Sebelum pulang, Kira menyempatkan diri melihat Ayah. Kira berniat mengatakan semuanya meski bukan yang sebenarnya. Kira merapatkan jaket yang di kenakannya, angin malam yang bertiup sedikit kencang terasa dingin menembus kulit. Suara hewan malam saling bersahutan seolah saling berbicara menyemarakkan suasana.
Hari ini hari pertamanya bekerja dengan Ivy. Lumayan melelahkan, tetapi cukup menyenangkan. Setidaknya Kira tak memikirkan pernikahannya esok hari.
Bangsal tempat Ayah Kira dirawat, selalu ramai seperti biasa. Banyak sekali orang yang datang dan pergi sehingga membuat suasana menjadi bising. Belum lagi, ruangan ini terasa pengap dan panas walaupun 2 kipas angin besar tengah menyala. Kira tersenyum, menyapa keluarga pasien lain yang kebetulan berpapasan dengannya. Beberapa hari di sini, tak elok rasanya jika tak saling bertegur sapa.
Betapa terkejutnya Kira mendapati ranjang Ayahnya kosong. Barang barang milik Ibunya juga tidak ada satupun yang tertinggal. Dengan nafas memburu, Kira bertanya kepada keluarga pasien yang berada di samping Ayahnya. Antara tiap pasien di batasi dengan sekat kaca buram.
“Maaf Bu, apa Ibu tahu kemana kedua orang yang dirawat di sini?”
“Oh, iya Nak, tadi Ibumu bilang bahwa Ayahmu akan menjalani pemeriksaan dan di pindahkan ke ruangan lain yang lebih nyaman” Ibu itu tersenyum ramah. Si ibu itu menunggui anaknya yang mengalami kecelakaan motor.
“Begitu Bu, terimakasih Bu. Saya permisi dulu, semoga anaknya cepet sembuh Bu” Kira undur diri meninggalkan bangsal. Kira bernapas lega. Tadi dia sudah berprasangka buruk pada Tuan Dirga. Mengira Ayah dan Ibunya akan di jadikan jaminan agar dia tidak kabur.
Kira mengeluarkan ponselnya. Memeriksa ponselnya barang kali ibu tadi menelponnya. Namun ternyata ponsel Kira kehabisan daya. Kira akhirnya mendapat informasi dari bagian Administrasi, ketika dia hendak membayar biaya perawatan sebelum pindah.
Ayah di pindahkan di ruang kelas 2 berada di lantai 3. Kira bertanya tanya siapa yang memindahkan Ayahnya ke ruangan yang sangat mahal. Seingatnya tidak ada anggota keluarga Kira yang tahu kecuali Bi Mila dan Paman Darma. Namun Paman dan Bibinya juga tidak mungkin melakukan ini semua.
Meninggalkan perasaan menerka nerka, Kira segera melangkah menuju lantai 3 menggunakan Lift. Tak berapa lama, Kira sudah menjejakkan kaki di lantai 3 yang sangat bersih, rapi dan tenang. Meski di ruangan sebelumnya juga tidak buruk, tapi di sini ketenangan dan kenyamanan sangat terasa. Sesuatu yang sangat di butuhkan oleh seorang pasien untuk mempercepat kesembuhannya.
Menyusuri koridor yang begitu hening, membuat Kira sedikit merinding. Bahkan dia bisa mendengar suara langkahnya sendiri. Kira membaca nomor nomor yang tertera di pintu untuk menemukan kamar Ayahnya. Hingga nyaris di ujung koridor, dia baru menemukan kamar itu.
“Kira, Ibu mencemaskanmu, kemana saja sih? kenapa ponselmu tidak bisa di hubungi tadi?” Ibu berlari menghampiri Kira yang baru saja membuka pintu. Terlihat sekali beliau sangat mencemaskan anak sulungnya.
“Habis baterai Bu, Kira tadi nyari ibu kemana mana” Kira menutup pintu pelan pelan. Pandanganya tertuju pada Ayahnya yang sedang tertidur.
Kira mengabaikan ibunya malah meneliti sekeliling kamar.
“Bu, siapa yang memindahkan Ayah kemari?” Kira membelakangi ibunya. Di ruangan ini ada kulkas, Ac dan televisi juga toilet sendiri. sehingga ketika ke kamar mandi tidak harus mengantre terlebih dulu. Ruangannya luas dan terasa sejuk. Tanaman hias berwarna hijau menjadikan kamar ini mirip dengan hunian. Jika tidak melihat tiang penyangga botol infus dan ranjang beroda, kamar ini mirip kamar hotel.
“Kamu ini” Ibu menepuk pelan lengan Kira. Membuat Kira meringis ” Jangan menutupi apapun lagi sama ibu, Ra. Ibu tadi hampir pingsan ketika ada orang yang mengaku calon mertuamu”
“Ma- maksud ibu?” Kira terkesiap mendengar ini. Tidak mungkin kan, Tuan Dirga meminta orang tuanya kesini.
“Sejak kapan kamu punya calon suami? Kenapa ngga bilang sama Ibu? Hem?” Ibu bertolak pinggang seolah sedang memarahi Kira.
“Dia bilang apa saja Bu?” Kira semakin penasaran apa yang di katakan Tuan Berkuasa itu pada orang tua yang mengalami musibah beruntun. Tidak mungkin kan dia bilang " Oh ya, saya membebaskan putri keduamu tapi menyandera putri sulungmu?"
“Dia bilang kamu menggunakan Ayah yang sedang sakit sebagai alasan agar bisa menunda pernikahan kalian. Jadi calon mertuamu memastikan kebenarannya kesini” Ibu mendekati Kira, menatap wajah Kira yang terasa pias.
“Apa pendapat Ibu?”
“Sudah sampai seperti ini kamu masih mau menolaknya? Ra, Ibu tau kamu masih sakit hati dengan Rian, tapi jika kalian sudah saling mencintai, oh bukan, menikah bukan hanya tentang cinta, tapi saling memahami, menghargai pasangannya, Ra. Menurut Ibu tak ada salahnya untuk mencoba Ra" Ibu menatap lembut putrinya.
“Lalu bagaimana dengan Ayah?”
“Ayah setuju saja Ra, asal kamu bahagia. Kami akan mendukung apapun keputusan kamu. Walaupun berkat pertolongannya, Ayah mendapat perawatan yang lebih baik" Ibu tersenyum. Ada banyak sekali harapan di sana, Ibu hanya ingin anaknya bahagia.
"Andai Ibu tahu yang sebenarnya" Batin Kira.
“ Apa ini tidak terlalu mengejutkan atau mendadak Bu?”
“ Ibu juga mengatakan itu, tapi semua salahmu, karena kamu tidak memberitahu kami terlebih dahulu. Jadi dia berfikir lebih cepat lebih baik. Dia menunggumu terlalu lama Ra"
"Astaga Bu, aku tak seistimewa itu sampai harus di tunggu tunggu. Entah apa yang di katakan orang itu, sehingga bisa membuat Ibuku, terlebih Ayahku percaya begitu saja" Kira menggigit bibirnya. Menahan diskusi dalam hatinya meluncur meninggalkan mulutnya.
“Ibu setuju begitu saja? Tidak ada acara ini itu seperti dulu?”
“Ngga, lagipula Ayahmu sedang sakit Ra, yang penting pernikahan kalian sah di mata agama dan negara”
Selesai, Kira tak tau lagi harus bagaimana. Setidaknya dia tidak mengatakan apapun. Dia juga tidak membohongi Ibunya, ini hanya sebuah permainan kalangan atas yang tak pernah bisa di pahami orang tuanya. Bahkan Kira sekalipun.
“Sebenarnya Ra, ibu menolak semua ini, tapi beliau memaksa. Ibu takut sekali melihat banyaknya orang yang di bawa, semuanya menyeramkan Ra. Tapi ibu juga bersyukur, Ayahmu semakin membaik. Ibu tak bermaksud menukarmu dengan semua ini, tapi ibu lihat, kamu harus melupakan Rian. Mereka tak keberatan dengan statusmu, dengan anak anakmu" Ibu menjeda ucapanya. " Kamu pasti bertanya, bagaimana bisa ibu yakin kali ini, beliau menjamin dengan dirinya sendiri. Jadi kami tak berhak meragukan seorang pria tua, bukan?"
Kira hanya tersenyum menanggapi ucapan Ibunya. Ibu bercerita panjang lebar, tapi Kira tidak mendengarkan sama sekali. Pikirannya malah berkelana membayangkan seperti apa besok. Satu yang pasti, Kira tak mungkin menekuk wajahnya, karena setahu Kedua orang tuanya mereka saling mencintai.
.
.
.
Kira benar benar lelah hari ini, bukan hanya badan tapi juga hati dan pikirannya. Segera dia masuk ke dalam rumah yang sudah terlihat sepi. Sepertinya Bi Mila sudah tidur. Bi Mila adalah saudara Ibu, yang tinggal tak jauh dari rumah Kira. Bik Mila sangat menyayangi anak anak, kerena sampai sekarang Bi Mila belum memiliki keturunan.
“Sudah pulang Ra?” suara bik Mila mengagetkan Kira yang berjalan pelan agar tak membangunkan siapapun.
“Bibi belum tidur?” Kira menoleh ke arah bi Mila yang berada di belakangnya.
“Baru saja bibi mau tidur, denger pintu kebuka, jadi bangun lagi. Bagaimana keadaan Ayahmu Ra?”
“Ayah sudah lebih baik Bi. Seharian aku ngga jaga Ayah karena harus kerja Bi" Kira meletakkan tas dan melepas jaketnya.
“Syukurlah, Bibi besok harus pulang dulu Ra, kerabat Pamanmu akan berkunjung. Sore Bibi kembali lagi kesini dengan Pamanmu" Bibi Mila tersenyum. "Ngga pa pa kan Ra?"
“Baiklah Bi, besok aku akan minta izin libur” Kira sengaja berkata seperti itu agar Bibi tidak merasa sungkan pada Kira.
“Kamu istirahat Ra, kelihatannya kamu sangat lelah” Bibi mengusap pundak Kira. Bibi memang sangat perhatian dan sangat menyayangi Kira juga Nina.
“Bibi juga, Kira mau mandi dulu Bi, badan rasanya lengket” Kira tersenyum. Bibi Mila pun segera ke kamar Nina. Selama Bibi di sini, Bibi menempati kamar Nina yang kosong.
Kira tak berlama lama di kamar mandi, air dingin dan udara malam tidak baik untuk kesehatan. Setelah berganti baju, Kira menyusul ketiga anaknya di kamar. Jen seperti biasa tidur di kasur Kira. Jen memeluk guling sangat erat seperti memeluk Mama.
Menciumi ke dua putranya yang tengah tertidur lelap, membuat air mata menetes tanpa di sadari. Kira berlama lama membenamkan ciuman di kepala anak anaknya seolah dia tak ingin berpisah. Menghirup dalam dalam aroma sampo yang sangat khas, menanamkan kedalam ingatannya yang paling dalam.
“Maafin Mama, sayang. Mama belum bisa membahagiakan kalian. Maafin Mama yang tidak bisa menjaga kalian dengan baik”
Mereka tidur seperti malaikat, damai dan tenang. Mereka tidak boleh menderita hanya karena kegoisan orang tuanya. Kira merosot ke lantai, tangannya membekap mulutnya yang mulai terisak.
Tanpa Kira sadari Excel yang sedari tadi belum tidur, duduk di hadapan Mamanya. Excel memeluk Mamanya, walaupun dia mengerti keadaan apa yang sedang di hadapi Mamanya, namun dia tidak tau seberapa besar beban yang di tumpukan di bahu sang Mama.
“Excel? Maaf, mama ganggu tidur kamu ya?” Kira mengusap kasar airmata yang masih tersisa di pipinya.
“Ngga Ma, Excel haus tadi” Excel berbohong agar Mamanya tidak malu.
“Mama ambilin minum dulu ya” Kira hendak berdiri namun di cegah Excel. Sehingga Kira duduk kembali di hadapan Excel.
“Ma, jika Mama merasa tidak bisa menanggung sendirian, Mama bisa cerita ke Excel. Excel bisa kok bantu Mama” Excel menatap iba pada Mamanya.
“Mama ngga papa sayang” Kira tersenyum menyembunyikan kesedihan.Kira harus kuat di hadapan anak anaknya. Bagaimanapun Excel sudah besar, dia diam bukan tidak tahu, tapi dia tidak ingin menambah kesedihan Mamanya.
“Ma, jangan cemaskan kami ketika Mama bekerja. Aku akan menjaga Jen dan Jeje” Excel tersenyum, ibu jarinya mengusap air mata di pipi Kira.
“Mama hanya takut kalian kenapa napa, oh ya besok Mama akan ajak kalian ke rumah Tante Ivy, mau ngga?" Kira melebarkan senyumannya, mengganti topik pembicaraan.
“Kami di rumah aja Ma, nanti malah merepotkan Mama, di sini Excel punya teman yang banyak Ma, kami bisa main di halaman"
“Baiklah, kalau itu maunya Excel”
Kira tak sanggup memberitahu Excel yang sebenarnya. Malah dia berniat meminta Bibi Mila untuk menjaga mereka bertiga. Kira tidak ingin anak anaknya mengalami trauma akibat hubungan orang tua yang tidak sehat.
"Kita tidur yuk, sudah malam, biar besok bisa bangun pagi pagi" Kira mengelus rambut Excel yang lebat dan mulai panjang menutupi dahinya. Excel mengangguk dan merangkak naik ke tempat tidur bertingkat. Kira pun bangkit dan merapikan selimut Excel. Terdengar dengkuran halus dari Jeje, yang berada di atas Excel.
Kira tersenyum melihat pemandangan ini, rasa bahagia memenuhi relung hatinya. Kira akhirnya menyusul Jen di kasur yang berada di lantai. Jen langsung memeluk leher Kira meskipun matanya terpejam. Kira membalas pelukan Jen, dan menghujani putrinya dengan ciuman. Membuat Jen tersenyum dalam tidurnya.
"Kalian sangat manis"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
😭😭😭
2023-04-27
1
Wirda Wati
visualnya yhort
2023-04-27
0
N1SW4N Z4F4
mewek part ini😭😭😭😭
2023-04-27
0