"Mbak, Andi hari ini ngga masuk kerja, kayaknya dia kabur deh”
“Yang bener Din?”
“Iya Mbak, gimana nih Mbak?”
“Tenang dulu Din, Mbak akan cari cara lain. Kamu kerja yang bener aja, jangan mikir berlebihan. Kamu sudah banyak membantu kok”
“Iya Mbak, dinda ngerti”
Aku di buat kalang kabut mendengar kabar dari Dinda. Meskipun aku meminta Dinda tenang, aku sendiri sangat tidak tenang saat ini.
Pengakuan Andi yang diam diam ku rekampun tidak berguna jika Andi tidak merasakan dinginnya tembok sel tahanan seperti Nina.
Tiba tiba aku teringat ucapan Tuan Dirga semalam. Dia tahu segalanya pasti ini juga bagian dari rencananya.
“Ini pasti rencana Tuan Dirga, tetapi kenapa harus aku? Apa karena aku mudah di tindas? Apa karena statusku?”
Sebenarnya hari ini, aku akan bertemu pembeli motornya. Ya akhirnya aku harus melepas motor milikku. Aku sudah tidak punya uang lagi. Apalagi kini Ayah tengah sakit, pasti akan membutuhkan biaya besar. Aku juga berjanji akan membantu Ivy membuka kafe miliknya. Tetapi hari ini aku akan mengunjungi Ayahdi Rumah Sakit terlebih dahulu.
.
.
.
Aku memandang wajah Ayahku yang tengah tertidur. Ayah sudah membaik tetapi Ayah masih sangat lemah. Bagaimana jika Ayah tahu putrinya akan menjadi pesakitan karena di kambing hitamkan orang lain? Tetapi Jika ingin bebas syaratnya begitu berat? Aku harus bagaimana?
“Bu, apa pendapat Ibu jika aku menikah lagi?” Tanyaku pada Ibu yang baru saja duduk lesehan di sampingku. Bangsal tempat Ayahku dirawat adalah bangsal kelas bawah, harga yang sanggup ku jangkau. Bising tentu saja, sehingga Ayah sulit untuk istirahat dengan tenang.
“Bagus dong, artinya kamu sudah melupakan Rian” Jawab Ibu sembari tersenyum.
“Apa Ayah akan setuju?” Tanyaku seraya melihat ke arah Ayah.
“Tentu Nak, Ayah akan sangat setuju. Bukan karena kami tidak ingin kamu tinggal bersama kami ataupun merasa kerepotan, tapi kami ingin kamu bahagia” Ibu menggenggam tanganku.
“Jika aku gagal lagi? Apa Ayah dan Ibu akan menerima aku lagi” Aku memalingkan wajah keluar ruangan. Tak ingin Ibu melihat keraguan di wajahku.
“Kamu ternyata bodoh ya, belum menikah sudah pesimis begitu, kalau memang ngga yakin, jangan di paksa” Ibu tertawa kecil mendengar penuturanku.
“Bagaimana jika ini sebuah keharusan?” Kali ini aku mencoba menatap Ibu. Membalas genggaman tangan Ibu yang terasa hangat menelusup ke hatiku. Menyisakan ketenangan disana.
“Kamu ini sebenarnya mau ngomong apa sih Ra? Kok berputar putar ngga jelas” Ibu melepas tanganku, lalu menangkup kedua pipiku dengan gemas. Sepertinya aku terlalu berputar putar, membuat Ibu berpikir jika aku hanya bercanda.
“Bukan apa apa kan hanya seandainya bu” Aku tersenyum sebahagia mungkin, senormal mungkin bahkan terlihat konyol, campuran antara kebohongan dan kegetiran.
“Asal kamu bahagia itu sudah cukup buat ibu” Ibu memelukku dengan erat. Menyalurkan kedamaian ke dalam jiwaku. Akupun membalas pelukan Ibu tak kalah erat, seolah enggan melepaskan. Hanya dalam pelukannya aku bisa menumpahkan kegelisahan hatiku tanpa berkata kata.
"Bu, Kira mau bantuin Ivy jagain kafenya. Ngga papa kan Bu aku tinggal?" Kira melepas pelukan Ibunya.
"Kamu kerja sama Ivy?"
"Iya Bu, Kira udah merepotkan Ivy beberapa hari ini, itung itung balas budi Bu" Kira tersenyum.
"Asal ngga di ajak tinju mah boleh aja" Canda Ibu berhasil membuatku tertawa lagi, meskipun harus tetap di tahan tahan.
.
.
.
“Bagaimana Nona?” Tuan Dirga baru saja memasuki ruang kerja miliknya. Aku sudah menunggu di ruang tunggu di lobi hampir setengah jam sebelum di persilahkan masuk kesini.
"Apa menghilangnya Andi adalah bagian dari rencana Anda Tuan?" Kali ini aku harus memastikan semuanya. Aku tidak mau salah langkah ataupun masuk kedalam jebakan Tuan Dirga.
