Zurra menangis dalam keseorangan, ia menatap wajah bayinya yang tertidur begitu pulas. Andai saja ia tak memikirkan nasib bayi istimewanya, maka ia tidak akan membiarkan lelaki itu memperlakukannya seperti saat ini. Nyalinya ciut saat Rio mengancam akan menyakiti Revan.
"Semoga saja Allah akan membalas segala perlakuan burukmu padaku dan Revan. Aku tidak akan memaafkanmu!" geram wanita itu sembari menghapus air matanya dengan kasar.
"Aku tidak boleh lemah. Ya, aku harus kuat. Aku tidak akan membiarkan dia menyakiti putraku." Zurra kembali menguatkan hati dan raganya.
Zurra mendengar suara derap langkah kaki menuju kamar yang sedang ia tempati. Ia segera pura-pura meringkuk di sebelah Revan.
Terdengar pintu kamar dibuka dari luar. Rio melihat Zurra dan Revan sedang tertidur pulas. Lelaki itu kembali mengunci pintu kamar dari luar.
Pagi-pagi sekali Zurra sudah bangun, ia tak tahu harus berbuat apa. Wanita yang berusia dua puluh lima tahun itu hanya bisa mengadukan nasibnya kepada sang pemilik takdir.
Zurra kembali menangis dalam sujudnya. "Ya Allah, hanya kepadamu aku memohon. Tolong berikan kekuatan bagiku, lindungi kami dari segala kejahatan yang sedang dilakukannya."
Selesai ibadah, Zurra menghampiri Revan yang sudah bangun. Bayi itu terlihat sudah lapar dan haus. Walau masih ASI, tetapi Revan sudah makan untuk pendamping ASI. Namun, sudah jam tujuh pagi Rio masih mengunci mereka dari luar.
Sementara itu Zafran yang sedari tadi menunggu balasan pesan dari Zurra tampak gelisah. Karena sudah hampir siang, tetapi pesan masih centang satu, itu berarti ponsel wanita itu tidak aktif.
Hati dokter tampan itu semakin Gegana. Sudah dari kemarin. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, duduk salah, tegakpun salah. Memang bila hati yang tak tenang, maka semuanya ikut bermasalah.
Zafran kembali mengambil wudhu, ia melaksanakan sholat Dhuha dua rakaat. Ia memohon agar diberikan ketenangan batinnya yang kini sedang gelisah.
Di dalam sujud terakhir Pria itu berdo'a begitu khusuk. "Ya Allah, aku tahu bahwa dia bukan milikku. Namun, ketika dia tidak ada kabar aku tidak mampu mendustakan rindu. Sungguh atas namaMU aku sangat mencintainya. Ya Allah, bagaimana mungkin aku melupakan dia, sedangkan Engkau memberikan hati ini untuk selalu teringat padanya. Ya Allah, takdir apakah yang sedang Engkau rencanakan?"
Zafran sudah lebih tenang setelah mengadu kepada sang pencipta. Zafran sudah bisa berpikir lebih tenang untuk langkah apa yang ia ambil.
Zafran menghubungi driver travel yang waktu itu mengantarkan Zurra ke RS. Ia meminta lelaki itu untuk mendatangi kediaman Zurra. Tentu saja ia memberikan bayaran yang menjanjikan agar driver itu mau. Karena kali ini kedatangannya bukan untuk menjemput Zurra, tetapi melainkan untuk memastikan bahwa Zurra dan Revan baik-baik saja.
***
Sementara itu di lain tempat. Zurra masih menggedor-gedor pintu kamar itu agar di bukakan oleh Rio.
"Mas, buka pintunya! Aku mohon buka!" teriak wanita itu dengan hati yang begitu kesal. Zurra berusaha untuk tetap mendiamkan Revan yang sudah menangis sedari tadi.
Mungkin bayi itu lapar, ASI yang di berikan oleh Zurra tidak mengenyangkan, karena Zurra juga belum makan apapun.
Rio yang merasa tidurnya terganggu karena teriakan dari Zurra, maka ia segera keluar dari kamar. Rio mendengar tangisan Revan begitu memekakkan telinga. Rio membuka pintu kamar itu.
"Kenapa kamu tega sekali, Mas! Kamu benar-benar lelaki yang tak mempunyai hati!" kesal Zurra menyorot tajam.
"Hah, tidak usah banyak bicara! Diamkan bayi itu!" bentak Rio tak kalah meninggikan suaranya.
Zurra tak lagi menyahut, ia segera membawa Revan menuju dapur. Wanita itu membuka lemari pendingin untuk mengambil bahan-bahan yang tersisa untuk membuatkan bubur. Ternyata tidak ada apa-apa, lemari pendingin itu kosong.
"Mas, tolong buka pintunya, aku ingin membeli bahan makanan buat Revan," pinta Zurra pada Rio yang ingin mengulang tidurnya.
"Ah! berisik banget sih! Ngapain kamu kasih dia makan, biarkan saja dia mati kelaparan!" jawab Rio yang tak mempunyai perasaan.
"Berhenti berkata buruk mengenai putraku! Jika terjadi sesuatu pada Revan, maka aku akan membuatmu menyesal, Mas!" ancam Zurra yang merasa sudah habis kesabaran menghadapi lelaki itu.
Rio bangun dari baringnya. Dia menyeringai seakan mengejek ucapan Zurra. "Apa yang ingin kamu lakukan, Hmm?" tantang Rio yang berdiri begitu dekat sehingga hembusan nafasnya menyapu wajah Zurra.
"Cukup, Mas, aku tidak ingin lagi bertengkar. Tolong buka pintu rumah. Aku hanya ingin memberi makan Revan. Kamu boleh menghina dan menyakiti aku, tapi aku mohon tolong jangan sakiti Revan. Tolong tatap wajahnya sebentar saja, Mas. Dia adalah anakmu, darah dagingmu. Jika kamu tidak bisa membahagiakannya, tolong jangan siksa dia atas dosa yang tak pernah dia lakukan," lirih Zurra dengan deraian air mata.
"Hah! diamlah! Jangan katakan hal itu lagi. Aku tidak sudi mempunyai anak cacat seperti dia! Sekarang bawa anak itu ke dalam kamar. Biar aku yang mencarikan bahan makanan keluar!"
Zurra hanya mengangguk patuh dengan tangisan pilu. Wanita itu memeluk putranya semakin erat. "Maafkan ibu, Nak. Maaf jika Ibu belum bisa membuatmu bahagia, dan maaf sudah melibatkanmu dalam masalah ini. Hiks Hiks... Ya Allah, kenapa aku merasa menjadi Ibu tak berguna."
Tangis Zurra pecah. Saat wanita itu masih menangis sesenggukan, ia mendengar suara klakson mobil dari luar pagar. Zurra gegas membuka gorden pintu untuk melihat siapa yang ada di luar pagar.
"Bukankah dia driver yang waktu itu menjemputku?" tanya Zurra dalam keseorangan.
"Pak! Tolong!" panggil Zurra. Namun, sepertinya lelaki itu tidak melihat. Zurra baru ingat bahwa kaca jendela itu gelap. Zurra segera membukakannya.
"Pak! Tolong saya!" panggilnya kembali.
"Bu Zurra! Apakah anda baik-baik saja?" tanya driver itu dari luar pagar.
Zurra menggeleng memberi syarat dengan menyilangkan kedua tangannya, lalu menangkup kedua telapak tangannya untuk meminta pertolongan.
Saat driver itu ingin melompati pintu pagar, tiba-tiba Rio pulang.
"Hei, siapa kamu? Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Rio menatap curiga.
"Ah, maaf, Pak. Tadi saya kira tidak ada orang di rumah ini. Karena saya ingin mengantarkan paket untuk Ibu Zurra," ucap lelaki itu beralasan.
"Mana paketnya? Biar saya yang berikan," ucap Rio meminta bingkisan itu.
Driver itu memberikan, tetapi matanya masih mengamati ke arah jendela yang sudah tertutup.
Saat Rio dan driver itu masih bicara, Zurra baru ingat untuk menghubungi Zafran. Ia gegas mengambil tasnya yang ada di kamar Rio, lalu mengambil kartu nama sang dokter.
"Ya Allah, tolong bantu aku," gumam wanita itu sembari menekan nomor Zafran menggunakan telpon rumah. Namun, kembali wanita itu kecewa saat tidak bisa terhubung, karena Rio sudah memutuskan sambungan telepon rumah itu.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
jahat banget ya nih laki
2024-07-22
2
Maurid Tambunan
kena karmalah rio
2024-05-23
1
☠🦃⃝⃡ℱTyaSetya✏️𝕵𝖕𝖌🌈༂နզ
Semoga pertolongan segera datang untukmu Zurra
2024-05-17
3