
Tapi setelah ku fikirkan kembali, kenapa aku mesti marah atau kecewa, disaat kami hanya terikat karena sebuah kertas, aku… bukanlah putri kandungnya, wajar saja jika dia bisa setega itu pada diriku,” tuturnya yang mulai kembali emosional.
“Kau tak perlu khawatir nona, karena disini kau sudah menemukan keluargamu yang sesungguhnya,” respon Nina.
“Ayah pun berkata begitu saat pertama kali memberitahuku jika aku bukan putri kandungnya, dia bilang kau tak perlu khawatir, kita akan menjadi keluargamu yang sesungguhnya,” timpal Valerie yang masih belum bisa menyembuhkan perasaan terluka ketika ayahnya berubah menjadi seseorang yang berbeda dalam sekejap.
“tapi terimakasih karena sudah mengatakannya, aku menghargai ketulusanmu Nina, semoga kita bisa tetap berteman baik seperti ini,” ungkap Valerie yang membuat Nina emosional lalu beralih memeluk Valerie dari belakang.
“Aku sungguh-sungguh Nona Valerie, apapun yang terjadi aku akan tetap berada disampingmu,” balas Nina ditengah emosional yang kian bergejolak dalam jiwanya.
“Hhehee, kata-katamu sungguh menyentuh hatiku, sekali lagi terimakasih Nina,” timpal Valerie sembari mengusap kedua lengan Nina yang melingkar dilehernya.
...****************...
Setibanya mereka berdua di kamar Megan sang kepala pelayan. Mereka sudah mendapati dokter Yesa yang sedang berdiri disamping ranjang dengan Megan yang berada disamping ranjang lainnya. Keduanya serempak menoleh ke arah pintu serta memperhatikan Nina yang tengah mendorong kursi roda Valerie masuk ke dalam.
“Halo dokter Yesa,” sapa Valerie ramah disertai senyum simpulnya.
“Selamat malam dokter Yesa,” Nina pun ikut menyapa dokter Yesa.
Dokter Yesa mengangguk lengkap dengan senyum lebarnya. Setelah pasiennya datang, Yesa pun lantas mengeluarkan sebuah botol infus kemudian digantungkannya ke cantelan tiang yang berada disamping ranjang seakan memang semuanya telah dipersiapkan oleh Megan sebelumnya.
“Infus?” gumam Valerie dengan kerutan didahi ia mencoba mengartikan tindakan Yesa.
“Iya, kau akan diinfus Valerie untuk membantumu cepat pulih, aku janji suntikan ini gak akan sakit kok, kau bayangkan aja seperti digigit semut, oke,” papar Yesa lembut sembari mempersiapkan prosedur pemasangan infus.
“Iya nona Valerie, kami melakukan ini untuk kebaikanmu juga,” tambah Megan yang kemudian menarik langkah dan berpindah ke sisi yang sama.
“tapi.. tapi bukankah dokter yang bilang sendiri, gak apa-apa, gak perlu diinfus selama nafsu makanku masih bagus, aku.. aku.. makan dengan baik kok, iya kan Nina?!” panik Valerie kala Yesa sudah memegang jarum dan hendak berjalan mendekati Valerie yang masih menolak.
“dan ga ada 1 obat pun yang ku lewatkan, aku sudah lebih baik sekarang dokter, aku tak perlu suntikan itu, kumohon!!” rengeknya yang mulai gelisah tak menentu begitu Yesa ingin meraih pergelangan tangannya.
“Hmm.. baiklah, sebenarnya ini perintah dari tuan muda Elbara, aku benar-benar minta maaf karena aku tak bisa membantahnya, jadi…”
“Engga mau!!” pekik Valerie yang kemudian bangkit dari kursi roda lalu berlari secepat kilat keluar dari kamar.
Sontak saja hal itu membuat dokter Yesa, Megan dan Nina saling melempar tatapan anehnya, ‘bagaimana dia bisa berlari secepat itu?’ begitulah kiranya jika suara batin mereka saling bersahutan.
“Nona Valerie!! Tungguuu!!” teriak Nina yang lebih dulu tersadar dan langsung mengambil langkah seribu mengejar gadis berumur 28 tahun yang takut oleh jarum suntik hahahaa.
Disusul oleh Megan dan juga dokter Yesa yang akhirnya ikut melakukan aksi kejar-kejaran di dalam mension mewah tuan muda Elbara.
Para pelayan lain yang sedang berlalu lalang pun dibuat terkejut dan saling melempar tatapan bingung.
“Loh.. loh.. ada apa ini?
Apa ada gempa? Atau kebakaran? Kenapa Bu Megan dan dokter Yesa berlarian seperti itu,” oceh salah satu pelayan yang sedang memegang kemoceng.
“Iya nih! Gak biasanya Ibu berlarian seperti itu,” timpal temannya lengkap dengan kernyitan dahi serta pandangan yang tak lepas dari jalanan yang telah dilalui oleh dokter Yesa dan Megan.
“Yak.. yak.. sepertinya ada yang tidak beres!! Aku barusan gak sengaja ngeliat kamar Ibu, kamar Ibu berantakan banget semua peralatan medis dokter Yesa berserakan dilantai dan kursi roda nona Valerie pun ikut terjungkal!!” seru salah satu pelayan yang baru saja bergabung dengan 2 rekannya yang memang kebetulan sedang membicarakan kepala pelayan dan sang dokter.
“Waaahh!! Astaga!! Ayooo!!” ajak temannya yang kemudian berlari lebih dulu mengikuti jejak kemana Megan dan dokter Yesa pergi beberapa menit lalu.
Tanpa ada bantahan kedua temannya pun ikut berlarian dibelakangnya mengikuti insting temannya yang akan membawanya pergi.
Sementara itu dilantai atas, ternyata sedari tadi Elbara sudah nangkring di tepi pagar pembatas sembari memperhatikan ketiga pelayannya tengah asyik berghibah. Kemudian kini mereka pun memutuskan pergi mencari Megan dan dokter Yesa untuk menemukan jawaban dari kekacauan yang terjadi di kamar sang kepala pelayan.
Elbara mengangkat 1 alis tebalnya ditengah seringaian yang terpancar di wajah dinginnya.
...****************...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments