"Zayden, ke toilet nggak?" tanya Zayn dan dijawab anggukan oleh Zayden.
Keduanya pergi ke toilet tanpa pengawalan, karena beberapa pria yang lain telah pergi duluan karena dipanggil sang bos.
"Zayden, sini," panggil Zayn lirih.
Bola mata Zayn terus bergerak meneliti seluruh lorong yang dilewati.
Zayden mendekat.
"Kamu ngapain Zayn?" tanya Zayden.
"Pelankan suaramu," jari telunjuk Zayn tempelkan di depan bibir.
"Kenapa?" tanya Zayden.
Zayn tak memberitahu niatnya kepada Zayden.
Mulut Zayden terlalu sering tak bisa dikontrol.
"Kamu masuk aja dulu!" suruh Zayn.
"Oke," Zayden langsung masuk ke toilet.
Belum juga masuk semua, kepala Zayden kembali nongol.
"Barengan aja yuk. Aku takut nih," keluh Zayden.
"Dasar bocil," olok Zayn.
"Kamu juga bocil," tukas Zayden sewot.
"Tapi aku pemberani, kalau kamu?" ucap Zayn menanggapi.
Pintu toilet ditutup dengan keras karena Zayden sebal kepada Zayn.
Zayn melanjutkan misi.
"Hhhmmmm," Zayn mengangguk-angguk sendirian.
"Luas juga nih rumah, luasnya seperti stadion pertandingan bola aja," gumam Zayn.
Saat asyik mengamati semuanya, Zayn dikagetkan oleh tepukan di bahunya.
"Hai Hayden kecil," sapa seseorang dengan suara bariton dari belakang Zayn.
Zayn menoleh ke sumber suara.
Zayn tersenyum sinis ke arah orang itu.
"Apa kamu pernah ketemu daddy mu?" tanyanya.
"Atau jangan-jangan kamu tak tahu siapa daddymu?" lanjutnya.
"Lantas? Apa urusan anda tuan?" jawab Zayn.
"Apa itu merugikan anda?" lanjut Zayn.
"Ha...ha... Kamu memang putra Hayden sejati," serunya sembari terbahak.
"Paman siapa?" telisik Zayn.
"Apa? Kamu panggil aku paman? Panggil aku uncle," pintanya.
"Bukannya uncle artinya paman? Sama saja kan," celetuk Zayn.
"Zayn, uncle ini siapa?" tanya Zayden yang barusan keluar toilet.
Zayn mengangkat kedua bahunya, "Mana aku tahu, tanya aja sendiri," Zayn berlalu dan segera masuk ke toilet.
"Uncle siapa?" tanya Zayden.
"Aku temannya Daddy kamu," jawabnya.
"Daddy? Aku nggak punya Daddy. Dia pergi ke laut," seru Zayden.
"Ke laut?" tanya pria itu heran.
"Iya, abisnya dia tak pernah datang," lanjut Zayden. Pria itu pun memgangguk tanda paham.
"Apa kamu nggak ingin ketemu sama Daddy kamu?" tanyanya dan dijawab gelengan kepala Zayden.
"Aku ingin uncle baik lah yang jadi papa aku," seru Zayden.
"Hah? Aku?" kata pria itu menunjuk dirinya sendiri.
"Bukan, uncle itu bukan uncle baikku," seru Zayden membantah.
Pria itu menaikkan sebelah alisnya.
"Zayden, kita balik," Zayn yang barusan keluar toilet segera menggandeng Zayden.
"Balik ke mana? Ke rumah?" tatap Zayden ke aeah Zayn.
"Eh, uncle. Ngapain sih ngajakin kita ke sini kalau cuman suruh di kamar. Uncle tuh miskin ya? Apa nggak punya mainan? Bosan tahu," ucap Zayden tanpa titik koma.
"Miskin? Sorry ya, uncle ini orang kaya," seru pria itu.
"Orang kaya kok nggak punya mainan. Kaya apa? Kaya monyet?" olok Zayden.
"Awas saja kalian," pria itu mengejar kedua bocil yang lari dari tempatnya semula.
"Tuan, ada telpon," beritahu pria tegap yang menghadang jalan pria yang mengejar Zayn dan Zayden.
"Stop Zayden, nafas ku habis nih," ucap Zayden dengan nafas ngos-ngosan.
"Loh, kamar tempat mama sama bibi tadi sebelah mana?" Zayden celingak celinguk ke sembarang arah.
"Zayn, apa kita tersesat? Mama sama bibi? Apa mereka akan menangis, karena tak bisa menemukan kita," oceh Zayden.
"Isssshhh bisa diam nggak sih? Berisik sekali," kata Zayn dengan nada jengkel.
