"Bang, bagaimana hubungan kamu dengan dia?" Tanya Umi yang membuat Zaf tersedak.
Uhuk! Uhuk!
"Minum dulu, Bang." Abi menyodorkan segelas air putih.
"Makasih, Bi." Zafran segera meneguk sampai tandas.
"Kenapa ekspresi wajah kamu seperti itu?" tanya Umi curiga.
"Ah, nggak. Nggak pa-pa," jawab Zaf berusaha untuk tetap tenang.
"Kalau begitu cerita dong."
"Sebenarnya..."
"Apa, Bang?" tanya Umi penasaran karena putranya itu tak meneruskan ucapannya.
"Sebenarnya wanita itu sudah mempunyai tunangan," jawab Zaf tidak jujur. Ia tidak berani mengatakan bahwa dirinya mencintai istri orang.
"Terus?"
"Ya tentu saja di lebih memilih tunangannya."
"Baguslah kalau begitu. Umi tidak ingin kamu menjadi perusak hubungan orang," jawab Umi mendukung keputusan wanita itu.
"Mungkin bukan jodoh kamu, Bang. Cari yang single. Jangan mengambil milik orang," sambung Abi.
"Umi, Abi, aku mau tanya sesuatu," ucap Zaf tampak ragu.
"Ya, tanyakanlah," jawab Abi.
"Seandainya aku berjodoh dengan seorang janda, apakah Umi dan Abi restu?" tanya Zaf dengan wajah cemas.
Umi Menatap dengan mata menyipit. "Apa maksud kamu, Bang?" tanya wanita itu tak paham.
"Ah, tidak ada maksud apa-apa. Kan jodoh itu tidak ada yang tahu, Umi. Abang cuma ingin tahu bagaimana tanggapan Umi dan Abi," kilah lelaki itu dengan senyum simpul.
"Jangan katakan bahwa kamu ada niat untuk menghancurkan hubungan orang, lalu kamu akan menikahinya, begitu?"
"Astaghfirullah, Umi. Kenapa berpikiran seperti itu. Mana mungkin aku melakukan hal sekeji itu."
"Bang, Abi dan Umi tidak akan memandang status siapapun wanita yang akan menjadi pasangan kamu kelak, asalkan wanita itu mempunyai akhlak yang baik, dan tentunya dia menikah denganmu tidak memiliki tujuan tertentu," sambung Abi dengan bijak.
Zafran hanya mengangguk paham apa yang dijelaskan oleh sang ayah. Namun, tatapan Umi masih menaruh curiga padanya.
"Zaf, Umi selalu berdo'a agar kamu mendapatkan jodoh yang baik. Dan Umi tidak akan merestui bila kamu berbuat curang dalam suatu hubungan," timpal Umi.
"Baik, Umi. Aku paham. Umi dan Abi jangan khawatir, aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu," jawab Zaf memahami segala wejangan dari kedua orangtuanya.
"Oya, Umi, Abi. Sepertinya aku butuh waktu untuk liburan ke luar kota. Soalnya suntuk, aku ingin menenangkan pikiran untuk beberapa waktu," ucap lelaki itu.
"Kapan kamu pergi?" tanya Abi.
"Besok, Abi."
"Apakah kamu sudah ambil cuti?" tanya Umi.
"Sudah, Umi."
"Aku ikut, Bang. Hehe...," ucap Zhera dengan cengengesan.
"Nggak, mana boleh anak kecil ikut," jawab Zaf acuh.
"Ish, pelit!" cibir gadis itu.
Zafran hanya terkekeh sembari mengusak rambut sang adik dengan gemas. "Sekolah yang benar. Besok kalau sudah libur, Abang janji bawa adek jalan-jalan," ucapnya membesarkan hati gadis yang berumur tujuh belas tahun itu.
"Janji ya, Bang. Awas kalau ingkar janji!" ancamnya.
"Iya Abang janji."
Jika Zafran sudah merasa lebih tenang berada di tengah-tengah keluarganya, berbeda dengan Zurra yang baru saja sampai di kediamannya.
Zurra kembali memasuki rumah yang sudah empat hari ia tinggalkan. Terlihat rumah itu berantakan, dan kamarnya juga tak kalah seperti kapal pecah.
"Zurra, Revan letakkan di kamar sebelah saja. Biar aku yang membersihkan kamar kita. Maaf ya, soalnya aku sangat sibuk, jadi tidak sempat..."
