Begitu Elbara keluar dari kamar Megan, ia langsung merogoh ponsel dan menelfon seseorang, sementara itu Megan yang muncul dari belakang hanya mengerutkan dahinya kala melihat tuan mudanya baru saja keluar dari kamarnya.
“Apa yang tuan muda lakukan dikamarku?” fikirnya.
...****************...
“Halo,” sapa seseorang yang di telfon.
“Kau tidak memberikan infus pada gadis itu?!” tanya Elbara dengan nada tingginya seakan ingin mengekspresikan kemarahannya.
“ahh itu, katanya dia takut jarum suntik, jadi aku hanya memberikan obat dan salep saja untuk luka lebamnya, lagipula selama nafsu makannya masih baik tidak perlu memasang infus. Dia bisa mendapat vitamin dari meminum obat saja,” papar Yesa penuh ketenangan dalam menuturkan setiap kata pada karibnya yang selalu dipenuhi aura hitam.
“Hanya karena dirinya menolak lalu kau menyerah begitu saja?!
Pasangkan dia infus, bagaimana pun caranya!” pekik Elbara ditengah perjalanannya kembali menuju kamarnya dilantai 2.
Mendengar suara nyaring Elbara membuat para pelayan yang tengah berlalu lalang di ruang tengah pun saling melempar tatapan ngeri, ‘kali ini apa lagi yang membuat tuan muda marah sampai seperti itu’ begitulah jika diartikan dalam bentuk kalimat.
“Ada apa?” tanya Pras yang baru kembali dari gudang dengan mendorong sebuah kursi roda, ia merasa terusik dengan pandangan rekan kerjanya sehingga membut langkahnya terhenti sesaat untuk menanyakan apa yang baru saja terjadi.
“huh? i.. itu mood tuan muda sepertinya sedang tidak baik, habislah kita, semua yang kita lakukan pasti akan terlihat salah dimatanya,” celetuk salah satu pelayan yang bernama Dinda sembari memegangi mesin penyedot debu yang sudah ia matikan, agar obrolan mereka bisa terdengar.
“Iya nih, aku ngeliat tuan muda tadi berjalan dari arah ruangan para pelayan, untuk apa ya tuan muda kesana?
Seumur-umur baru kali ini aku ngeliat tuan muda ke ruangan pelayan,” tambah Laras sembari membersihkan debu-debu halus yang bersarang di perabotan.
“Ruang pelayan? Nona Valerie,” gumam Pras yang kemudian mengambil seribu langkah meninggalkan kedua pelayan yang lagi-lagi melempar tatapan anehnya saat Pras pergi begitu saja.
...****************...
Di kamar Megan.
Tokk.. tokk.. Pras mengetuk pintu dengan perasaan cemas yang menyelimuti dirinya.
“Bu Megan,” ucap Pras kala yang membuka pintu kamar adalah Megan sang kepala pelayan.
“Ada apa Pras?” tanya Megan dengan nada ramah seperti biasanya.
“I.. ini Bu, tuan muda meminta saya membawa kursi roda untuk nona Valerie,” papar Pras sembari menyodorkan kursi roda pada Megan.
“Baik,” ucap Megan yang kemudian mengambil alih kursi roda tersebut dan hendak menutup pintunya kembali, namun dengan cepat tangan Pras menahannya seakan masih ada hal yang ingin ia sampaikan.
“Ba.. bagaimana dengan nona Valerie Bu?” tanya Pras ragu-ragu.
“Nona Valerie sedang mandi, ada apa memangnya kau menanyakan nona Valerie?” Megan balik bertanya.
“Ahh ti.. tidak, kalau begitu saya pamit,” Pras membungkukan tubuhnya sedikit sebelum undur diri dari hadapan Megan sebagai bentuk penghormatannya.
Megan pun menanggapi bungkukan Pras dengan tundukan kepala serta kerjapan mata sebelum dirinya kembali masuk ke dalam kamar.
...****************...
Malam harinya.
Karena merasa suntuk di dalam kamar seharian, Valerie pun memutuskan berjalan-jalan sendiri dengan menggunakan kursi roda mengelilingi area taman kediaman megah Valentino Elbara.
Sementara itu jauh dari balkon kamar Elbara, seorang lelaki berdiri tegap seraya memasukan 1 tangannya ke dalam saku celana kainnya sedang 1 lainnya tengah menggenggam segelas wine.
Kedua mata tajamnya terus mengarah pada seorang gadis yang sedang berusaha menggerakan kursi rodanya menyusuri jalanan setapak didepannya, dengan sesekali mengagumi keindahan taman bunga yang berada disisi kanan dan kirinya.
