Tumbal Ujian
Kala itu mereka semua masuk ke Taman Kanak-kanak yang sama dan menjadi teman sekelas. Namun mereka masih terlalu kecil dengan semua kepekaannya.
***
"Siapa yang nangis?! Mamaaa!" Ia menangis di dalam kelas.
Jovan Altiwes, seorang anak laki-laki dengan telinga yang istimewa. Tidak, teman-temannya menyebut 'telinga yang cacat'. Peka yang berlebihan pada telinga itu membuat ia dipenuhi rasa ketakutan yang berlebihan pula. Ia mampu mendengar suara tabrakan hingga jarak sejauh 25 km. Hal itu sangat mengganggunya.
Namun kali ini ia terganggu dengan suara seorang wanita yang menangis di sebelahnya.
***
Seorang anak laki-laki lain tengah terdiam menatap semua orang yang berada di kelasnya. Ia didampingi oleh sang ibu, namun tidak merasa aman sama sekali.
Bocah itu menatap seorang wanita tua yang berada di sebelah Jovan. Ia tak melihat raut wajah wanita tersebut, matanya seketika memburam bila memfokuskan pandangan ke arah wajah wanita itu. Namun ia tahu pasti, Jovan menangis karena wanita itu menakutkan. Perlahan kepala wanita tua tersebut menoleh ke arahnya. Ia pun mulai merasa takut.
"Mmmaaammaaa! Hegh!" Ia mencoba untuk tak menceritakan apa yang baru saja muncul di indera penglihatannya.
"Kenapa?" tanya sang ibu.
"Mau minum!" jawab bocah itu.
Arian Dwi Putra, namanya. Mata anak itu dipenuhi cahaya. Ini bukan sebuah anugerah, melainkan kutukan dari katak buta. Karena ayahnya pernah menabrak salah satu anak katak buta di saat sang ibu tengah mengandung Arian. Sebagai gantinya, Arian tidak dibutakan. Namun ia menambah kepekaan pada mata Arian.
Arian duduk di hadapan Jovan. Dengan 3 bangku di sebelah mereka masih kosong. Meja bundar yang mereka gunakan jaraknya dengan Jovan lumayan jauh.
***
"Ini jangan dibuka ya! Sampai pulang sekolah!" Perintah seorang Ibu sambil memasangkan filter penciuman pada hidung anaknya.
Itu adalah ibu dari Rafa Gedash. Hidung anak tersebut tidak bisa mengontrol bebauan, setelah melakukan operasi pembersihan sinusitis. Terkadang ia mencium aroma yang sangat teramat pekat memenuhi seluruh hidung dan otaknya. Namun terkadang ia tak bisa mencium aroma apapun.
Rafa duduk di sebelah Arian. Ia menatap bingung kedua temannya yang memegangi tangan ibu masing-masing.
***
"Bima! Ini tasnya!" teriak seorang Ayah sambil berlari mengejar anaknya yang telah berjalan terlebih dahulu memasuki kelas.
Bima termasuk anak yang sudah bisa mengontrol inderanya yang lebih dari lima itu. Ia sudah mulai akrab hampir dengan semua jenis setan. Terlebih lagi aura positif Bima membuat segala jenis jin bersembunyi bila melihatnya. Seakan energi mereka terserap oleh energi positif anak tersebut.
Setelah mengetahui bahwa ada sosok makhluk tak kasat mata yang mengganggu Jovan, ia memilih untuk duduk sebangku dengannya.
Bima adalah sosok pelindung untuk teman-teman semasa sekolah. Ia bahkan dianggap sebagai seorang ayah bagi mereka. Mereka akan merasa aman jika bersama Bima.
Seketika sosok wanita tua itu lenyap saat Bima tersenyum lebar menatap teman-temannya.
Arian dan Jovan mulai memperbaiki perasaan mereka. Arian menatap Bima yang tersenyum sambil menghapus air matanya.
***
"Halo semuanya! Namaku Jini!" teriak anak perempuan di depan pintu dengan tangan yang dipegangi oleh sang ibu.
Itu dia! Jini Pearl. Ia mempunyai kepercayaan diri yang berlebihan. Batinnya kuat, ia sama seperti Bima yang di penuhi aura positif. Tak heran jika dia dan Bima sering bertengkar hanya karna merasa tersaingi. Jini tak sepenuhnya sama dengan Bima. Ia tak bisa melihat makhluk astral. Ia hanya mengandalkan batin dan instingnya untuk melakukan sesuatu.
