"Yaudah lah, biarin! Pura-pura ga tau aja!" Arian lebih menyukai hal semacam itu. Apapun yang terjadi pada dirinya, ia akan mencoba bersikap normal.
"Gua bales!" ucap Jini berjalan mendekati kakak-kakak osis di depan papan tulis.
Arian dengan segera membuka mata dengan lebar. Ia ingin melihat reaksi para jin yang dihampiri oleh sobat karibnya tersebut.
"Kenapa Jin?" tanya Pras, salah satu kakak osis di hadapan Jini.
"Kak! Mau salaman boleh ga?" Alih-alih menjawab, Jini malah balik bertanya dan membuat semua orang yang ada di ruangan itu merasa heran, termasuk Arian.
"Salaman kenapa?" Kini Indah yang menghampiri Jini.
"Makasih, Kak, udah baik sama aku!" Jini langsung mengambil tangan mereka satu persatu dan menyalaminya sambil menepuk pundak mereka.
Tiba saat ia menepuk pundak Pras. Pras merasa berat dan terduduk.
"Pras!" teriak Indah.
"Ga aku pukul lohh!" ucap Jini menutup mulutnya dengan kedua tangan sebagai ekspresi rasa terkejutnya.
Arian melebarkan mata lebih lebar dari sebelumnya. Ia melihat makhluk asap bertaring merasuki tubuh Pras. Pras menggeram dan berteriak tak karuan.
Jini terkejut melihat hal itu. Tentunya ia tak tahu apa yang terjadi dan hanya mengikuti perasaannya. Jini berpikir jika makhluk itu menggigit lehernya, bearti ia bersembunyi di pundak seseorang agar lebih mudah untuk mencapai lehernya.
Ruangan Mawar seketika menjadi ricuh. Pras mengamuk, ia mematahkan dua kaki meja di hadapannya hanya dengan sekali sundulan menggunakan kepala.
Semua murid keluar dari ruangan itu, termasuk kakak osis. Jini merasa Pras memanggilnya dan meminta Jini untuk mendekati. Jini berjalan mendekati Pras yang sedang menggeram hingga air liurnya menetes ke lantai dengan pandangan buas. Namun, Arian terlebih dahulu menarik Jini untuk keluar dari ruangan itu.
"Pura-pura ga tau aja!" bisik pria itu.
Kakak osis yang lain segera mengunci pintu ruangan itu dan sebagian lagi memanggil guru.
Kehebohan itu terdengar hingga ke Ruangan Melati.
"Kenapa sih tuh?! Berisik amat kayak setan!" bentak Kela sembari berjalan keluar ruangan. Ia mendekati kerumunan murid Ruangan Mawar.
"WOEE! KENAPA LU SEMUA KAYAK SETAN?!" teriak Kela.
"Kak Pras kesurupan!" jawab Jini pelan.
Kela menerobos kerumunan dan berdiri di atas kursi panjang di depan ruangan. Ia melihat Pras yang tengah menggeram di depan papan tulis.
***
Sementara yang terjadi di Ruangan Melati ....
"Kak Pras kesurupan!" bisik Jovan kepada Bima dan Rafa.
"Tau dari mana lu?!" Rafa menepis pernyataan Jovan.
"Jini yang bilang! Gua denger tadi!"
"Paling bentar lagi sadar!" ucap Bima dengan santai.
"Tau darimana lu?!" Rafa juga menepis pernyataan Bima.
"Pras? Cowo lemah, ga bakal tahan lama!" Bima mengucapkannya sambil menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya.
Rafa dan Jovan saling menatap. Otak mereka berjalan 180° dengan otak milik Bima.
Bima membuka matanya dan mendapati kedua temannya saling menatap dengan ekspresi bodoh. Ia menyadari kesalahan lidahnya.
"Woeee! Maksud gua tuh energinya anjir!" tepis Bima menarik kembali temannya agar sejalan dengannya.
***
"TERANCAM!" Suara bergema dari atap ruang guru.
Jovan mendengar suara itu namun tertutupi oleh suara hingar bingar di luar Ruang Mawar.
***
Masa MOS telah berlalu. Jini, Jovan, Bima, Arian dan Rafa masuk ke kelas yang sama dan mereka duduk di tempat yang berdekatan. Bima dan Rafa duduk paling belakang, di depannya terdapat Jini dan Arian. Sedangkan Jovan duduk di hadapan Jini bersama seorang wanita bernama Gita.
Bima menyukai posisi bangkunya, ia bisa melihat seisi kelas dari tempatnya. Rafa duduk bersama Bima karena penciumannya yang sering terganggu denggan aroma-aroma lain, namun saat ia bersama Bima. Penciumannya kembali normal.
