Surat Perjanjian

Setelah Yuni mengatakan bersedia menikah dengan Pak Angga, Inggrid menyerahkan uang dua ratus juta kepada Yuni secara kes. Yuni mengucapkan banyak terimakasih, dia langsung pergi ke rumah sakit untuk mengurus rencana operasi Ibunya.

Tiba dirumah sakit, Yuni menemui Dokter yang menangani sang Ibu. Dia mengatakan kalau Yuni sudah mendapatkan uang untuk membiayai operasi Ibunya. Malam itu juga, Dokter dan tim medis lainnya langsung melakukan tindakan pada Ratih Ibu dari Yuni.

Seorang wanita paruh baya datang mencari Yuni, dia adalah Ratna Kakak kandung Ibunya.

"Yuni, aku mendapat kabar Ibumu sedang dioperasi. Kamu dapat uang dari mana untuk biaya operasi Ibumu nak?" Tanya Ratna. Dia merasa sedikit curiga karena pada dasarnya Yuni dan Ibunya adalah orang miskin.

"Aku mendapat pinjaman dari Bos tempatku bekerja Wa," sahut Yuni.

"Syukurlah kalau begitu. Maafkan Uwa ya, Uwa tidak bisa membantu kamu,"

"Tidak apa apa Uwa, aku tau beban keluarga Uwa juga sedang banyak. Tapi Wa, bisa tidak besok Uwa menjaga Ibuku sampai aku kembali? Kebetulan aku dan Bosku ada urusan di luar,"

"Tentu saja bisa, aku akan menjaga Ibumu dengan baik,"

"Terimakasih ya Wa,"

"Sama sama Yuni."

***

Keesokan harinya...

Yuni bersiap pergi kerumah Inggrid, dia akan mengadakan pertemuan kedua dengan Inggrid, tapi kali ini Inggrid membawa suaminya turut serta.

Jantung Yuni berdebar, dia takut Pak Angga menolak untuk menikah dengan dirinya. Sementara dia sudah menerima uang dua ratus juta dari Inggrid. Apa yang harus Yuni lakukan jika yang di takut kannya benar benar terjadi?

Pagi itu, rumah Inggrid masih sangat sepi. Hanya ada beberapa orang ART yang mondar mandir mengerjakan tugas mereka. Yuni terpaksa harus menunggu lumayan lama, karena Inggrid dan Angga sudah terbiasa bangun siang.

"Yuni, apa kamu sudah lama menunggu?" Suara Inggrid menggema memecah lamunan Yuni.

"Lumayan Bos," sahut Yuni.

Yuni melirik kearah seorang pria dewasa yang sedang berada disisi Inggrid. Dia tampan, berkulit putih dengan postur tubuh tinggi besar. Sudah beberapa kali Yuni bertemu dengan Angga, pria dingin bertampang galak yang memiliki tatapan mengerikan.

Suami istri itu duduk berdampingan, Yuni menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan untuk mengusir rasa groginya.

Angga menatap Yuni sekilas, lalu membuang muka kearah lain.

"Benar benar hanya gadis biasa, tidak ada istimewanya sama sekali. Gaya berpakaiannya kelewat kuno, seperti gadis yang hidup di era sembilan puluhan. Kenapa Inggrid bisa memilih wanita seperti itu untuk dinikahkan denganku?" Keluh Angga di dalam hati.

Tiba tiba saja Inggrid menyodorkan sebuah map kepada Yuni, karena penasaran Yuni langsung membuka map itu dan membacanya tanpa banyak tanya.

Yang bertanda tangan dibawah ini saya :

Nama : Yuni Astuti.

Alamat : Desa Cijantung, Jl. Mekar RT 04, RW 03.

Bersedia menjadi istri kontrak Pak Angga Wijaya selama masa percobaan satu tahun, setelah melahirkan dan punya anak Angga berhak menceraikan saya dan mengambil hak asuh anak yang telah dilahirkan oleh saya.

Yuni mendelik, dia mengangkat wajahnya dan melempar tatapan kearah Inggrid dan Angga secara bergantian.

"Itu surat perjanjian yang perlu kamu tanda tangani Yuni," jelas Inggrid.

"Jadi, tujuan utama pernikahan ini adalah anak?" Yuni tertegun sejenak.

"Ya, kami ingin seorang anak dari kamu,"

"Kenapa Bos tidak mengandungnya sendiri saja? Kenapa harus repot repot mencari istri kontrak?" Yuni mencecar Inggrid dengan beberapa pertanyaan menyudutkan.

"Aku divonis mandul oleh Dokter," jawab inggid singkat tapi jelas. Matanya berkaca kaca, Yuni tau Inggrid sangat sedih walaupun dia tak menangis.

Ternyata tidak ada manusia yang sempurna didunia ini, ada yang hidup kaya tapi diberi takdir begitu tragis oleh Tuhan. Ada juga yang hidup miskin tapi hidupnya bahagia dan jauh dari problematika. Ada lagi yang sudah miskin, bernasib tragis, dan memiliki banyak problematika hidup contohnya Yuni.

"Yuni, apa kamu berubah pikiran?" Tanya Angga. Dia menatap wajah Yuni dengan tatapan serius.

"Kalau kamu merasa ragu, batalkan saja perjanjianmu dan Inggrid. Sejujurnya, aku juga tidak mau menikahi wanita lain dan meminjam rahimnya untuk menghasilkan seorang anak," lanjut Angga.

"Mas, kamu tidak boleh menolak pernikahan ini. Apa kamu lupa bagaimana Ibumu menindas dan menghinaku setiap hari hanya karena aku belum juga memiliki anak?" Tangis Inggrid pecah. Dia terlihat sangat tak berdaya dan memendam luka yang begitu dalam.

Angga memeluk inggrid, dia menyeka air mata wanita itu dan mengecup keningnya lembut.

"Baiklah, aku mengalah. Aku akan menuruti kemauanmu untuk menikah dengan Yuni. Tapi itu juga kalau Yuni mau menikah kontrak denganku,"

"Aku mau menikah kontrak dengan Pak Angga, tapi aku punya satu permintaan," ucap Yuni.

"Permintaan apa itu?" Angga penasaran.

"Tolong cukupi semua kebutuhan hidupku dan Ibuku setelah kita bercerai,"

"Baik, aku akan mengabulkan permintaanmu itu."

Yuni menandatangani surat perjanjian itu, kemudian dia memberikannya kepada Inggrid. Inggrid mendekap tubuh suaminya erat, dia nampak begitu bahagia. Sebentar lagi, mereka akan mendapatkan seorang anak yang begitu sangat mereka dambakan.

"Yuni, tolong ingat kata kataku ini. Hubungan kita hanya berdasarkan simbiosis mutualisme, jadi jangan pernah melibatkan perasaan di dalamnya," pesan Angga tanpa melepaskan pelukannya sama sekali dari tubuh Inggrid.

"Tenang saja Pak, aku akan bersikap profesional." Janji Yuni.

***

Yuni kembali ke rumah sakit dengan hati sakit tersayat sembilu, belum juga menikah tapi Yuni sudah tau kapan dia akan menjadi janda. Ingin rasanya Yuni berteriak, tapi hal itu hanya akan membuang tenaga saja karena tidak akan ada yang mau peduli padanya.

Murahan, satu kata yang cocok disandingkan dengan Yuni. Tubuh dan rahimnya hanya dihargai dua ratus juta saja. Tapi, itulah pengorbanan yang harus dia lakukan untuk menyelamatkan sang Ibu.

"Menjadi wanita bayaran tidaklah terlalu buruk, apa lagi aku dinikahi. Aku hanya perlu meminjamkan rahimku saja, hanya dua tahun saja tidak lama. Aku pasti bisa melewati semuanya," ucap Yuni pada dirinya sendiri. Dia mencoba untuk meracuni pikirannya agar bisa menjadi lebih kuat dan tak merasa bersalah pada siapapun.

Klak...

Pintu ruang rawat kelas satu terbuka, Yuni melihat Ibunya sedang duduk dan disuapi makanan oleh Uwa Ratna.

"Bu," Yuni berlari kencang dan langsung memeluk Ibunya. Dia menangis sejadi jadi, meluapkan segala perasaan yang ada di dalam hatinya.

"Nak, maafkan Ibu ya. Ibu sudah membuat kamu repot dan khawatir," ucap Ratih lirih.

"Aku tidak merasa direpotkan Bu, yang penting Ibu bisa sembuh dan sehat seperti sedia kala,"

"Nak, saat Ibu sembuh nanti. Ibu berjanji akan bekerja dengan keras agar bisa membantu kamu melunasi hutang," lanjut Ratih.

"Bu, jangan pikirkan soal hutang, biar itu menjadi tanggung jawabku saja." Yuni memeluk tubuh lemah Ibunya erat.

Pemandangan indah itu membuat Ratna terharu, dia menangis terisak melihat betapa sayangnya Yuni kepada Ibunya.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!