Jini duduk di antara Jovan dan Arian. Ia menatap jijik sosok Bima yang terus tersenyum.
Namun itu hanya bagian dari kisah masa lalu sekaligus awal mula mereka mengenal satu sama lain. Bertahun-tahun tumbuh bersama membuat mereka telah memiliki gaya dan karakter untuk mereka masing-masing.
***
Hari ini mereka tengah menjalani MOS (Masa Orientasi Siswa) di SMA RENGGANI. Di sinilah perperangan mereka dimulai.
Semua siswa dan siswi baru memasuki ruangan MOS mereka. Ada begitu banyak murid baru di sekolah itu. Namun Jini menjadi siswi yang paling populer di hari pertamanya di SMA.
Insting Jini yang kuat membuatnya banyak di sukai oleh kakak-kakak OSIS di sekolahnya. Hingga dengan mudah menemukan Jini karna semua OSIS di sekolah tengah membahas Jini. Mereka tak menyebut Jini memiliki Indera ke enam, tetapi mereka memandang Jini dikelilingi keberuntungan di sekujur tubuhnya.
Jini yang berada di Ruang Mawar, membuat OSIS yang membimbing ruangan itu merasa bangga memiliki Jini di ruangannya.
***
Namun, yang terjadi di Ruang Melati.
"KENAPA LO TELAT?!" teriak Kela (anggota OSIS) kepada Jovan yang berdiri di depan papan tulis. Hal itu disaksikan oleh Bima dan Rafa yang duduk sebangku di pojok paling kanan.
"Ada masalah, Kak!" jawab Jovan tertunduk.
"MASALAH BAPAK LO JANGAN DIBAWA KE SEKOLAH!" balas Kela sambil mendekatkan wajahnya.
"Busnya telat!" jelas Jovan lai.
"URUSAN LU! BUKAN URUSAN GUA!"
Jovan berusaha menahan emosi.
"Duduk lu!" Perintah Kela. Jovan berjalan menuju tempatnya yang ada di depan Bima.
"Masalah bis apa iblis?" bisik Bima sambil cekikikan bersama Rafa.
"Gua lupa bawa headset." Jovan merapikan seragamnya.
Tentunya headset adalah alat terpenting untuk Jovan mengalihkan pendengarannya yang semakin dewasa, semakin peka.
***
"Yan! Lu bawa minyak kayu putih ga?" tanya Jini tengah duduk di samping Arian sambil memegangi leher yang terasa penat. Arian memberikan minyak kayu putih untuk Jini. Namun saat Jini akan mengusapkannya, Arian menahan tangan gadis tersebut. "Kenapa?" tanya Jini tak mengerti.
"Abis digigit apaan lu?!" ucap Arian yang melihat bekas gigitan tiga gigi membuat leher Jini memerah.
"Ah?! Kenapa?!" Jini mengambil kaca dari kotak pensil dan mencoba melihatnya. Namun lehernya terlalu ke arah belakang, ia tak bisa melihat apapun.
"Mana sih?! Ga keliatan!" ucap Jini yang mencoba memutar lehernya.
Ckkreeekk!
Arian memfoto leher Jini menggunakan ponsel. Ia menunjukan foto itu kepada Jini.
"Mana?! Boongin gua lu?!" teriak gadis itu begitu mendapati foto lehernya baik-baik saja.
Namun Arian merasa heran, bekas gigitan itu tak terlihat di kamera. "Ga Jin! Beneran! Ini gua liat ada bekas gigitan! Tapi gua foto ga ada!" jelasnya.
"Maksud lu?!" Jini terkejut, ia baru sadar. Sedari tadi ia merasa salah satu kakak osisnya diikuti oleh makhluk tak kasat mata.
"Gua ga boong!" Arian mencoba untuk meyakinkan.
"Coba lu liat di sini ada yang aneh ga?!"
"Ga ada!"
"Kakak osis?"
"Kayaknya bukan! Itu bawaan mereka semua! Ga ada yang serem!" jelas Arian sambil menatap makhluk serta beberapa gumpalan asap dan cahaya di sekeliling kakak osis di ruangan mereka.
"Tapi feeling gua ke sana!" Jini menunjuk salah seorang di depan palan tulis samb memegangi lehernya yang terasa sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Lenia Wati
p
2023-12-18
0
FiaNasa
aq mampir thor
2023-11-04
0