"Tidak apa-apa, Mas. Aku mengerti. Kalau begitu aku urus Revan dulu ya. Nanti aku bantu kamu," jawab Zurra yang begitu pengertian.
"Oke." Rio tersenyum simpul.
Setelah Zurra membawa Revan ke kamar sebelah, Rio gegas membereskan kekacauan yang ada di kamar itu. Ia mengambil kotak pengaman yang tak sempat ia buang. Rio segera memasukkan kedalam tong sampah.
Sementara Zurra membasuh tubuh bayinya menggunakan handuk basah. Setelah merasa sudah nyaman, maka bayi itu tertidur saat sudah kenyang ASI dengan sang Ibu.
Zurra segera beranjak menuju kamarnya, ia melihat kamar itu sudah rapi, dan alasnya juga telah diganti oleh lelaki itu.
Zurra mendengar suara gemericik air di kamar mandi, itu tandanya lelaki itu sedang mandi. Ia segera menyediakan pakaian ganti untuknya. Sembari menunggu, wanita itu melihat tong sampah yang tampak sudah membumbung, karena sudah tak bisa di tutup, maka wanita itu segera mengangkatnya untuk membawa keluar.
Zurra hendak menuangkan ke dalam drum khusus sampah yang ada di luar. Namun, netranya melihat kotak pengaman untuk pria. Dengan spontan ia mengambil kotak itu.
"Sejak kapan Mas Rio menggunakan pengaman? Bukankah selama pertengkaran waktu itu kami tidak pernah melakukannya?" tanya Zurra dalam kebingungan.
Seketika jantungnya berdegup tak beraturan. Wanita itu termangu dengan perasaan tak menentu. "Apakah Mas Rio membawa selingkuhannya ke rumah ini?"
Zurra bergegas menuang sampah itu, lalu kembali masuk kedalam rumah, karena Rio sudah memanggilnya.
"Ah, kamu darimana?" tanya Rio saat melihat Zurra menjinjing tong sampah yang telah kosong.
"Buang sampah," jawab Zurra datar. Kembali hatinya bimbang dengan apa yang baru ia temukan.
Zurra ingin menanyakan secara langsung, tetapi ia tak ingin membuat pertengkaran, karena mereka baru saja berbaikan. Zurra terpaksa menyimpannya. Ia juga akan mencari bukti yang lainnya terlebih dahulu.
"Kamu tidak mandi?" tanya Rio sembari memeluk Zurra dari belakang, dan mengecup lembut lehernya. Namun, wanita itu berusaha untuk lepas.
"Ah, aku mau mandi dulu, Mas. Dan aku sangat lelah," ujar Zurra yang merasa hatinya belum ikhlas di sentuh oleh suaminya. Karena apa yang baru ia lihat membuat kepercayaannya kembali runtuh.
"Aku sangat merindukanmu, Sayang," lirih Rio dengan nafas tak beratur.
"Mas, maaf. Aku sedang haid," jawab Zurra berbohong.
"Oh, kenapa kamu tidak katakan dari tadi," ujar lelaki itu sembari mencuri kecupan di pipi Zurra.
Zurra segera masuk kedalam kamar mandi saat terlepas dari dekapan Pria itu. Seketika tubuhnya bersandar di sana.
"Ya Allah, ampuni aku yang sudah berbohong. Tetapi hatiku tidak siap jika dia berbohong di belakangku. Ya Allah, aku mohon tolong tunjukkan kebenarannya. Jika Engkau masih menakdirkan kami tetap bersama, maka jauhkanlah segala hal buruk dalam rumah tangga kami ini," Do'a wanita itu dalam hati.
Zurra menghapus air matanya yang tetiba jatuh berderai. Ia segera menyelesaikan ritual mandinya.
Selesai mandi, Zurra segera menuju dapur untuk membuatkan kopi untuk Rio yang tadi sudah di request sebelum ia mandi.
Saat Zurra hendak melewati ruang tengah, ia mendengarkan suara Rio yang sedang bicara di telepon.
"Sayang, aku sudah katakan, Jangan telepon dulu, karena Zurra baru saja pulang. Tolong mengertilah!" tegas Rio pada seseorang.
"Ternyata kamu tidak berubah, Mas!" seru Zurra yang sudah berada di belakang Pria itu.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Deswita
🧐
2024-08-04
0
Hafifah Hafifah
wah cepet banget ya kebongkarnya
2024-07-22
2
Hafifah Hafifah
kayaknya bener deh tebakanmu
2024-07-22
1