BAB 03

*

*

*

Aku tengah fokus pada jalan yang ku tempuh sampai sebuah tangan melingkar dilengan kekarku.

"Sayang kita mau makan dimana?" Rebecca bergelayut manja di lenganku dengan nada dibuat selembut mungkin.

"Kita makan di resto dekat sini saja. Kalau terlalu jauh bisa-bisa ketemu sama papi mami." Aku menurunkan kecepatan mobil karena aku tidak bisa fokus menyetir ketika sedang diajak bicara.

"Emm boleh gak nanti aku pesan makanan yang ada toping emas-emasnya itu loh terus yanv harganya fantastis. Aku mau pamer ke grub sosialita kalau aku ini masih jadi kesayangannya tuan muda Reyhan Abimana." Lagi-lagi Rebecca merayuku dengan mencium dagu ku yang sudah mulai ditumbuhi jambang halus.

"Iya sayang boleh kok, beli saja apa yang kamu mau. Aku yang tanggung semua kebutuhan kamu." Aku berujar lembut agar wanita tercinta ku ini tetap lengket bak lem gajah bersamaku.

"Asyik, makasih sayang." Sekali lagi Rebecca mengecup sekilas bibirku tanpa permisi. Dan jujur saja akupun tak berniat untuk menghindar atau menolak.

Dua puluh menit kemudian, mobil ferrari yang ku kendarai sendiri telah sampai pada sebuah restoran dengan tema China. Tentunya harga makanan disini sangat mahal dan kualitas makananya dijamin mampu memanjakan lidah.

Tapi, aku masih terpikirkan pada makanan yang selalu Sekar masak. Jujur saja makanan mana pun tak akan bisa seenak masakan Sekar.

Cita rasanya yang mampu membuatku terbuai dan aromanya makanan yang dia masak selalu mampu membuat perut keroncongan.

Namun anehnya, rasa masakan yang sempurna tak sebanding dengan orang yang mengolahnya malah sangat berbeda jauh.

Sekar adalah seorang wanita yang pekerjaannya hanya sibuk bergumul dengan peralatan dan bumbu-bumbu dapur, Sekar tidak bisa merawat dirinya sendiri.

Tampangnya yang kucel, kumal, bau dan selalu berantakan selalu berhasil membuatku muak berada di dekatnya.

Lamunanku buyar ketika sebuah jari lentik menjentik didepan wajahku.

"Sayang kamu mikirin apa sih? aku dari tadi ngomong gak di gubrisin." Alamat celaka dua belas. Tampaknya Rebecca mulai menunjukan wajah merajunya.

"Eghh maaf sayang, tadi aku sedang melihat toko bunga di sebelah sana. Aku rasa akan ada bunga yang cocok untuk gadis cantik sepertimu." Aku berasalah agar tak kena amuk. Untung saja disebelag resto tersebut terdapat sebuah toko bunga dengan nama 'Sofia Flowers'.

"Ihh kamu romantis banget sih sayang, aaa jadi makin cinta deh sama kamu." Gol, satu kalimat gombalan maut keluar dengan lancar dari bibir sexy tersebut.

"Aku juga sayang kamu, nanti setelah makan kita beli bunga." Karena sudah memberikan alasan mau tak mau aku juga harus membelikannya bunga.

"Oke sayang, ayo turun." Dia mengangkat dagunya sekilas lalu menunjuk pada pintu mobil.

"Ah iya aku sampai lupa." Bergegas aku keluar kemudian membukakan pintu mobil untuknya.

Aku mengulurkan tangan sembari dan uluran tanganku disambut oleh uluran tangan milik Rebecca.

Halus dan sangat lembut. Itulah yang aku rasakan ketika tanganku bersentuhan dengan tangannya.

Tanpa basa basi aku pun melakukan resevasi meja bertema romantis kemudian mengajak Rebecca untuk segera duduk. Aku tidak mau kaki jenjang dan mulus miliknya sampai sakit atau kesemutan.

"Ayo duduk sayang, so kamu pesan saja apa yang kamu mau. Aku yang bayar semuanya." Aku berujar sembari mengeluarkan sebuah kartu elit berwarna hitam kebanggaanku.

Aku tidak pernah membawa uang cash karena menurutku itu sangat merepotkan.

*

*

*

["Hallo om Arya." ]Aku melakukan panggilan telpon dengan juragan dikampungku. Yah baru saja aku membahasnya bersama bapak tadi.

["Hallo nak Sekar kenapa kok? tumben nelpon?"] Suara bariton dari seberang telpon.

["Begini om, Sekar mau transfer uang buat bapak sama adek-adek Sekar. Kira-kira boleh gak Sekar kirim ke nomer rekening om Arya. Soalnya bapak kan gak punya kartu ATM atau rekening."] Aku memberikan penjelasan yang sejelas-jelasnya pada om Arya.

["Owalah, boleh ndok." ]Tuturnya kemudian setelah mendengarkan penjelasaku.

["Jadi nanti Sekar kirim dua juta yah om."] Aku merasa senang atas kebaikan om Arya.

["Ngeh ndok kirim saja. Nanti sewaktu ke ladang om mampir ke rumah bapakmu."] Terdengar suara berisik dari seberang telpon. Seperti suara sebuah pin brangkas sedang di otak atik.

["Loh enggak perlu om, tadi Sekar sudah bilang sama bapak buat pergi langsung ke rumah om Arya saja."] Jelas ku kemudian.

["Sudah tidak apa-apa ndok, lagi pula jarak dari rumah bapakmu kemari cukup jauh. Kasian bapakmu kalau harus berjalan kaki sejauh itu. Jadi lebih baik om langsung antar saja lagi pula kan sekalian saja om keladang."] Ya Tuhan terbuat dari pada hati om Arya ini, kenapa sangat baik dan pengertian bahkan pada keluarga sederhana seperti keluarga ku.

["Ngeh kalau begitu om, Sekar ucapkan terimakasih. Sekar minta maaf kalau ngerepotin."] Rasanya aku ingin menangis tapi ku tahan. Malu kalau sudah besar tapi menangis.

["Iya sama-sama ndok. Om mau makan dulu setelah itu baru om berangkat. Telponnya om sudahi dulu yah. Kamu di sana jaga kesehatan jangan lupa untuk mengabari bapak dan kedua adikmu."]Begitulah pesan yang om Arya katakan sesaat sebelum panggilan telpon di akhiri.

*

*

*

POV KAMPUNG

"Pak, mbak Sekar belum kirim uang?" Pertanyaan seperti itu sudah beberapa kali ku dengar dilontarkan oleh anak bungsuku.

"Belum, nanti bapak coba ke rumah den Aryo semoga sudah di kirimkan." Aku memberikan penjelasan pada putra ku.

Yah semenjak kecelakaan itu terjadi, aku hanya bisa mengandalkan Sekar untuk membiayai kehidupanku dan kedua adiknya.

Meskipun dengan kondisi ku yang kekurangan satu anggota tubuhku yaitu kaki kiriku, aku masih bisa bekerja sebagai pemetik sayur di kebun tetangga.

Namun hasil dari pekerjaan ku hanya cukup untuk membeli tiga kilo beras yang hanya cukup untuk dikonsumsi selama empat hari dan dua potong tahu yang diiris tipis-tipis agar lebih hemat.

Saat sedang merenungi nasib keluarga kecilku, tanpa sadar sebuah delman sudah terparkir di halaman rumahku. Aku segera tau siapa pemilik dari delman tersebut. Tentu saja dia adalah Raden Arya Wijaya salah satu juragan dikampung sini.

"Walah den kok malah kemari." Ucapku sembari mengambil sebuah sapu ijuk kemudian menyapu tikar yang terbuat dari anyaman bambu yang biasa ku gelar jikalau ada tamu.

"Selamat siang pagi menjelang siang pak Budiman. Iya ini tadi Sekar bilang mau kirim uang buat bapak sama adek-adeknya." Den Arya duduk ditikar yang baru saja ku gelar tanpa merasa risih jikalau celana mahalnya akan kotor terkena debu.

"Ngeh den, tadi Sekar sudah bilang. Padahal tadinya saya mau ke rumah den Arya." Aku ikut serta duduk sembari menyandarkan punggung tuaku pada dinding yang terbuat dari anyaman bambu juga.

"Tidak perlu sampai kerumah pak. Kasian kalau bapak jalan kerumah saya dengan kondisi seperti ini. Apa lagi jarak rumah kita lumayan jauh." Den Arya berujar sembari mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna yang sudah dikareti dengan karet gelang sayur.

"Seratus ribu saja den." Aku berujar kemudian karena melihat den Arya tengah fokus menghitung uang tersebut.

..._SELAMAT MEMBACA_...

..._LESTARIKAN MEMBERIKAN KOMENTAR, JANGAN JADI PEMBACA GELAP_...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!