Tok.. tok..
Suara ketukan pintu kamar membuat Megan melepaskan pelukannya dan beralih menoleh ke arah pintu kamar, sebelum akhirnya ia pun bangkit dan berjalan menuju pintu kamar.
“Siapa yang terluka?” tanya seseorang begitu Megan membukakan pintu untuknya.
“Seorang gadis,” sahutnya seraya menggeser tubuhnya agar sang dokter bisa melihat dengan jelas seorang gadis yang sedang terduduk lemah diatas ranjang.
“Apa yang terjadi?” tanyanya sembari menarik langkah panjangnya mendekati gadis yang tampak mulai ketakutan ketika ia hendak memeriksa lebih dekat keadaan sang gadis.
“tidak apa-apa Valerie, perkenalkan ini dokter Yesa, dokter Yesa yang akan mengobati luka-lukamu,” kata Megan seakan peka dengan situasi yang terjadi, ia lantas berjalan lebih dulu serta mencoba menenangkan Valerie yang masih mendekap erat kedua kakinya.
“Permisi, bubur dan teh nya Bu,” ujar Nina seraya berjalan menghampiri keberadaan Megan untuk menyerahkan pesanan yang dimintanya.
Tak lama kemudian datanglah Laras yang membawa sebuah wadah stainless berisikan air beserta lap atau handuk kecil yang diletakan dipinggiran wadah stainless.
“letakan bubur dan teh nya di meja saja,” perintah Megan yang langsung dilaksanakan dengan baik oleh Nina setelah ia melirik sesaat ke arah Valerie yang belum mau meregangkan pertahanannya.
“Siapa namanya?” tanya Laras yang masih memegangi wadah stainless sembari menunjuk ke arah Valerie dengan sorot matanya.
“Valerie,” sahut Megan. “letakan air nya diatas meja dulu, kalian boleh keluar,” lanjut Megan.
“Baik,” sahut Laras yang kemudian undur diri setelah meletakan wadah air diatas meja.
Berbeda dengan Laras yang terus berjalan dengan pandangan lurus ke depan, Nina mencoba menoleh sesaat ke belakang bersamaan dengan perasaan emosional yang terus bergejolak dalam hatinya sejak pertemuannya beberapa saat lalu dengan gadis malang tersebut.
“Jika tidak keberatan, bisakah dokter Yesa menunggu sebentar diluar, aku akan mencoba berbicara dengannya dan juga mengganti pakaiannya,” ucap Megan seraya mengarahkan pandangannya pada dokter Yesa yang masih memperhatikan kondisi Valerie yang sangat memprihatinkan.
“Baik, aku akan menunggu sampai dia merasa lebih baik,” timpalnya yang lantas pergi meninggalkan kamar dengan hembusan nafas kasarnya.
Lelaki dengan tinggi 185 cm itu terdiam sejenak saat hendak menarik handle pintu kamar seakan ada yang kelupaan ia kembali memutar tubuhnya.
“Ahh iya! Dimana lelaki berdarah dingin itu? Hhhahaa, maksudku Elbara, apa dia ada dikamarnya?” tanya Yesa diiringi tawa renyahnya.
“Iya dokter, tuan muda ada di kamarnya,” sahut Megan, yang membuat Yesa mengangguk pelan kemudian menghilang dari pandangan Megan.
...****************...
Di kamar tuan Muda Valentino Elbara, ia terlihat berdiri disamping pintu kaca besar yang terhubung pada balkon dikamarnya. Sembari memegangi segelas wine ia hanya mengamati area pekarangannya dengan sesekali menggoyang-goyangkan gelas wine untuk menghirup aroma khas dari minuman beralkohol tersebut.
Usai ia menamatkan pendidikannya di SMA 08 Jakarta Selatan, ia memilih pergi dari kediaman mewah kakeknya, kemudian mencari pekerjaan dengan mengandalkan kemampuan bela dirinya.
Iya, setelah ia diterima bekerja sebagai pelatih taekwondo untuk murid-murid SD di tempat les yang keberadaannya tak jauh dari kost-kostannya. Ia masih kekurangan biaya untuk melanjutkan studinya ke tingkat yang lebih tinggi.
Ia pun lantas memutuskan menambah peruntungannya lagi dengan melamar sebagai pekerja paruh waktu disebuah resto cepat saji hanya pada malam hari. Selama kurang lebih 1 tahun hari-harinya hanya disibukan dengan bekerja pagi, siang dan malam.
Meskipun begitu ia tetap berpegang teguh pada prinsipnya, sepahit apapun pengalaman hidup yang mesti dilaluinya nanti, ia berjanji akan terus melangkah serta pantang untuk kembali meminta bantuan pada kakeknya.
Sampai 5 tahun kemudian ia pun berhasil menamatkan pendidikan S1 nya dengan segala perjuangan yang ia hadapi sendirian.
Tak ingin berakhir dengan hanya gelar S1 ia pun kembali berusaha bekerja lebih giat lagi agar bisa melanjutkan pendidikannya sampai jenjang S2.
Begitu banyak air mata dan keringat yang menemani perjuangannya selama 7 tahun terakhir ini, bahkan ketika sakit menyerangnya ia hanya akan membeli obat warung dan berbaring sejenak dikasur lusuh yang dibelinya ditukang loak, sebelum akhirnya kembali melanjutkan aktivitas melelahkannya.
Tak hanya 1 kali, bahkan berulang kali ia berada dititik terendah yang membuatnya ingin menyerah dan kembali ke kediaman kakeknya. Tapi begitu ia sampai di depan gerbang besar kediaman kakeknya, perasaan emosionalnya kembali menguasai dirinya bersamaan dengan sorot mata tajam yang ia arahkan pada kediaman sang kakek.
Sehingga membuat langkahnya terhenti dan kembali berbalik menjauh dari kediaman megah sang kakek yang selalu bisa memenuhi semua keinginannya.
Lamunan masa lalunya itu terputus kala seseorang menarik pintu kamarnya, meski tanpa menoleh ia sudah tahu jika yang masuk ke dalam kamarnya saat ini adalah teman lelakinya Han Yesa Bramantyo melalui pantulan kaca didepannya.
“Apa yang kau lakukan disana?” tanya Yesa basa-basi sembari menarik langkah mendekati Bara.
“Menurutmu,” sahut Bara dengan nada dinginnya dan tatapan yang masih ia arahkan pada area pekarangan mension mewahnya.
“Cihh!” Yesa mendengus kesal mendapat jawaban ketus dari karibnya.
“Kau yang membawa Valerie kemari?” lanjutnya yang kini berdiri disamping lelaki yang hendak menyesap minumannya.
“Valerie?” ulang Bara begitu mendengar nama asing ditelinganya, ia pun menolehkan pandangannya pada Yesa sesaat usai menikmati manisnya wine dalam genggamannya.
“Iya, gadis bergaun putih yang tampak kacau balau itu,” jelas Yesa sembari memasukan kedua tangan ke dalam saku celana kainnya dan ikut menatap keadaan sepi sunyi diarea pekarangan.
“Ahh, namanya Valerie,” gumam Bara yang kembali menyesap Wine nya seraya memutus pandangannya pada Yesa.
“Apa?! Kau bahkan tidak mengenalnya? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa keadaan gadis itu terlihat mengenaskan sekali, kau…”
“Kau fikir aku lelaki macam apa?” sembur Bara yang tak terima dengan tatapan tuduhan Yesa terhadapnya.
“Hhahhaa! (Yesa tertawa seraya menepuk pundak Bara)
Sory, sory, lantas apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian berdua?” lanjut Yesa penasaran.
“Entahlah, sejak awal aku bertemu dengannya dia sudah seperti itu. Sudahlah! Rawat dan obati saja dia, begitu tubuhnya pulih aku juga akan langsung mengusirnya,” tegas Bara seakan keputusannya itu adalah harga mati yang tak bisa ditawar.
“Eeeyy, kau kejam sekali, setidaknya kau harus mendengar ceritanya dulu, bagaimana dia bisa terluka parah seperti itu,” saran Yesa yang tak ingin berfikir gegabah.
“Sudah jelas kan, dia mendapat luka disekujur tubuhnya karena dipukuli! Apa lagi yang ingin kau ketahui?
Sudah sana pergi!” usir Bara seraya memutar tubuhnya dan meninggalkan Yesa yang masih berdiri ditempatnya.
“Astaga! Kau benar-benar, setidaknya jika ingin melakukan hal baik, lakukanlah sampai tuntas bukannya setengah-setengah,” dumel Yesa yang tak habis fikir dengan perilaku kasar karibnya itu.
“Kau bisa membawanya jika kau mau!” ujar Bara seraya menaruh gelas winenya diatas meja dalam perjalanannya menuju kamar mandi.
“Hmmm… Sudah 5 tahun berlalu tapi dia masih tetap dingin dan kasar pada wanita,” Yesa bermonolog pada jalanan yang baru saja dilalui karibnya.
...****************...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 198 Episodes
Comments