Jangan Nyalahin Gue!

Pulang sekolah telah tiba. Seperti biasanya, Jini di bonceng Arian untuk pulang. Saat di parkiran, Arian memerhatikan Jini yang terus menekuk ujung bibirnya dan berjalan malas.

"Lu kenapa sih?!" Tanya Arian.

Jini menelan salivanya. Ia melirik lesu wajah Arian.

"Gua berantem sama Bima" jawab Jini.

"Kan emang lu sama dia sering berantem, apa yang aneh?"

"Hmmm" jawab Jini menepuk helmnya.

"Lu jeles dia sama adek kelas itu?"

"Gila lo! Ga lah! Gua ngerasa bersalah aja sih. Ga lebih!" Ucap Jini.

***

Bima membonceng Putri dan mengantarnya pulang. Saat di depan rumah Putri. Bima bertemu dengan Ibu Putri.

"Selamat siang Tante" sapa Bima.

"Iya, siang. Siapa ya? Kok sama Putri?" Tanya Ibunya.

"Saya Bima kakak kelasnya Putri, Tante. Kalo boleh saya mau minta ijin ke Tante buat anter jemput Putri ke sekolah. Soalnya kemarin saya ngeliat Putri di gangguin di bus sekolah" ucap Bima memberanikan diri.

"Udah ga usah Bim! Takut ngerepotin" ucap Ibu Putri.

"Ga ngerepotin kok Tante! Bahaya soalnya kalo naik bus sekolah, takutnya dia sering di palakin di bus"

"Gapapa kak! Aku bisa naik angkot kok"

"Iya, Putri bisa naik angkot kok!"

"Kalo sama gua kan bisa hemat ongkos" ucap Bima.

"Yaudah kalo Bimanya maksa. Gapapa, anter jemput Putri. Tapi, kalo kamu ada masalah atau ga bisa anter jemput Putri. Gapapa juga kok, jangan di paksain. Putri bisa naik angkot" ucap Ibu Putri.

"Iya Tante, siap!" Bima tersenyum ramah.

***

"Lu serius ga jeles sama adek kelas itu?" Tanya Arian di perjalanan.

Jini yang memegang erat jaket Arian, menempelkan wajahnya ke punggung Arian.

"Gua ga jeles!" Jawab Jini.

Jini tak pernah merasa menyukai salah satu dari sahabatnya itu. Seperti yang ia katakan, Jini hanya merasa bersalah karna telah membiarkan Putri kembali merasa di bully oleh seorang Ririn.

Arian menghela nafasnya. Ia cukup lama mengenal seorang Jini. Ia lebih dekat dengan Jini dari pada ke 3 temannya yang lain.

Jini yang cuek akan omongan orang sekitarnya, membuat Arian nyaman berteman dengannya. Aura positif Jini bisa dengan mudah di serap orang orang-orang di sekitarnya. Begitu pula jika dia beraura negatif, maka orang sekitarnya akan lebih peka terhadap perasaannya.

Jini yang sering banyak bicara, terkadang bertingkah menyebalkan di mata seorang Arian. Namun kini, Jini tak banyak bicara lagi. Arian merasa ada warna yang hilang dari hari biasanya.

Arian masih penasaran dengan apa yang Jini rasakan. Mengapa moodnya begitu buruk hanya karna bertengkar dengan seorang yang biasa menjadi teman bertengkarnya itu.

Ia membawa Jini ke rumahnya. Jini hanya terdiam saja dan masuk ke dalam rumah Arian. Orang tua Arian sudah terbiasa dengan keberadaan Jini di rumah mereka. Karna memang seperti itulah pertemanan mereka selama bertahun-tahun.

Terlebih lagi, Arian adalah anak semata wayang di keluarga itu. Ibu Arian sangat berkeinginan untuk memiliki seorang anak perempuan, namun ia pernah menjalani operasi sterilisasi sehingga tidak bisa untuk memiliki anak lagi. Hal itu semakin membuat Jini berhubungan erat dengan keluarga Arian.

Jini masuk ke dalam kamar Arian, ia melemparkan tasnya ke atas kasur dan merrbahkan dirinya. Rok abu-abu panjang yang ia kenakan mempersulitnya untuk bergerak. Ia berdiri dan membuka lemari Arian dan mengambil celana pendek milik Arian lalu memakainya dari balik Rok. Setelah terpasang sempurna, ia membuka roknya dan memasukannya ke dalam tas.

