Kelas 154

Indah berdiri di belakang Bima. Tentunya Bima bisa merasakan auranya yang berbeda.

"Ehh kak Indah!" Ucapnya memperbaiki posisi. Indah menoleh ke arah jendela dan mendapati Jini, Jovan, Rafa dan Arian di lapangan belakang sekolah.

"Mereka lagi ngapain?" Tanya Indah sambil mendekat ke jendela.

Bima benar-benar tidak tau apa yang sebenarnya telah terjadi.

"Ga tau kak! Gua ga di ajak! Makanya gua diem-diem ikutin mereka!" Ucap Bima.

"Lu bisa liat gua?!" Indah mulai menangis.

"Kenapa?" Bima pun heran. Ia tak mencurigai Indah yang masih menggunakan pakaian sekolah. Ia berpikir bahwa Indah tengah belajar bersama kelas 3 lainnya.

"Kemaren gua di tabrak mobil!" Indah menangis sejadi-jadinya. Hingga terdengar ke telinga Jovan yang berada di lapangan.

***

"Ada yang nangis!" Teriak Jovan. Rafa yang tengah mengendus pun menghentikan aktivitasnya.

"Siapa?" Tanya Jini.

"Kak Indah!"

Seketika tubuh Jini membeku. Ada aliran dingin yang ia rasakan pada tubuhnya. Ia merasa darahnya yang panas kini berubah menjadi air es. Seluruh darah itu mengaliri tubuhnya hingga melewati jantung. Jantungnya pun ikut membeku.

Tak tau apa yang terjadi pada Jini. Satu yang pasti, ia berpikir bahwa Indah bukan manusia lagi. Ia tak mengerti apa alasan dari tebakannya itu. Ia bahkan tak memiliki intuisi yang sejalan untuk menjelaskannya.

Kaki Jini melemah, ia mengubah posisinya menjadi jongkok.

"Jin! Lu kenapa?!" Teriak Arian memegangi tubuh Jini.

"Kak indah!" Jini berusaha mengontrol nafasnya.

"Dia nangis! Gua denger suara Bima!" Ucap Jovan lagi.

"Bima ngapain ke sini?!" Bentak Arian.

"Gua ngecium bau darah segar! Ga tahan gua!" Ucap Rafa memasang maskernya.

"Kak Indah.." ucap Jini mengatur nafasnya yang tak beraturan.

"Kenapa sih Jin?! Tenang dulu!" Bentak Arian.

Jini berkali-kali mencoba mengontrol nafasnya, namun sangat sulit.

"Kak Indah.. Tumbal Ujian!" Ucap Jini dengan terbata-bata.

Rafa dan Arian melebarkan mata mereka menatap Jini yang sedang lemas di atas rumput.

***

"Kok ga ada luka?!" Tanya Bima.

"Gua takut nunjukin gua yang asli depan lu Bim! Ntar lu takut!" Indah terus menangis.

"Maksud lu? Lu udah mati?" Bima menutup mulutnya.

Indah hanya menangis dan meraung.

***

Tiba-tiba Jovan pun menutup telinganya beberapa saat, lalu ia menyalakan musik dan menggunakan headsetnya.

"Kenapa Jo?!" Tanya Rafa.

"Jini bener! Gua dah denger semuanya! Nyesel gua nguping!" Ucap Jovan menambah volume pada Mp3 Playernya.

"Kok bisa? Dua hari yang lalu kita ketemu dia sendirian di sekolah!" Ucap Rafa lagi.

"Kakek-kakek, dia bilang kakek itu ngobrol sama dia sebelum dia meninggal! Kita mesti cari tau!" Tegas Arian.

"Tapi Jini.." Jovan menunjuk temannya yang masih lemas itu.

"Kita bawa ke kelas dulu!" Arian menggendong Jini dan membawanya ke kelas. Saat di depan kelas, ia tak terkejut melihat Bima dan Indah.

Malah Bima dan Indahlah yang terkejut melihat mereka semua masuk ke kelas.

"Jini kenapa?" Tanya Bima panik melihat Jini yang lemas di gendong oleh Arian. Rafa dan Jovan memandang sinis ke arah Bima sambil menyatukan meja.

Arian menaruh Jini di atas meja tersebut. Jini tidak pingsan. Ia hanya merasa kakinya lemas dan nafasnya tidak terkendali.

Arian menatap Bima yang mendekat ke arah Jini.

"Kakek-kakek yang waktu itu lu liat! Dia siapa?" Tanya Arian.

"Kakek?" Bima tak mengerti.

Arian mengajukan pertanyaan itu kepada Indah.

"Lu bisa liat gua?" Tanya Indah ke Arian. Namun Arian tak bisa mendengar suara Indah.

"Lu juga bisa liat gua?" Tanya Indah lagi.

"Iya! Dia bisa liat lu! Tapi dia ga bisa denger omongan lu! Dia ga buta! Tapi dia tuli!" Ucap Jovan.

"Lu juga bisa liat gua?!" Tanya Indah lagi.

Arian melihat gerak bibir Indah namun ia tetap tak mengerti apa yang Indah bicarakan.

"Gua denger doang! Ga bisa liat! Gua ga tuli tapi gua buta!" Ucap Jovan lagi.

"Sebenarnya lu semua siapa? Lu semua indigo?" Indah mulai heran dengan mereka semua.

"Kita semua cacat! Jadi lu santai aja!" Ucap Bima.

"Kakek-kakek yang pernah lu liat di sekolah, itu siapa?" Tanya Arian lagi.

"Gua ga kenal!" Jawab Indah.

"Dia ga kenal!" Ucap Jovan mengulangi ucapan Indah agar Arian mengetahui jawaban dari pertanyaannya.

"Dia bilang ga dia siapa?"

"Dia bilang dia penjaga sekolah yang lama"

"Dia penjaga sekolah yang lama!"

"Dia ada ngobrol apa sama lu?!"

"Dia cerita doang! Dia bilang anaknya meninggal pas 3 hari sebelum Ujian Nasional!"

"Anaknya meninggal pas 3 hari sebelum Ujian Nasional!"

"Bearti anaknya juga korban mitos itu!" Ucap Arian.

"Tapi, gua rasa dia ada hubungannya sama mitos itu!"

"Dia rasa kakek itu ada hubungannya sama mitos itu!"

"Sehari sebelum kematian gua! Dia ngobrol sama gua!, Dan sebelum gua di tabrak. Juga ada dia!"

"Sehari sebelum Indah mati! Dia ngobrol sama kakek itu! Dan sebelum Indah di tabrak, kakek itu juga ada disana!"

"Dia nyebrang jalan! Truss ada mobil kecepatan tinggi, mau nabrak dia. Tapi mobilnya malah belok ke gua!" Indah menangis kembali sambil menceritakannya.

"Kakek itu nyebrang jalan! Ada mobil kenceng mau nabrak dia! Tapi mobilnya malah belok ke Indah"

Jovan dan Bima merasa sedih mendengar hal itu.

"Gua butuh lu buat bongkar semua mitos itu kak!" Ucap Arian.

"Gua ga punya banyak waktu! 3 hari lagi, gua bakalan di kurung di SMA GAIB RENGGANI! Gedung di lapangan belakang sekolah!"

"Kenapa?" Tanya Jovan.

"Dia bilang apa?" Tanya Arian.

"3 hari lagi dia mau di karantina di gedung belakang sekolah!"

"Kenapa di karantina?"

"Semua siswa-siswi yang mati penasaran karna Ujian Nasional, di wajibkan belajar. Karna tujuan mereka adalah lulus dari Ujian Nasional"

"Tapi gimana mau lulus, kan ga bakal di kasih ijazah!" Ucap Jovan.

"Gua ga tau! Yang pastinya nama gua udah ada di daftar murid baru tahun ini" Indah menangis lagi.

"Dia bilang apa sih? Ga ngerti gua!" Ucap Arian.

"GEDUNG YANG LU LIAT ITU! SMA GAIB RENGGANI!" Teriak Jovan. Membuat Rafa dan Arian terkejut mendengarnya.

"SMA GAIB?!" Rafa mengubah posisinya menjadi berdiri.

"Semua arwah penasaran karna mati sebelum Ujian Nasional! Wajib jadi murid baru di sekolah itu!"

"Gua ngerti! Mereka bakal belajar selamanya disana! Karna tujuan mereka adalah buat dapet ijazah! Karna mana ada manusia waras di sekolah yang bakal ngasih ijazah buat orang yang udah mati tanpa Ujian Nasional!" Ucap Arian.

"Kalo pun di kasih! Dia harus mati sesudah Ujian Nasional!" Sambung Arian lagi.

"Bearti SMA GAIB itu cuma buat nampung mereka semua?" Tanya Rafa.

"Kayaknya" jawab Arian.

"Tapi kenapa gua ga bisa liat gedung itu?!" Bentak Bima.

"Masih jadi tanda tanya sih itu. Kenapa lu ga bisa connect sama sekali ke gedung itu?" Jovan memasang wajah kesal kepada Bima karna ia tak mempercayai apa yang Jovan dan teman-temannya alami.

"Kita fokus cari tau tentang gedung itu dulu! Dia siapa! Bisa aja kakek itu kerja buat gedung itu!" Tegas Arian.

"Serah lu semualah! Gua ikut aja! Ga enak gua kalo lu berempat punya misi, ga ajakin gua! Berasa ga di anggap gua!" Ucap Bima menurunan sedikit egonya atas perbuatannya kemarin.

***

Di papan pengumuman SMA GAIB RENGGANI tertulis

### Indah Larasati Murid baru Kelas 154 Curut SMA GAIB RENGGANI! ###

***

Terkadang sendok dan garpu pun memiliki aroma yang sama

Karna mereka terbuat dari bahan yang sama

***

Begitu pula saat kau mencium aroma kebohongan

Kau akan sulit membedakannya

Yang mana dapat di percaya Dan Yang mana sebuah tipu daya

Karna mereka berasal dari niat yang sama

~ Rafa Gedash

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!