Tangannya menggoyang gelas wine sebelum akhirnya menyesapnya perlahan mencoba menikmati manisnya alcohol yang dapat memabukannya.
‘apa yang dilakukannya?’ 1 kalimat yang terus berputar dalam benaknya membuat dirinya sangat terusik dan tak henti memikirkan gadis asing tersebut.
Dahinya berkerut ketika melihat sang gadis tengah mencoba turun dari kursi roda, namun tentu saja tubuhnya masih lemah untuk berpijak sendiri, alhasil ia pun terjatuh dan mendarat diatas aspal yang kasar.
Meskipun begitu, sepertinya sang gadis tak ingin menyerah dengan cepat, ia kembali bangkit dengan mengerahkan seluruh kekuatan yang ia miliki, kemudian terjatuh lagi.
Kegiatan itu terus berulang sampai membuat kedua lutut serta telapak tangannya lecet karena gesekan dan hantaman keras ke aspal.
“gadis itu sangat keras kepala,” gumam Elbara yang kemudian memutus pandangannya pada gadis tersebut serta memutar tubuhnya dan menarik langkah masuk ke dalam kamar.
...****************...
Kembali ke tempat dimana Valerie sedang berusaha berdiri dan berjalan.
Senyumannya tampak merekah saat akhirnya ia berhasil berdiri tegap selama beberapa detik, perlahan ia mencoba menggerakan 1 kakinya yang masih tampak gemetar. Lagi-lagi senyum manisnya kembali mengembang kala kedua kakinya akhirnya bisa merespon keinginan hatinya untuk kembali berjalan sendiri.
Namun baru saja ia memijakan kakinya 3 langkah, salah satu kaki kanannya yang terluka lebih parah kembali bergetar hebat hingga membuat pertahanan tubuhnya pun goyah dan hampir jatuh tersungkur ke depan.
Beruntung, seseorang lebih dulu menarik tangan Valerie dan membawa tubuh kecilnya masuk ke dalam dekapannya.
Brruukk!! Terdengar suara hantaman wajah Valerie mengenai dada bidang lelaki yang tiba-tiba muncul dibelakangnya.
“Bukankah kau bisa meminta bantuan Nina jika ingin belajar berjalan!”
Mendengar pekikan tajam itu kedua mata Valerie pun lantas membulat, jelas sekali jika pemilik dada bidang yang menjadi pendaratan wajahnya kini adalah tuan muda kasar yang telah menyelematkannya, yakni Valentino Elbara.
Perlahan Valerie mencoba menarik dirinya dari tubuh kekar Elbara, namun dengan cepat Elbara menggendongnya serta mendudukannya dikursi roda.
“Maaf, maafkan saya tuan muda, saya hanya…”
“Apa kau tak memiliki kalimat lain selain permintaan maaf huh?!” kecamnya seraya berkacak pinggang dan memasang raut wajah menyeramkan hingga membuat Valerie terdiam tak seribu bahasa.
“Astaga nona Valerie!!” teriak Nina dari kejauhan sembari berlarian ke tempat dimana Valerie dan tuan mudanya berada.
“Berhenti menangis!! Aku muak mendengar rengekanmu!” pekik Bara yang kemudian pergi begitu saja meninggalkan Valerie yang tengah bergumul dengan isak tangis pilunya.
“Nona, nona gak apa-apa kan? Apa yang sebenarnya terjadi nona?” panik Nina yang baru saja sampai dihadapan Valerie. “Kenapa tuan Bara bisa bersama dengan nona?”
“Hikksss..hiksss..hiksss!!” bukannya menjawab pertanyaan Nina, Valerie malah semakin emosional dan tak dapat mengendalikan tangisannya, sehingga membuat Nina pun akhirnya memeluk Valerie alih-alih mengajaknya bicara.
“gak apa-apa nona, gak apa-apa, tuan muda bukanlah orang yang jahat, dia hanya.. membenci orang yang selalu menunjukan sisi lemahnya,” papar Nina seraya mengusap pelan punggung Valerie yang tengah sesenggukan.
“Ayo masuk, di dalam sudah ada dokter Yesa,” imbuh Nina yang kemudian menarik tubuhnya dan beralih menyeka air mata Valerie yang mengalir deras membasahi pipi gembilnya.
“huh? Hiksss.. un.. tuk apa dokter Yesa datang lagi, hiksss.. bukankah aku.. hanya tinggal meminum obat secara rutin aja,” sahut Valerie yang sedang mencoba mengendalikan emosionalnya.
“Entahlah, mari kita menemuinya dulu saja,” ucap Nina lembut seraya mengambil alih pegangan kursi roda lalu mendorongnya kembali masuk ke dalam mansion.
...****************...
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments