"Seratus ribu? tadi Sekar kirimnya dua juta pak." Den Arya menunjukan wajah kebingungan atas ucapanku.
"Du-dua juta den. Ba-banyak sekali. Apa den Arya tidak salah?" Aku merasa tidak percaya dengan penuturan den Arya.
Pasalnya jangankan menyentuh uang dua juta rupiah. Penghasilan harian ku selama bekerja saja hanya sekitar lima puluh ribu sampai delapan puluh lima ribu saja.
"Betul pak. Nominal itu yang anak bapak kirimkan pada saya melalui transfer." Den Arya menunjukan sebuah bukti pengiriman yang dikirim langsung oleh Sekar.
"Ya Allah, Sekar. Bapak cuman bisa nyusahin Sekar saja." Tanpa kusadari air mata ku luruh membasahi mata dan pipi ku yang berkerut.
Aku menangis tergugu mendapati rezeki yang baru saja kudapatkan dari anak perempuanku. Seharusnya orang tua yang memberi anaknya bukan anak yang memberi orang tua.
Aku menyeka air mata ku dengan baju kaos lusuh yang ku pakai. Awal membeli kaos ini sekitar empat tahun lalu dan waktu itu warnanya masih sangat putih dan bersih, berbanding terbalik dengan sekarang.
Kaos yang ku kenakan sekarang bahkan sudah robek di beberapa bagian dan warnahnya pun pudah berubah menjadi lusuh.
"Ini pak uangnya silahkan diterima. Dua juta cash dan pas. Ini juga saya ada sedikit rezeki untuk Mika dan Adam semoga bermamfaat yah pak." Den Arya menyerahkan lima lembar lagi uang berwarna merah. Jadi total yang ada ditangan ku sekarang ada dua juta lima ratus ribu.
Dengan sisa tenaga ku, aku pun sungkem di kaki den Arya. Namun ternyata dengan sigap den Arya menghalangi niatku.
"Walah pak, jangan sungkem sama saya. Bapak lebih tua dari pada saya harusnya saya yang sungkem sama bapak." Tuturnya sembari menahan kedua pundak ku.
"Ya Allah den makasih. Bapak betul-betul berterimakasih den. Bapak gak tau harus membalas kebaikan den Arya dengan apa. Kalau ada yang den Arya butuhkan silahkan den Arya ambil." Aku menatap wajah lekat wajah pria berkepala tiga tersebut yang masih terlihat sangat tampan dan berkharisma.
"Enggak pak, Arya gak butuh itu semua. Yang Arya mau keluarga bapak sehat-sehat terus. Kalau ada apa-apa bapak bisa minta tolong langsung sama saya atau Arum. Kami pasti akan membantu selagi kami bisa." Den Arya nampak tersenyum tulus padaku.
"Terimakasih sekali lagi den. Maaf merepotkan juga." Aku pun menyunggingkan sebuah senyum pada wajah tuaku yang hampir memasuki usia setengah abad.
"Ngeh pak, Arya permisi dulu. Arya harus keladang karena ada sesuatu yang mau diselesaikan." Den Arya menyalami kemudian menciumi tangan keriput milikku.
"Iya den hati-hati dijalan." Aku menepuk sejenak pundak den Arya kemudian menyaksikan kepergiannya hingga delman yang dia naiki tidak terlihat lagi.
Aku pun mengambil tongkat kayuku yang ku gunakan untuk menopang tubuh sebelah kiriku.
Dengan segera aku masuk kedalam rumah sembari mencari-cari keberadaan kedua anakku.
"Mika, Adam bapak punya kabar gembira untuk kalian." Aku sedikit berteriak karena gembira.
"Ngeh pak ada apa? kok kayanya seneng banget." Sahut anak kedua ku yang masih menduduki bangku SMA kelas sepuluh.
"Ini ndok kita dapat kiriman banyak dari mbak ku lalu tadi kalian juga dapat titipan rezeki dari den Arya. Alhamdulillah bisa untuk beli seragam baru sama beli bahan pokok." Aku menjelaskan dengan hati yang amat gembira.
"Wahhh serius pak? yes jadi Mika bisa dong minta buat beli hp baru?" Mika menatapku penuh harap.
"Insyallah kalau uangnya cukup, pasti bapak belikan." Aku tersenyum sembari mengeluz surai rambut anak perempuan keduaku ini.
"Pak, Adam minta buat beli ayam goreng yah satu aja pak." Adam tiba-tiba berbicara dari balik kursi yang telah dia susun menjadi sebuah markas. Itukah yang dia selalu katakan ketika dia berada di sela-sela antara kursi dan dinding.
"Iya boleh Dam, nanti bapak belikan. Nah hari ini siapa yang mau temenin bapak ke pasar." Aku menatap secara bergantian pada kedua anak ku ini.
"Aku pak." Keduanya menyahut dengan kompak.
Al hasil siang itu aku membawa kedua anak ku kepasar. Tidak dengan berjalan kaki tentunya karena jarak pasar dan rumahku sangat jauh. Jadi aku membayar tukang becak keliling yang ada di kampung ku.
*
*
*
"Sudah selesai makannya sayang?" Aku bertanya pada wanita dihadapanku yang tengah sibuk menata rambutnya.
"Sudah sayang, terimakasih. Makasihnya enak suka banget." Rebecca berujar dengan nada sangat senang dan ria.
Namun naas nya saat aku menoleh pada sebuah meja di sudut kanan pandangan ku tak sengaja melihat pada pria dan wanita yang tengah duduk sembari menikmati hidangan mereka.
Siapa lagi kalau bukan papi dan mami. Oh shitt s!al sekali kenapa aku harus bertemu dengan mereka dalam situasi yang tidak bersahabat seperti ini.
Aku segera menarik tangan Rebecca karena panik kemudian membawa Rebecca ke toilet yang ada di dalam resto tersebut tepat berada di paling pojok sebelah kiri.
"Ah sayang sakit. Kamu kok kasar banget sama aku." Aku mendapatkan protes dari Rebecca ketika kutarik tiba-tiba tangannya.
Tapi bodoamat lah yang penting sekarang bagaimana caranya agar aku dan Rebecca bisa keluar dari resto ini tanpa ketahuan.
"Sutt, papi dan mami ada diresto ini." Aku menoleh pada meja yang dihuni oleh kedua orang tuaku.
"Hah? apa? papi sama mami kamu ada disini? aduh sayang terus gimana nih." Rebecca nampak panik sama hal nya denganku.
Aku pun cukup panik takut katahuan. Karena jika sampai ketahuan bahwa aku masih berhubungan dengan Rebecca bisa-bisa semua fasilitas dan warisan ku dialih namakan menjadi nama Sekar.
"Kamu tunggu disini, aku akan mengelabui papi dan mami. Saat mereka lengah kamu keluar terlebih dahulu. Mengerti." Aku menatap bergantian manik mata hitam tersebut.
"Em oke deh." Rebecca menganggukan kepalanya pertanda dia paham dengan ucapanku.
Dengan sigap aku membenarkan pakaian ku kemudian melangkah meninggalkan area toilet meninggalkan Rebecca sendirian disitu tentunya.
Aku memanggil pelayan kemudian memesan beberapa makanan yang akan kujadikan alasan. Dan benar saja, sebuah suara bariton memanggil namaku.
"Reyhan Abimana." Sekali lagi nama lengkap ku dipanggil seseorang yang tak lain adalah papiku - Fajar Rajendra Abimana.
"Pa-papi." Aku pura-pura terkejut ketika mengetahui keberadaan mereka.
"Loh Abi?" Mami ku bersuara. Mami memang lebih suka memanggil nama belakang ku ketimbang nama depan.
"Eh pi, mi." Aku mendekat kemudian menyalami kedua tangan orang tuaku itu.
"Ngapain disini Rey? istrimu mana." Papi berkata sembari mencari-cari sesuatu. Mungkin mencari keberadaan Sekar.
"Sekar dirumah pi, dia lagi gak enak badan. Jadi Rey inisiatif kesini buat beli makanan sekalian nanti pas mau pulang Rey mampir ke toko bunga dulu." Aku menjelaskan semuanya dengan lancar tanpa harus berpikir kalimat apa yang harus ku ucapakan. Kalimat tersebut lewat begitu saja dari kerongkongan menuju mulut dan bibirku.
"Walah-walah nah ini baru anak papi. Bertanggung jawab dan cinta sama istri." Papi berdiri kemudian merangkul bahu lebarku.
"Iya dong pi. Ini kan salah satu wujud Rey berbakti sama papi." Aku menyunggingkan senyum sembari melirik pada toilet.
"Nanti mami mau jenguk Sekar lah." Mami berujar kemudian.
"E-eh jangan mi. Sekar lagi gak enak badan terus badannya lagi kena cacar air takutnya nular ke mami. Mami mau kulit mami yang bersih mulus itu terhinggapi oleh bintil-bintil yang bisa bernanah." Aku berusaha meyakinkan mami agar tidak jadi menjenguk Sekar.
"Astaga apa separah itu? ya sudah kalau begitu nanti mami jenguk kalau dia sudah baikan." Mami memang tak suka jika kulit yang selalu dia rawat harus terhinggapi oleh penyakit.
"Ya sudah kalau begitu pi, mi. Reyhan pamit dulu mau ke toko bunga dulu." Aku lantas menyalami tangan papi dan mami kemudian berpamitan untuk segera pergi.
"Ya sudah hati-hati dijalan sayang jangan ngebut-ngebut." Mami berujar sembari membelai lembut pipiku.
Aku pun pergi setelah membayar semua tagihan ku dan menenteng sebuah paper bag.
Aku pun keluar dari dalam resto menuju mobil. Ternyata Rebecca sudah menunggu sembari bersolek ria didalam mobil mewah ku.
"Sayang." Aku memanggil nya saat aku sudah masuk duduk kedalam mobil.
"Eh sayang, sudah?" Dia bertanya sembari mengecup rahang tengas milikku.
"Sudah sayang. Ayo sekarang kita ketoko bunga." Aku mengelus lembut surai rambut miliknya.
"Sayang itu apa?" Rebecca menunggu pada paper bag yang berisikan beberapa makanan.
"Makanan untuk Sekar. Yah itung-itung buat mengelabui papi mami." Aku berujar kemudian tancap gas menuju toko bunga yang tak jauh.
*
*
*
..._SELAMAT MEMBACA_...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments