Pernikahan semu

"Maaf Pak Arsel. Umi mau bertanya kenapa pak Arsel bersedia menikahi Zahira?" Ketiga orang itu sekarang duduk di sebuah kafe yang ada tak jauh di dekat rumah sakit dimana pak Anwar dirawat.

"Maaf.. kalau sebelumnya saya terlalu lancang mengambil keputusan. Kalau Zahira sendiri sudah punya calon umi?" Tanya balik Arsel. Dia tidak langsung menjawab sebelum dia tahu pasti apakah Zahira sudah mempunyai calon atau belum. Kalau sudah, dia tinggal mundur.

"Mmm.. setahu umi sih belum. Tidak tahu kalau Zahira sendiri? Apakah ada yang dekat denganmu nak?" Umi Aisyah melihat ke arah Zahira untuk meminta jawaban.

"Mmm... tidak. Zahira belum punya calon." Jawab Zahira. Karena sebelumnya Zahira memang tidak menjalin hubungan dekat atau pacaran.

"Ya sudah. Daripada Zahira asal mengambil suami mending saya yang maju. Khawatir jika laki-laki lain yang nanti menjadi suami Zahira malah merusak masa depan Zahira sendiri.Tapi... ini saya lakukan demi pak Anwar ya! Sebelumnya saya ingin membuat perjanjian dengan umi juga Zahira tentang pernikahan ini." Ucap Arsel yang tidak berniat serius untuk menjadi suami Zahira sungguhan. Dia berniat menolong untuk sekedar memenuhi permintaan pak Anwar saja. Mungkin ke depannya dia bisa menceraikan Zahira jika urusannya sudah selesai.

Sungguh Arsel menganggap pernikahan ini hanya sebagai urgent saja.

"Maksud bapak bagaimana?" Tanya Zahira serius. Karena sebenarnya Zahira pun belum siap menikah. Apalagi harus menikah dengan Arsel yang notabene dosen killer yang gak ada manis-manisnya sama sekali. Bahkan terkesan horor. Kebayang kalau tiap hari dia harus hidup dalam rumah tangga yang menakutkan bersama dosennya itu.

"Maksud saya, saya menikahi Zahira hanya memenuhi permintaan pak Anwar. Saya tidak berniat serius menjadi suami sungguhan Zahira. Jadi Zahira tidak terbebani dan begitupun saya. Kita seperti biasa tinggal terpisah di rumah masing-masing. Dan tak usah saling memenuhi hak dan kewajiban sebagai suami istri. Zahira bebas melakukan apa saja begitupun saya seperti biasa. Kita melakukan hal itu sampai pak Anwar sembuh. Saya melakukan itu khawatir kondisi pak Anwar akan memburuk. Jika suatu hari Zahira dekat dengan seseorang atau mau menikah dengan yang lain silahkan! Saya tinggal menceraikannya saja. Dan begitupun jika saya ingin menikahi perempuan lain saya bebas memilih. Ini semata-mata saya lakukan hanya sebatas menolong pak Anwar." Ucap Arsel menjelaskan agar umi dan Zahira tidak salah paham.

yesss

Zahira bersorak sorai, tapi sayang cuman hanya bisa berteriak di dalam hatinya saja. Dia merasa lega ketika pak Arsel sendiri yang bicara. Takutnya ini akan menjadi pernikahan sungguhan.

"Tapi... " Berbeda dengan umi Zahira. Dia malah bersedih.

"Umi... umi tak usah khawatir! Saya bisa membuatkan surat perjanjian sekarang juga. Kebetulan di mobil saya ada kertas juga materai yang dipakai untuk menuliskan perjanjian kita." Ucap Arsel ingin segalanya jelas dan pasti.

"Bukan begitu pak Arsel. Buat umi.. pernikahan bukan main-main. Umi... " Umi Aisyah menjeda kalimatnya lalu melihat Zahira.

"Umi.. saya justru memikirkan masa depan Zahira. Zahira masih harus sekolah kan? Dan kami pun tidak kenal dekat sama sekali. Jika pernikahan ini dibuat serius kasihan masa depan Zahira jika suatu saat jadi janda dan kehilangan kehormatannya. Saya mengambil keputusan itu karena tidak mau Zahira kehilangan apapun, begitupun saya. Saya harap pernikahan ini cukup penghulu dan saksi saja. Selebihnya kita rahasiakan. Agar nanti jika ada laki-laki yang berniat menikahi Zahira, dia tidak merasa terganggu oleh nama baik Zahira karena sudah menikah. Jadi Zahira masih bisa mempertahankan kehormatannya." Ucap Arsel lebih detail.

Semuanya hening. Ketiga orang itu sedang berpikir dengan pikirannya masing-masing.

"Baiklah. Umi setuju. Kalau ini demi kebaikan bersama. Tapi.. umi mohon, Zahira harus tinggal di rumah dan pak Arsel tak boleh mengganggunya. Jadi umi tidak khawatir kalau Zahira sampai kenapa-kenapa." Umi Aisyah tahu, karena Zahira dan pak Arsel tidak bisa bersama dalam satu atap, apalagi keduanya memang tidak saling kenal dekat. Terkecuali keduanya memang berniat sungguhan.

"Baik saya setuju. Silahkan tuliskan apa yang kalian inginkan dan begitupun apa yang saya inginkan. Nanti kita gabungkan mana yang kita sepakati. Setelah kita sepakat kita akan menikah di depan penghulu dan pak Anwar. Selanjutnya kita akan pulang ke rumah masing-masing tanpa harus terbebani oleh hak dan kewajiban. Ini demi kebaikan pak Anwar semata." Ucap Arsel melihat kedua perempuan yang berada di depannya secara bergantian.

"Mmm baik." Ucap umi Aisyah lirih. Meski dia setuju dengan kesepakatan itu. Tapi jauh dalam lubuk hatinya dia sangat sedih. Melihat kenyataan yang harus dilakukan putrinya itu. Demi sebuah permintaan semuanya harus berkorban. Padahal pernikahan tidak bisa dibuat main-main seperti ini. Dia berharap segera datang jodoh untuk Zahira agar dia benar-benar tenang dengan amanat suaminya dan juga masa depan Zahira.

Tak lama kemudian keduanya pun menuliskan apa saja yang ingin disepakati di sebuah kertas. Dan setelah kedua pihak mempelajari satu sama lain yang ada di kertas itu lalu kedua belah pihak pun menandatangani perjanjian pernikahan sementara ini.

Arsel langsung menghubungi penghulu atau ustadz yang sekiranya bisa menikahkan dirinya juga Zahira di depan pak Anwar. Agar proses operasi pak Anwar segera bisa dilakukan.

Dan malam itu juga nasib kedua insan beda jenis kelamin itu berubah status. Langit mencatat dan langit pula menjadi saksi mereka.

Arsel memberikan mahar berupa uang cash sebanyak lima juta rupiah. Bukan tidak mampu memberikan lebih tapi Karena hanya uang itu yang ada dalam dompet nya saat ini. Dan dia berjanji akan tetap memberikan jatah bulanan pada Zahira selama dia terikat pernikahan. Tetapi tidak dengan nafkah batin. Itu benar-benar tidak bisa dia lakukan. Karena Arsel sendiri tidak siap. Dan di luar sepengetahuan orang lain, Arsel ternyata mempunyai seorang kekasih yang masih belajar di luar negeri. Dia berjanji suatu saat akan menikah dengannya jika keduanya sudah sama-sama siap.

Setelah pernikahannya selesai. Zahira diantar Arsel pulang ke rumahnya. Sedangkan umi Aisyah masih tetap berjaga-jaga di rumah sakit.

"Zahira.. Zahira... sudah sampai." Panggil Arsel pada Zahira ketika mobilnya sampai di depan halaman rumah Zahira.

Zahira yang kelelahan, dia tertidur pulas sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya.

"Mmm.. sampai ya!" Zahira terbangun dengan buru-buru. Lalu dia membetulkan kerudungnya dan mengumpulkan kesadarannya sejenak agar tidak terlalu pusing.

"Mmm.. " Jawab Arsel singkat. Dia tidak berani menyentuh Zahira sedikitpun. Karena selain asing, Arsel pun merasa canggung.

"Maaf.. saya ketiduran pak. Sekarang saya pamit dulu. Assalamu'alaikum." Ucap Zahira sambil membuka handle pintu mobil Arsel. Zahira pun sama halnya dengan Arsel. Kini keduanya merasakan kecanggungan. Zahira tidak berani menyentuh ataupun melihat Arsel. Dia langsung berjalan ke arah rumahnya langsung menutup pintu pagar dan masuk ke dalam rumahnya.

Setelah memastikan Zahira masuk ke dalam rumahnya Arsel pun melajukan mobilnya pulang.

Tanpa mereka sadari sepasang mata telah mengikutinya sejak di dalam rumah sakit. Jadi tidak ada yang luput dari penglihatannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!