Bu Ami

"Kenapa? Gue kenapa?" tanya Jini.

Bima menoleh pada Jini.

"Kenapa, Bim?" tanya Arian yang tak bisa mendengar obrolan antara Bima dan sosok kunti tersebut.

"Ekhem!" Bima berdehem. Ia mulai tidak enak hati. "Kita balik aja yuk!" ucapnya.

"Balik?! Lo yang ngajakin buat ke sini! Tiba-tiba lo ngajak balik?!" omel Rafa.

"Kayaknya mending kita nggak usah ngurusin soal mitos ini!" ucap Bima.

"Tapi kenapa?" tanya Arian lagi.

"Terlalu bahaya!" tegas Bima.

"Tadi lo nyebut nama gue, gue kenapa?" tanya Jini.

"Nggak kenapa-kenapa! Kita balik aja!" paksa Bima.

"Nggak bisa! Kita udah sampai sini! Masa balik gitu aja?! Kota harus cari tau soal mitos itu!" bantah Jini.

"Ini bahaya, Jin?! Kita cuma murid sekolahan! Mitos ini bisa ngancem nyawa kita!" tegas Bima dengan sedikit emosi.

"Kan emang dari awal kita udah tau itu!" Jini ikut mempertegas kalimatnya.

"Apa yang sosok itu bilang ke lo? Kenapa lo tiba-tiba berubah pikiran buat balik? Dia pasti ngomong sesuatu!" ucap Arian.

"Nggak ada! Kita harus balik sekarang!" tegas Bima.

***

Sementara itu, di papan pengumuman SMA GAIB RENGGANI sudah tertulis.

[Jini Pearl #Tumbal Selanjutnya]

***

"BALIK SEKARANG!" teriak Bima di hadapan Jini.

"Tapi kita baru nyampe!" bantah Jini.

"Iya, Bim! Aneh lo! Kita baru nyampe. Kita juga belum dapet tanda apa-apa! Masa balik gitu aja." Rafa ikut menimpali.

"Ini bahaya, Fa!" tegas Bima.

"Dari awal juga kita udah tau kalo ini bahaya! Tapi kita semua setuju kan buat hilangin mitos ini supaya nggak ada korban lagi! Lo juga yang ngajakin kita buat ke sini malem-malem!" omel Jini.

"Gue nggak tau kalo semuanya bakalan sebahaya ini, Jin!" tegas Bima dengan kesal.

"Ya udah, kalo lo mau balik, balik sana! Kita tetap lanjutin ini!" tegas Jini.

Bima terdiam menatap Jini dengan penuh amarah.

Jovan baeu menyadari perdebatan di hadapannya. Pria itu melepas earphonenya. "Kenapa nih?" tanya Jovan.

"Tau nih Bima. Tiba-tiba ngajak balik," jawab Rafa.

"Kenapa, Bim?" tanya Jovan.

"Gue nggak mau kita lanjutin ini! Sekolah ini! Mitos ini! Dan semua yang ada di sini! Biarin aja! Kita cukup belajar ngikutin alur, pura-pura nggak tau sampai kita lulus!" tegas Bima.

"Hah?! Kenapa?! Bukannya lo yang ngajak buat nyari tau soal mitos ini?" balas Jovan.

"Mending lo jujur aja, Bim! Apa yang sosok tadi bilang ke lo?! Gue nggak bisa denger! Lo pasti berubah pikiran karena dia ngomong sesuatu!" Arian ikut menimpali perdebatan mereka.

"Gue nggak mau salah satu dari kita jadi tumbalnya!" tegas Bima.

"Sebelum itu terjadi, kita harus ungkap fakta dari mitos ini supaya nggak ada tumbal lagi!" tegas Jini.

Lo bakalan kaget kalo tau, tumbal selanjutnya itu, Lo! (Batin Bima).

"Eeehh!! Diem semuanya!" ucap Jovan. Ia mencoba memfokuskan pendengarannya pada SMA GAIB RENGGANI.

"Jini Pearl!"

"Jini Pearl!"

"Jini Pearl!"

"Kenapa, Jo?" tanya Rafa.

Setelah itu, suara-suara yang memanggil nama Jini tersebut menghilang terbawa angin.

"Nggak! Gue salah denger," ucap Jovan.

"Pokoknya gue mau balik! Dan gue mau kita semua balik!" tegas Bima.

"Nggak bisa, Bim! Kita udah jauh-jauh ke sini! Malam-malam pula! Masa balik gitu aja!" bantah Rafa.

"Kalo alasannya cuma bahaya, dari awal kita udah tau!" imbuh Jini.

Di tengah perdebatan mereka. Tiba-tiba terdapat tetesan darah dari atap dan mengenai wajah Jini. Gadis itu menoleh ke sumbernya. Tapi tak ada apa-apa di sana.

"Apaan nih?" tanya Jini menunjukkan darah yang sempat ia lap dengan tangan.

Mereka semua menoleh ke arap. Jovan biasa saja. Sementara Rafa mulai mencium aroma darah yang menyengat kembali. Sedangkan Arian dan Bima terbelalak dan membatu karena mendapati atap Aula dipenuhi dengan sosok-sosok penuh luka akibat kecelakaan. Seolah semua sosok itu ditempelkan di atap Aula. Arian dan Bima mencoba menenangkan diri.

"Ada apaan, Woi?" tanya Jini pada kedua temannya tersebut.

"Ka—ka—kayaknya Bi—Bima bener deh! Hm! Mending kita balik aja," ucap Arian tergagap.

"Ada apaan?" tanya Jini yang tiba-tiba merasa hawa panas yang teramat di atas kepalanya.

"Balik! Balik! Cabut, Woi!" teriak Bima dan kabur terlebih dahulu.

Mereka semua berlari kalang kabut. Bima menggenggam tangan Jini agar gadis itu tak tertinggal. Ia tahu bahwa semua makhluk di sekolahnya kini mengincar Jini untuk dijadikan tumbal selanjutnya. Sambil berlari, Arian melihat tangan Jini dan Bima yang saling menggenggam erat.

Bima menoleh ke beberapa tempat untuk sesekali. Karena banyak sosok yang mengganggunya. Mulai dari sekelibat kain putih yang terbang ke arahnya, sosok pocong muka gosong di jendela kelas, kuntilanak berwajah hancur, dan banyak lagi.

Sesampainya di luar sekolah, mereka langsung kabur untuk pulang. Jini sampai melupakan soal jaketnya.

***

Keesokan pagi, mereka menjumpai seseorang menggunakan jaket tersebut. Orang itu adalah Guru Seni Budaya yang bernama Bu Ami.

"Itu kan jaket gue! Semalam ketinggalan! Kita buru-buru cabut!" tunjuk Jini.

"Mirip aja kali," bantah Arian.

"Nggak! Itu nggak mirip! Itu di kantongnya pernah sobek, gue jahit pake benang merah! Tuh, sama! Nggak mungkin doang pembuat jaket itu terinspirasi dari gue!" balas Jini.

"Mungkin Bu Ami nemuin jaket lo, terus jadi hak milik dia!" ucap Rafa.

"Nah, bisa jadi!" Arian menimpali.

"Tapi kan itu jaket gue taroh semalam! Kita dateng pertama di sini! Kita udah nyari tuh jaket tadi, nggak nemu. Berarti Bu Ami ngambilnya semalem!" duga Jini.

Arian, Rafa, Jovan dan Bima ikut berpikir. Dugaan Jini bisa saja benar.

"Iya yah. Soalnya tadi udah kita cari, nggak ada. Kita kan datengnya sebelum satpam! Berarti Bu Ami ngambilnya kalo nggak malem, ya subuh!" ucap Rafa.

"Bisa aja Bu Ami semalem lewat sini. Terus nemu jaket lo!" bantah Bima.

"Kayaknya, kalo ada suara-suara, lo nggak boleh pake earphone, Jo! Kita semua jadi nggak tau apa yang terjadi! Kalo lo nggak pake earphone kan lo bisa denger ada orang jalan, orang ngobrol atau apa!" omel Bima.

"Ya, semalem rame bunyinya! Bising! Sakit kuping gue!" bantah Jovan.

"Ya lo tahan dong! Kita jadi kesulitan! Kalo kuping gue bisa denger kayak kuping lo, gue nggak bakal nyuruh lo!" omel Bima lagi.

"Ya nggak guna juga, Sialan! Kalo gue coba fokusin pendengaran, nggak bakalan bisa dengar! Kan bunyinya rame, bising!" Jovan ikut mengomel.

Bu Ami berlalu di hadapan mereka sambil tersenyum.

"Pagi, Buuu!" sapa mereka. Bu Ami tersenyum ramah.

Setelah berlalu, Rafa menutupi hidung. "Kok baunya kayak yang semalam ya?" bisiknya.

Bu Ami memasang wajah datar dan menemui Kepala Sekolah. "Mereka sudah datang!" ucap wanita itu.

Terpopuler

Comments

Aamir

Aamir

Kak aku mau join grupnya acc dong

2023-09-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!