Arian tak memprotes apapun yang Jini lakukan. Ia bahkan telah membuat pengecualian atas pernyataan yang pernah ia katakan. Bahwa tidak ada wanita yang boleh masuk ke kamarnya selain ibunya sendiri.

Jini kembali merrbahkan diri ke atas kasur Arian. Sedangkan Arian menyalakan PS miliknya.

"Yan! Makan dulu!" Teriak Ibu Arian.

"Bawain ke sini! Ada Jini juga!" Teriak Arian.

"Ada Jini?! Kok ga bilang?! Mama bawain buah ya?!" Teriak Ibu Arian lagi.

"Iya bawa aja semuanya!"

Jini tak bergeming sedikitpun. Suasana hatinya sangat buruk. Sayangnya Arian tak bisa melihat warna aura tubuh seseorang.

"Jin! Main PS sini!" Ajak Arian. Namun Jini sedang tidak ingin bermain PS.

"Ga mood gua Yan!" Jini membalut tubuhnya menggunakan selimut milik Arian.

"Gua yakin! Lu pasti jeles sama adek kelas itu!" Ucap Arian.

Bhuugg!

"Gila lo!" Jini melempar bantal ke arah kepala Arian.

"Gua kenal lu dah lama! Gua tau lu kayak gimana Jin!"

"Harusnya Bima juga kayak gitu dong! Dia udah lama kenal gua! Harusnya dia tau gua kayak gimana!" Ucap Jini.

"Gua sama Bima itu BE-DA! Pernah ga sih lu bahas sesuatu sama Bima tanpa berantem? Pernah ga?! Jadi kalo lu berantem sama dia, harusnya lu udah biasa"

"Tapi kali ini beda Yan!"

"Beda karna Bima care sama adek kelas itu!"

"Jadi gini Yan! Lu jangan mikir gua suka sama Bima.."

"Gua ga bilang lu suka sama dia"

"Lu denger gua dulu! Tadi siang Putri di UKS, Bima ngeliat dia di bully dari temen sekelasnya! Bima suruh gua jagain dia di UKS, dia mau beli obat buat Putri. Nah! Cewe yang ngebully Putri itu masuk ke UKS! Gua biarin dia bedua sama Putri di UKS! gegara gua tinggal waktu itu! Putri di kunciin di toilet dari tuh cewe! Untung ada Kak Kela yang bantuin dia!" Jelas Jini.

"Bearti salah lu!" Ucap Arian.

"Hmmm, jangan nyalahin gua lah! Gua juga dah nyesel kok! Gua emang bego banget!" Ucap Jini dan mulai menangis di balik selimut Arian.

Arian hanya terdiam, ia baru mengetahui bahwa perasaan Jini begitu sensitif dengan hal semacam itu.

"Gua ga masalah kalo Bima ngebentak gua atau marah-marah ke gua!" Ucap Jini di sela tangisannya.

"Gua cuma ngerasa ga seharusnya gua tinggalin Putri pas di UKS tadi!" Jini terus mengoceh sambil sesegukan.

"Ini makan..." Ibu Arian menggantung kalimatnya saat mendengar Jini menangis dari balik selimut Arian.

"Dia ampe di kunciin di wc! Bajunya basah! Perutnya sakit! Kepalanya sakit! Gegara gua!" Jini terus menangis

Ibu Arian menggerakan alisnya seakan bertanya apa yang terjadi terhadap Jini. Namun Arian mengangkat bahunya seakan ia menjawab bahwa ia tak mengetahui alasan Jini menangis.

"Gua ga masalah, mau Bima bentak gua kek! Marah-marah ke gua kek! Mau dia mukul gua juga gua ga peduli! Asal dia jangan nyalahin gua kayak gini!" Jini memeluk erat guling milik Arian dari balik selimut.

Bima? Ibu Arian berbicara tanpa suara kepada Arian. Namun Arian menggeleng kasar, seakan menegaskan bahwa ia tidak tau.

Ibu Arian menaruh makanan yang ia bawa di atas meja belajar dan meninggalkan kamar itu.

Terpopuler

Comments

Gisino

Gisino

Jangan hiatus dong thor

2023-09-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!