Jini dan Arian memang sudah menjadi teman yang paling dekat, karna sudah sedari SMP Arian dan Jini sering menggabungkan indera kepekaan mereka bersama untuk memecahkan suatu masalah.
Sedangkan Jovan, ia sering menjadi orang yang banyak bicara untuk mengontrol pendengarannya. Sangat cocok untuk duduk bersama Gita yang memiliki miliaran suku kata di benaknya. Mereka berdua sering mengobrol bersama bahkan mereka bisa mengucapkan kata-kata dengan cepat.
"Zzzrrzztttzzrrrka?" Jovan memulai obrolannya bersama Gita.
"Zrzrzrzwkwkwk." Gita pun ikut berbicara cepat sepertinya.
"Zjzjzjswa?"
"Zwzwzyetztztzrrrrzzzznnnseka!"
"Hahahah!" Gita tertawa.
Jini mulai mengernyitkan dahi melihat dua orang aneh di hadapannya. Jovan memiliki pendengaran yang istimewa, sedangkan Gita sudah terbiasa dengan ungkapan cepat. Walau ia tidak terlalu jelas mendengarkan, tetapi otaknya menangkap dengan cepat suku kata yang Jovan ajukan.
Plokk! Plokk!
Jini menepuk meja Bima tanpa melepaskan pandangan.
"Bim! Bim! Adek lu Bim!" ucap Jini. Rafa, Arian dan Bima segera menoleh ke arah Jovan dan mereka saling menatap.
"Zrzzzzrrrrse!" Jovan mengucapkannya sambil terkekeh.
Bima menarik ujung bibirnya.
"Zzzzrrrzzstan." Gita pun seakan mengerti bahasa yang Jovan ungkapkan.
"Zzzzrzzz."
"Bbizzrr."
Rafa, Arian, Bima dan Jini melongo lalu menyatukan pandangan mereka.
"Njirr! Kenapa adek lu jadi autis gitu Bim?!" Rafa cekikikan sambil menepuk pundak Bima.
"Mereka lagi ngobrol," ucap Bima.
"Maksud lu Gita juga autis?!" Jini membesarkan bola matanya.
"Ga ngerti gua!"
"Bukan cuma kuping yang cacat, lidahnya Jo juga cacat," ucap Rafa.
"Eh! Hidung lu juga cacat permanen!" bentak Jini.
"Ini istimewa!"
"Lu bedua cacat!" ucap Bima menyandarkan tubuhnya.
"Arian?" tanya Jini. Arian yang semulanya membaca novel, langsung memutar pandangannya ke arah Bima.
"Arian, mata kutukan!" bentak Bima. Jini dan Rafa cekikikan.
"Lu anak setan!" ucap Arian.
"Jangan bawa-bawa orang tua lu!" teriak Bima.
"Lu anak setan! Makanya setan ga berani sama lu, berasa nyakitin anak sendiri," ucap Arian lagi dan melanjutkan membaca novel.
"Udah, udah! Kita semua produk gagal! Jadi jangan berantem! Paling banyak kecacatannya. Yah siapa lagi kalo bukan Bima!" ejek Jini cekikikan bersama Rafa.
***
Hari berlalu seperti biasanya. Mereka tidak merasa terganggu dengan makhluk-makhluk yang ada di sekolah.
Hingga tiba saatnya seluruh kelas 3 mempersiapkan diri untuk Ujian Nasional.
Arian mulai melihat hal yang tak masuk akal lagi di matanya. Jovan pun sering terganggu dengan suara-suara aneh yang ia dengar. Bahkan, Rafa pun sering mencium bebauan aneh saat tengah duduk di bangkunya. Lain halnya dengan Jini dan Bima. Mereka tak merasakan apapun, Bima pun tak mengalami apa yang Arian alami. Saat Arian melihat gedung tinggi di belakang sekolah. Seharusnya jika itu benar-benar gedung yang nyata, teman-temannya pasti juga melihat gedung itu. Tetapi, jika gedung tersebut tak kasat mata. Seharusnya Bima juga bisa melihatnya. Namun, saat Bima melihat lapangan di belakang sekolah itu, masih tetaplah sebuah lapangan.
***
"Iya! Gedung! Tinggi!" ucap Arian, ia mengingat lagi penampakan gedung yang ada di belakang sekolah.
"Kira-kira berapa lantai?" tanya Jini, ia mulai menggunakan intuisinya.
"Tinggi! Nembus awan! Gua yakin itu goib! Masa Bima ga liat?" tanya Arian.
"Ga ada apa-apa woee! Suer dah! Lapangan kosong!" Bima berpikir bahwa Arian hanya mengarang saja.
"Mungkin ada hubungannya sama bau ikan asin yang sering lewat di hidung gua?!" tanya Rafa.
"Itu mah lu laper!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments