"Tapi bener! Gua sering denger bunyi murid lain tapi kadang gua denger bunyi orang teriak!" teriak Jovan.
"Parnoan lu semua!" ucap Bima dengan santai.
"Bukan perno Bim! Gua serius liat gedung tinggi ampe nembus awan!" ucap Arian.
"Apa dulunya ada gedung di lapangan? Trus diratain buat dijadiin lapangan! Bisa aja kan?" ucap Jini.
"Kalo itu emang goib! Gua bisa liat!" Bima masih tetap membantah pernyataan Arian. "Kalo pun itu emang ada, kenapa lu baru liat sekarang?" sambungnya.
"Gua juga ga ngerti Bim!" ucap Arian.
"Waktu lu liat, ada orang ga di gedungnya?" tanya Jini.
"Ada! Rame! Tapi ga terlalu jelas!"
***
"Perlu diketahui! Sekolah kita memiliki perjanjian tidak tertulis, yang mengakibatkan siswa-siswi sekolah yang akan menjalani ujian nasional mengalami musibah hingga berakibatkan meninggal dunia"
"Untuk meminimalisir kemungkinan terburuk, seluruh Kelas 1 dan 2 mulai besok akan diliburkan hingga kelas 3 selesai Ujian Nasional, Kelas 3 tetap masuk seperti biasanya untuk pembekalan menghadapi Ujian Nasional! Terima kasih!" Pengumuman itu disampaikan oleh Kepala Sekolah dan tersebar di sepanjang koridor, membuat hingar bingar anak-anak kelas 1 yang baru mengetahui hal tersebut.
"Masih berlaku aja mitos kayak gitu!" ucap Bima.
"Positif thinking aja, mungkin biar anak-anak kelas 1 sama kelas 2 ga ngeganggu kelas 3. Kan mau fokus ujian!" balas Jini.
***
Jini dan Bima bersiap untuk pulang, namun berbeda dengan Arian, Rafa dan Jovan. Rafa termenung menikmati aromaterapi yang ada di hidungnya. Jovan terdiam fokus pada suara lonceng yang ia dengar. Sedangkan Arian terdiam memandangi penampakan gedung itu lagi dari balik jendela.
Jini dan Bima tak mengerti, mengapa ketiga temannya bertingkah aneh.
"Woee balik!" teriak Bima, membuat Jovan merasa terganggu dengan teriakan tersebut.
"Berisik lu!" bentak Jovan.
"Kenapa sih? Suara kuntilanak?!" tanya Jovan.
"Kayaknya ada sekolah lain di sekolah ini," ucap Jovan.
Arian menoleh ke arah pria itu dan menarik nafasnya. Tentu saja, ia baru menyadari bahwa Jovan mendengar apa yang ada di gedung itu. Setelah beberapa hari ini Arian hanya bisa melihat saja tanpa mengetahui aktivitas apa yang ada di gedung itu.
"Maksud lu?" tanya Jini.
"Gua denger suara lonceng! Bunyi tapak kaki! Rame! Berisik!" Jovan memfokuskan pendengarannya.
"Gua ngecium bau aromaterapi! Kayak minyak gosok nenek-nenek!" ucap Rafa sambil terkekeh.
"Itu dari gedung yang ada di lapangan!" teriak Arian.
"Gedung apaan sih anjirr?!" Bima terus saja menepis pernyataan Arian.
"Gini aja deh! Lu tunjukin gedungnya Yan! Kalo lu emang liat tuh gedung!" ucap Jini.
Dengan penuh percaya diri Arian membawa teman-temannya ke lapangan sekolah. Jini tak bisa merasakan apa-apa, sama halnya dengan Bima.
"Ini dia!" tegas Arian. Seketika semua makhluk yang ada di sana terheran menatap 4 siswa dan 1 siswi mendatangi gedung mereka.
"Di sini ada lonceng!" teriak Arian mencoba membuktikannya kepada Bima.
"Gua ga liat apa-apa!" balas sobatnya tersebut.
Arian mulai merasa kesal. Ia memukul lonceng itu dengan kuat.
DDDDDDDDIIIIIIIIIIINNNGGGGG!
Dengungan lonceng itu membuat gedung tersebut bergetar dan sampai ke telinga Jovan.
"Aaarrrrrggghhh!" Jovan menutup telinganya sambil menjerit.
"Kenapa Jo?!" tanya Jini yang menghampirinya.
"Iya! Itu lonceng yang gua denger tadi!"
"Yap! Bau karat!" imbuh Rafa memasang filter pada hidungnya.