Zayn berjalan mengendap untuk melihat ruangan demi ruangan yang ada di rumah itu.
"Zayn, kita kesana!" ajak Zayden yang sepertinya sudah lupa akan keberadaan mama dan bibi.
Mata Zayden melihat ke arah suatu ruangan yang menarik perhatiannya.
"Tungguin," seru Zayn yang terganggu fokusnya karena ulah Zayden.
"Wooooowwww, istana mainan," seru Zayden dengan antusias yang luar biasa.
Play ground di mall aja kalah luas sama yang di sini.
Tanpa permisi, Zayden masuk begitu saja.
"Dasar bocil," olok Zayn.
"Aku bukan bocil," tolak Zayden.
"Sukanya mainan, apalagi kalau bukan bocil?" ucap Zayn.
"Kita cari mama dan bibi. Kita harus pergi dari tempat ini," kata Zayn tegas.
"Bukannya di sini enak? Banyak mainan pula," Zayden enggan beranjak dari sana.
"Terserah kamu aja dech, aku balik ke kamar aja," tolak Zayn.
"Issshhhh nggak seru," tukas Zayden sewot.
Zayn tahu banyak sekali kamera cctv di setiap sudut ruangan. Sangat sulit jika ada niat melarikan diri dari rumah ini.
"Kalian ini kemana? Jangan buat mama cemas," sambut Helena saat twins masuk ke kamar.
"Putar-putar keliling mah," beritahu Zayden.
"Mah, aku ingin pulang. Di sini aku nggak dibolehin Zayn mainan. Padahal banyak sekali loh mah mainannya," ujar Zayden mengadu.
"Caranya gimana Zayden? Mama nggak tahu di mana ini tempatnya," bilang Helena.
"Aku ingin pulang Mah," mendung nampak di wajah Zayden. Mendung yang sebentar lagi akan turun hujan.
Helena bingung harus jawab apa. Karena mereka pergi dari rumah atas keinginan Helena yang ingin menghindari Hayden.
"Nanti kalau uncle baik ke rumah gimana?" air mata mulai turun.
"Cemen kali bocil ini," olok Zayn.
"Zayn....," Helena menatap Zayn membuat Zayn tak lagi mengolok Zayden.
Helena diam, memikirkan cara pergi dari rumah mewah ini.
"Gimana kalau kita main drama?" usul Bi Ijah sepertinya mendapatkan ide brilian.
"Drama? Jangan bergurau ah," tolak Helena.
"Serius," balas Bi Ijah.
"Sini mendekat semua," pinta Bi Ijah agar ketiganya merapat.
"Kita mainkan sebuah drama," Bi Ijah mengulangi usulnya.
"Bi, kita ini dalam situasi tak baik-baik saja loh," sangkal Helena.
"Aku tahu. Kita tak mungkin dibiarkan pergi begitu saja dari sini," ulas Bi Ijah.
"Terus?" tukas Zayn menimpali dan meyakini jika Bi Ijah cukup bisa diandalkan untuk kali ini.
Bi Ijah membeberkan rencananya.
"Kalau ketahuan gimana?" ragu Helena.
"Belum dicoba tapi nyerah duluan," kata Zayn dan sang mama mencebik.
"Asal mama tahu, di rumah ini ada ratusan kamera cctv," tapi Zayn tak menemukan kamera pengawas di kamar itu.
Bagi Helena, akan sangat sulit lari dari tempat itu. Apalagi Helena musti memastikan kalau Bi Ijah dan twins aman-aman saja.
"Aduhhhhh perutku sakit," keluh Bi Ijah dengan berteriak sembari memegang perut.
Zayn tergopoh keluar kamar untuk mencari penjaga rumah.
"Tolong....tolong...," teriak Zayn sampai bergema di setiap ruangan.
Beberapa pria tegap mendekat.
"Hei kau, ada apa lagi?" tanya pria yang ditendang pusat tubuhnya oleh Zayn sebelum ke toilet.
"Tolong paman, bibiku sakit perut," beritahu Zayn dengan mimik cemas.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Senin sore banyak anak belajar mengaji, mengaji di mushola dengan teman-teman #Part baru telah up dan tersaji, semoga kalian berkenan
Sore angin kencang bagus buat main layangan, karena asyik tak sengaja kaki terinjak #jangan lupa kasih like, vote, bunga serta komen an, agar popularitasnya semakin menanjak
Terima kasih guysss 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Omah Tien
benci yg 1 banyak mulut cengen lg kaya perempuan
2025-01-08
2
Mazree Gati
sorry thorrr ga lanjut baca,,,
2025-02-01
1
Sri Astuti
Zayn ini anaknya berani dan cerdaa jg waspada..semoga Hayden bs mengeluarkan mrk dr rmh itu
2023-09-25
2