"Zurra, aku bisa jelaskan," ucap Rio sembari memegang tangan wanita itu.
"Lepas! Tidak ada yang perlu kamu jelaskan, Mas!" Zurra segera beranjak. Namun Rio kembali meraih tangannya.
"Zurra, dengerin aku dulu!"
"Apa yang ingin kamu jelaskan, Mas? Aku sudah dengar apa yang kamu bicarakan. Dan ternyata dugaanku benar bahwa kamu membawa jalangmu itu kerumah ini 'kan?!" bentak wanita itu dengan sorot menyala.
Rio tersenyum licik. "Ya kamu benar. Bahkan aku membawanya bercinta di kamar kita. Oya, sepertinya aku harus mengatakan apa tujuanku yang sebenarnya membawamu pulang."
"Apa, Mas? Katakan!" Zurra menahan segala sesak di dadanya.
"Tujuan utamaku adalah memintamu untuk menandatangani surat pernyataan pengalihan segala aset yang kita miliki menjadi milikku seutuhnya. Karena beberapa cabang coffee house masih atas namamu. Dan satu lagi, yaitu kamu harus menandatangani surat persetujuan untuk aku menikah lagi!"
Pernyataan Rio benar-benar membuat Zurra tak mampu menahan segala rasa sakit yang menghujam hati dan jantungnya. Mata wanita itu sudah memerah menahan tangis, dadanya terasa sesak, seakan ada benda puluhan kilo menghimpitnya.
PLAKK!
Sebuah tamparan mendarat di pipi lelaki itu sebagai hadiah karena telah berhasil menipu dirinya.
"Kau!" Rio mencengkeram pipi Zurra dengan kuat. "Beraninya kau padaku wanita tak berguna. Memangnya kau siapa hah!!" Bentaknya sembari mendorong tubuh Zurra dengan keras sehingga kepalanya membentur pilar yang ada di ruang tengah itu.
"Awwhh!" Zurra meringis menahan rasa nyeri di kepalanya. Zurra merasakan ada sesuatu yang merembes di keningnya, seketika matanya membulat saat tangannya mengusap bekas benturan itu, ternyata keningnya berdarahh.
Rio mendekat, tetapi bukan untuk menolong. Namun, lelaki itu kembali memberi Zurra pelajaran. "Jangan sesekali berani padaku, Zurra. Karena aku bisa saja melenyapkanmu saat ini juga. Dan setelah kamu mati, maka aku akan membuang anak cacatmu itu ke jalanan!" ancam Rio sembari menjambak rambut Zurra dengan kuat.
"Awwhh, sakit, Mas! Lepaskan!" ucap Zurra meronta menahan sakit.
"Hng! Ini belum seberapa, Zurra. Apakah kamu ingin aku berbuat lebih dari ini, Hmm?"
"Lepas, Mas. Sakit!" Seketika air mata yang sedari tadi ia tahan luruh juga.
"Makanya jangan berani padaku!" bentaknya seraya mendorong kepala wanita itu dengan kasar.
Zurra menangis sesenggukan sembari merosot ke lantai. Rio segera beranjak masuk kedalam kamar, lalu mencari ponsel Zurra.
"Mas, kamu mau apain ponsel aku, kembalikan," pinta Zurra merebut benda pipih yang ada di tangan lelaki itu.
"Hahaha... Kamu kira aku ini lelaki bodoh, Zurra? Aku tahu bahwa ada seseorang yang menolongmu, bukan? Dan aku tidak akan membiarkan lelaki brengsekk itu bisa menemukanmu!"
PRANGG!!!
Rio membanting ponsel Zurra ke dinding hingga remuk tak bersisa.
"Dasar lelaki brengsekk! Aku benci sama kamu!" Pekik wanita itu sembari memukuli Rio. Namun dengan sigap Rio menahan tangan Zurra.
"Mau apa kamu, Hmm? Kamu masih berani padaku?"
PLAK!
Rio menampar dengan kuat sehingga pipi wanita itu memerah. "Hei, wanita ******, sudah berapa kali lelaki itu menidurimu, hah? Apakah kau puas dengannya, sehingga kau tidak mau untuk ku sentuh!" bentaknya dengan amarah menyala.
"Jangan samakan aku denganmu! Aku tidak seberengsek kamu!" jawab Zurra tak kalah muak.
"Hahaha... Kau kira aku akan percaya begitu saja dengan ucapan wanita murahan sepertimu? Mana ada wanita baik-baik yang mau tinggal di kediaman lelaki yang tidak ada hubungannya denganmu!"
Zurra tak menyahut lagi ucapan lelaki itu, ia segera beranjak menuju kamar putranya. Ia menggendong bayi yang sedang terlelap, lalu bergegas untuk pergi dari rumah yang sudah bagaikan neraka perkawinan baginya.
"Mau kemana kamu?" hadang Rio di depan pintu kamar.
"Minggir! Aku akan pergi!" bentak Zurra, ia mendorong agar Rio memberi ruang untuk lewat.
"Kau kira aku akan membiarkanmu pergi begitu saja? Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!" tegas lelaki itu dengan senyum liciknya.
"Ayo masuk!" Rio kembali mendorong Zurra untuk masuk kedalam kamar itu, lalu menguncinya di dalam.
TOK! TOK!
"Buka, Mas! Keluarkan aku dari sini!" teriak Zurra dengan tangis pilu. "Kenapa kamu tega melakukan ini padaku dan Revan, Mas. Apa salahku? Hiks...." Tangis wanita itu pecah.
Rio tak menghiraukan tangisan wanita itu, ia segera meraih kunci mobil dan bergegas meninggalkan kediamannya. Dan tentu saja ia sudah mengunci segala pintu rumah terlebih dahulu agar Zurra tak kabur.
Sementara itu di sebuah kamar, seorang lelaki tak bisa menemui mimpinya. Karena ia masih memikirkan Zurra dan Revan.
"Ya Allah, kenapa aku seperti ini? Kenapa perasaanku tidak enak. Apakah Zurra dan Revan baik-baik saja?" gumam Zafran sembari mencari posisi yang nyaman agar segera Lena dalam tidurnya.
Zafran kembali duduk sembari mengusak rambutnya dengan frustasi. Ia meraih benda pipih yang ada di meja samping tempat tidurnya, lalu mencari kontak Zurra.
"Jika aku mengirim pesan, apakah akan menimbulkan masalah untuknya? Tapi aku hanya ingin memastikan bahwa mereka baik-baik saja," gumam Zaf sembari mengetik pesan singkat.
Pesan terkirim, tetapi hanya centang satu. Zafran mencoba untuk menghubungi, dan lagi-lagi hanya memanggil.
"Kenapa ponselnya tidak aktif? Apakah Zurra sudah tidur? Atau... Astaghfirullah, apa yang sedang aku pikirkan. Itu hak mereka, karena mereka pasangan halal. Hah, dasar Zafran payah!" rutunya pada diri sendiri.
Zafran kembali merebahkan tubuhnya, berharap wanita itu besok membalas pesan darinya.
"Mungkin besok Zurra akan membuka pesan dariku." Zafran mencoba berpikir positif untuk membuat jiwanya tenang. Dan tak berapa lama ia sudah berada di alam mimpi.
Sementara itu di sebuah kamar hotel, Rio baru saja selesai bercinta dengan wanita yang telah menjadi orang ketiga di pernikahannya dan Zurra. Wanita yang bernama "Amel" itu bergelayut manja di lengan Rio dengan posisi bersandar.
"Mas, kapan kamu akan menikahi aku?" tanya Amel dengan manja.
"Secepatnya, Sayang. Aku sedang membujuk wanita itu agar mau menandatangani surat persetujuan itu agar nanti posisi kamu sama dengannya," jawab Rio sembari mengecup bibir tipis wanita itu.
"Kenapa kamu tidak menceraikannya, Mas? Bukankah kamu bilang kamu sudah tak ingin lagi mempunyai anak darinya?"
"Iya, tapi tidak semudah itu, Sayang. Karena kamu tahu bahwa beberapa cabang coffee house yang sedang aku kelola, itu atas nama Zurra. Dan aku harus membujuknya agar mau menandatangani pengalihan atas namaku."
"Terus, mau sampai kapan aku menunggu, Mas? Aku takut nanti kandunganku semakin membesar."
"Kamu tenanglah, aku akan segera mungkin memintanya untuk menandatangani kedua berkas penting itu," janji Rio pada wanita itu.
"Baiklah, aku akan menunggunya. Tapi ingat ya, mas. Jangan sampai lama, aku tidak mau bila orang tahu bahwa aku sedang hamil," tekan wanita itu.
"Ok, Sayang. Sabar ya." Rio kembali menghujani wajah Amel dengan kecupan. Lelaki itu kembali akan memulai pertempuran mereka.
Bersambung.....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Hafifah Hafifah
awas entar anaknya pas lahir lebih parah dari revan lho
2024-07-22
2
Hafifah Hafifah
si zurra lagi g baik" aja sekarang
2024-07-22
1
Eka
rio ingat ya kamu akan menyesal nantinya,semoga zurra ada orang yg menolong
2024-07-13
0