"Lu bertiga ngomongin apaan sih?! Gua ga liat apa-apa! Gua ga denger apa-apa! Hidung gua juga ga nyium apa-apa!" tegas Bima.
"Bim!" bentak Jini.
"Kenapa lagi? Lu mau bilang lu bisa rasain gedung itu ada disini?!" Bima terus saja membantah pernyataan teman-temannya. Namun mendengar ucapan Bima, semua makhluk yang ada di dalam gedung itu, menatap ke arah Bima. Arian melihat semuanya.
Jini menghela nafas.
"Kenapa lu bertingkah kayak lu ga peka? Lu keliatan sama kayak anak lain tau ga?! Lu pasti pernah ngerasain kalo lu liat setan, tapi temen-temen lu ga liat! Lu pasti pernah ngalamin lu cerita tentang setan, tapi temen lu ga percaya! Lu sama kayak mereka tau ga?!" Jelas Jini.
"Gua bisa liat setan! Gua lebih peka dari lu semua! Gua percaya apa yang gua liat! Sedangkan ini? Rian liat! Gua ga! Ngotak dong!" Bima pun memulai perseteruannya lagi bersama Jini.
"Lu lebih peka? Buktiin! Ini mereka bertiga ga mungkin sekongkol buat ngerjain gua sama lu! Hidungnya Rafa bisa ngecium bau karat! Jovan denger loncengnya! Arian bisa liat semuanya! Lu bisa apa?! Ah?! Gua yakin, Iblis yang ada disini juga ga takut sama lu!"
"GUA BISA APA?! LU YANG BISA APA AH?! OTAK LU GA GUNA BUAT NGADEPIN SETAN!"
"GUA LEBIH PERCAYA SAMA OTAK GUA DAN TEMEN-TEMEN GUA, DARI PADA PERCAYA SAMA LU!"
"LU BENER JIN!" ucap Arian kesal. Bima dan Jini pun menoleh ke arah Arian.
"Mending kita balik!" Arian mengalihkan pandangannya ke arah Jini dengan matanya yang membesar.
Semua makhluk di gedung itu menatap mereka. Jini pun bisa merasakannya. Energi panas yang sangat besar berada di sekitar mereka. Anehnya Bima tak merasakan apapun.
"Yuk!" Jini menjauh dari lapangan itu dan di ikuti teman-temannya.
***
"Arian." Suara serak dan bergema itu terdengar lagi oleh Jovan. Namun kali ini terdengar jelas, karena suasana sekolah telah sepi.
Jovan menoleh ke Arian. Namun Arian terlihat santai. Ia masih heran, siapa yang memanggil Arian.
***
Saat temanmu tidak percaya apa yang kamu lihat Cobalah untuk tidak menceritakannya
Terkadang diam, bisa menyelamatkan nyawamu dari kematian
~Arian Dwi Putra
***
Arian telah di incarnya. Ia tahu bahwa Arian bisa melihatnya. Ia ingin menemuinya. Namun rantai yang ada di kakinya tak bisa ia lepaskan begitu saja. Ada begitu banyak alasan untuk mengemis pertolongan kepada Arian.
***
"Yan! Lu ada di rumah?" teriak Jini pada ponselnya.
"Hmmm, kenapa?" jawab Arian yang baru saja tersadar dari tidurnya.
"Gua otw!"
Arian membuka lebar matanya. Dia selalu merasa terganggu dengan Jini yang hampir setiap minggu datang ke rumahnya.
"Liat jam Jin!" gumam Arian.
"Hmm, sekarang jam 6. Jam setengah 7 gua sampe rumah lu!"
"Mau ngapain sih?!"
"Gua otw sekarang!" Jini mengakhiri obrolannya dan bergegas ke rumah Arian.
"Jin! Astaga!" Arian menaruh ponselnya di meja. Ia segera mandi dan merapikan kamarnya.
***
"Yan! Ada Jini!" teriak Ibu Arian.
"Suruh masuk aja!" balasnya. Seperti biasanya Jini langsung berlari memasuki kamar Arian.
"LU NGAPAIN SIH?!" teriak Arian mendorong Jini keluar dari kamarnya.
"Aaarrrggghhh! Tadi lu suruh masuk!" bantah Jini sambil terus di dorong oleh Arian.
"Mulai sekarang, ga ada cewe yang boleh masuk kamar gua!"
"Anak-anak lain?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
FiaNasa
kok si Bima gak peka Sama sekali ya
2023-11-04
0