Pelabuhan Terakhir Casanova
Helena bergerak dan hendak bangun.
Tapi kepalanya berasa pusing dan berputar-putar.
"Apa ini namanya vertigo?"
"Pusing banget," keluh Helena.
"Badan gue juga berat banget, berasa ditindih padi satu ton," gumam Helena dengan mata terpejam.
"Tulang-tulang apalagi. Berasa lepas semua sendi gue," Helena masih saja bergumam.
"Air... Tolong air...," Helena berusaha menggapai sesuatu yang ada di atas nakas.
"Gelap banget sih," Helena terus saja mengeluh.
Helena menggapai tepian tempat tidur.
Saat hendak berdiri, dia limbung dan jatuh lagi di tempat tidur.
"Awh... Inti tubuh gue kenapa nih? Kok seperti ada bekas pisang mengganjal," Helena terus saja berceloteh.
"Perihnya... Atau jangan-jangan ada yang memperkosa gue?" Helena mulai meraba seluruh tubuh.
"Ho...ho... Aman. Gue masih berbaju," saat itu Helena memakai kimono.
"Tapi kok seperti mimpi ya? Perasaan tadi melakukan sesuatu? Gue seperti merintih-rintih? Issshhh, otak lo kotor banget sih Helen," Helena memukul perlahan kepalanya.
"Tapi kok berasa nyata?"
"Pria dengan tato naga di tengkuk? Hi...hi...kenapa gue jadi halusinasi gini yaaa? Ishhh pasti kebanyakan minum tadi malam nih," kata Helena bermonolog.
Rasa pusing kembali mendera, membuat Helena mengurungkan niat untuk beranjak.
"Issshhh mendingan gue tidur lagi," Helena menaruh kepalanya perlahan di atas bantal dan kembali terlelap.
Byur... Helena gelagapan mendapat siraman rohani eh air genangan kolam.
"Sialan lo," umpat Helena saat tersadar melihat sepupunya yang sedang membawa gayung.
Emang di hotel ada gayung ya? Ya diada-adain aja. Serah author...he...he...
"Pake baju lo," suruh Alice.
"Kenapa lo? Datang-datang marah? PMS lo," tukas Helena tak kalah sengit.
"Tuh, di lobi banyak media menunggu lo. Gue nggak tahu musti jawab apa," ucap Alice.
"Kenapa sih lo?" Helena belum paham situasi.
"Tentu saja mereka ingin wawancara lo," lanjut Alice.
"Lo ini sadar nggak sih? Lo sudah buat repot semua. Keluarga lo sudah hancur, mau lo buat lebih hancur," kata Alice emosi.
"Maksud lo?"
"Gue tahu keluarga gue bangkrut, bahkan calon suami gue hilang entah kemana. Acara nikah gue hancur," kata Helena dengan miris.
"Dan lo malah menyewa pria bayaran semalam," tandas Alice.
"Apa lo bilang? Pria bayaran? Gigolo maksud lo? Gila!" balas Helena tak terima.
"Gila? Lo tuh yang gila," seru Alice tak kalah keras.
"Berbuat tak pakai otak," olok Alice.
"Bisa diam nggak. Gue nggak ngelakuin apa yang lo tuduhin," balas Helena.
"Lihat tuh tubuh kamu,..." suruh Alice.
"Ini... Ini... Ini... Apa namanya?" Alice menarik Helena ke depan cermin dan menunjukkan semua tanda yang ada di tubuh Helena. Bahkan dadanya penuh dengan bekas kemerahan.
"Opppssss... Bukannya tadi hanya mimpi? Pria bertato naga?" Helena menutup mulutnya.
"Baru nyadar lo? Makanya kalau tak pernah minum, jangan sok-sok an minum," olok Alice.
"Beneran gue sewa gigolo?" tanya Helena bloon.
Tak sengaja Helena melihat sebercak noda darah di sprei putih hotel.
"Huaaaa.... Huaaaaa.... Bodohnya gue," Helena meraung menyesali perbuatannya. Gimana tidak bodoh, keperawanannya malah diserahkan ke seorang laki asing yang tak dikenal.
"Lo emang bodoh dan naif sedari dulu," tukas Alice.
"Pakai baju lo!" suruh Alice.
"Gue nggak mau ketemu media," kata Helena.
"Berita tentang lo gagal nikah dan berujung one night stand sudah terendus oleh mereka. Tinggal pintar-pintarnya aja lo nyari alesan," cibir Alice.
"Lo itu kesini mau mbantu gue, atau ngolok-ngolok gue sih?" jengkel Helena dengan sepupunya itu.
"Dua-duanya," balas Alice dengan bibir manyun.
Helena turun di lobi. Dan benar saja apa kata Alice.
Segerombolan perwakilan media menghadang mereka.
Meski diam seribu bahasa, cukup sulit bagi keduanya untuk melewati barikade itu.
.
"Darimana saja Helena?" tatapan tajam sang ayah menunggu di balik pintu ruang tamu.
"Jalan-jalan yah," alibi Helena.
"Jalan-jalan sampai lupa pulang? Begitu maksud kamu?" telisik ayah.
"Pulang? Pulang ke mana? Pulang ke rumah yang telah disita bank ini?" tanya Helena.
Plak...
Sebuah tamparan diterima oleh Helena.
"Yang sopan kamu," kata ayah dengan mimik marah.
"Darimana? Semalam sama siapa?" masih dengan emosi melanda.
"Ayah, Helen sudah dewasa," jawab Helena.
"Dewasa apanya? Apa dengan menyewa seorang pria bayaran kamu anggap sebagai wanita dewasa?" lanjut ayah.
Helena menoleh ke arah Alice.
"Alice sudah cerita semuanya," ucap ayah melanjutkan.
"Alice, kamu sendiri yang mengajakku tadi malam," kata Helena lirih.
"Tapi saat aku ajak pulang, lo menolak," Alice membela diri.
"Jangan salahkan Alice. Kamu sendiri mengaku sudah dewasa. Lantas apa dengan kedewasaan kamu boleh melakukan segalanya Helena?" kata ayah dengan nada kecewa.
Helena bersujud di depan ayahnya.
Bagaimanapun juga pria dewasa yang berdiri di depannya ini adalah ayahnya. Ayah yang dengan susah payah membesarkan Helena tanpa seorang pendamping.
Mama Helena pergi meninggalkan keluarga tanpa kabar berita. Mulai Helena masih berumur setahun sampai sekarang. Sampai Helena berumur hampir seperempat abad.
"Maafkan Helen ayah, Helen khilaf," kata Helena berderai air mata.
Mereka berdua saling memeluk.
"Hanya kamu harta ayah yang masih tertinggal Helen. Jangan buat ulah lagi," ayah pun menangis saat mereka berpelukan.
Pria yang biasanya berdiri tegak dan berwibawa itu terlihat rapuh di pelukan putri tunggalnya.
Putri yang digadang-gadang menjadi penerusnya di perusahaan.
Tapi ekspektasi tak seindah kenyataan.
Tepat sehari menjelang acara nikah sang putri, perusahaan dinyatakan pailit dan siap gulung tikar.
Calon menantu yang diharapkan membawa kebahagiaan sang putri pun ikut raib bagai ditelan bumi.
Keluarga calon besan juga tak peduli.
Tok... Tok... Tok....
Pintu jati dengan ukiran khas Jepara itu diketuk dari luar.
"Biar aku yang bukain uncle," seru Alice.
Ayah dan Helena mengurai pelukan.
Keduanya kompak menoleh ke arah pintu.
"Selamat siang tuan Hendrawan," sapa pria berkemeja itu.
"Siang," jawab ayah.
"Tuan, saya perwakilan dari bank. Mohon maaf ingin menyampaikan hal yang sangat penting," katanya masih dengan nada sopan.
"Iya," dalam pandangan Helena, ayahnya tahu betul maksud kedatangan pria itu.
"Mohon dengan sangat, besok anda dan keluarga diharapkan sudah mengosongkan rumah ini," lanjutnya.
Ayah memegang dadanya dan menghembuskan nafas perlahan.
"Yah," panggil Helena.
"Ayah tak apa," ayah mencegah Helena yang hendak mendekat.
"Baik tuan. Hari ini aku dan anakku akan pergi," kata ayah.
Ayah terus saja memegang dadanya meski pria tadi telah pergi.
Saat akan berdiri, ayah tiba-tiba saja ambruk.
"Ayaaaaaahhhhhhhh," Helena menghambur mendekat.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Masih bercerita drama kehidupan sehari-hari, yang kadang bisa dialami oleh siapa saja dan di mana saja.
Cerita hanya dari sudut pandang author semata, yang kadang ngehalunya suka kelewatan.
Suka, lanjut aja.
Tak suka, boleh kok di skip.
Lope lope sekebun buat yang sudah ngefollow 🥰😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Uthie
Coba keep 👍
2024-03-20
2
Sri Astuti
waow.. yg pertama nih??
2023-09-16
3
Sri Astuti
jaya dan jatuh di dunia (bisnis) adl hsl lumrah
2023-09-16
3