"Apa anda sangat ingin membuktikan ketidak bersalahan adik anda melalui Andi?" Lagi lagi dia bermain kata kata yang membuatku harus fokus mendengarkan setiap kata yang terucap dari mulutnya yang licik.
"Setidaknya saya sudah mencoba, meskipun kemungkinan itu kecil" Jawabku mantab. Tidak ada yang perlu ku takutkan lagi darinya. Bahkan jika aku di bunuh di sini, aku tidak takut sama sekali.
"Dan saya pastikan tidak ada kemungkinan yang mungkin bagi anda Nona. Andi tak akan bisa di temukan dengan mudah Nona" Belum apa apa, ekspresi wajah Tuan Dirga sudah lebih dulu merayakan kemenangan. Andai dia tahu apa yang akan kulakukan nantinya, apa dia masih bisa tertawa?
“Baiklah Tuan saya setuju syarat Anda, tetapi bebaskan adik saya sekarang” Tawarku lagi. Aku akan mencoba, selalu, meski harapanku hanya sebesar butiran pasir.
“Besok Nona, setelah menikah adikmu dan keluargamu akan berada di tempat yang lebih baik” Jawabnya penuh kemenangan.
“Jangan mengusik keluarga saya Tuan, saya sudah menyerahkan diri saya. Biarkan mereka menjalani hidup mereka sendiri Tuan" Aku menatap Tuan Berkuasa itu dengan penuh peringatan. Namun sepertinya dia mengabaikan peringatanku.
"Toni" Toni dengan sigap membawa sebuah file berkas berwarna biru ke arah Bosnya.
“Tanda tangan disini Nona” Asisten Toni menunjukkan letak di mana aku harus menggoreskan tinta.
“Apa ini?” Aku bersikap waspada ke arah Tuan Dirga.
“Hanya memastikan Anda tidak akan lari” Jawabnya enteng.
Aku membaca sekilas kertas itu, hanya beberapa poin yang intinya aku tak boleh mengingkari perjanjian ini. Tidak penting juga, lagipula aku tidak akan lari. Beberapa lembar kertas yang tertera namaku sebagai pihak ke dua sudah selesai ku tanda tangani.
“Baiklah Nona, besok seseorang akan menjemput Anda” Tuan Dirga memeriksa lembaran lembaran tersebut sebelum di serahkan kembali ke asisten Toni.
Tanpa berucap lagi, Aku pergi begitu saja dari ruang kerja Tuan Dirga. Aku menarik pujian dan kekagumanku padanya. Selesai sudah semuanya, aku berakhir dengan kakek kakek. Lebih baik aku di madu dengan Melisa dari pada menikah dengan lansia.
Ingin rasanya aku menangis, kenapa nasibku selalu buruk? Apa salahku? Apa aku kurang taat kepada Mu, sehingga hidupku menjadi seperti sebuah permainan?
.
.
.
“Tak masalah sih, walaupun lansia, tapi masih oke” Ivy menanggapi ceritaku dengan gayanya seperti biasa.
“Kurang waras. Kamu saja yang nikah dengannya” Aku sangat kesal mendengar jawabannya. Apa aku baru menanyakan pendapatnya tentang baju yang kupakai hari ini?
“Aku masih cinta sama suamiku Ra, lagian ni ya, Rian tu **** istrinya semok malah di ceraikan. Malah pilih wanita lain” Cibir Ivy.
“Jangan mulai lagi, aku pulang nih” Kali ini aku benar benar kesal dengan tingkah sahabatku ini. Bukannya malah mengurangi beban ini malah menambah buruk.
“Nyonya Dirga jangan marah dong” Ivy menarik tanganku dengan manja hingga aku terduduk lagi. Ku rasa dia seorang balerina daripada seorang ahli bela diri.
Aku menatap tajam Ivy, aku ngeri di bilang Nyonya Dirga. Apa yang di banggakan coba? Ini hanya pertukaran, Nina bebas, dan Dirga dapat istri. Hanya itu.
“Sorry...sorry...maksudku gini, Dirgantara itu orang kaya, kaya banget mau aku tunjukin apa saja yang dia miliki?” Buru buru dia meralat ucapannya.
“Ngga perlu, aku ngga mau tahu” jawabku acuh.
“Jadi hidupmu akan berubah jika kamu menikah dengan Dirgantara. Kamu ngga perlu susah susah kerja lagi, kamu tinggal duduk santai, perawatan sana sini, belanja sana sini, liburan keluar negri. Pokoknya semuanya bisa kamu lakuin”
“Uang bukan jaminan Vy”
“Tapi hidup butuh jaminan uang say, ngga usah muna deh, kita semua butuh uang, tinggal bagaimana kitamenyikapi uang kita. Percaya deh, hidupmu akan bahagia”
“Aku ngga yakin Vy”
“Jangan pesimis dulu, jalanin aja dulu, putuskan setelahnya”
"Gimana ngga pesimis duluan Vy, aku masih trauma dengan yang namanya pernikahan, tapi ini harus kulakukan demi keluargaku, aku ngga mau di sisa umur Ayah, dia harus menderita. Tapi aku juga takut jika harus gagal lagi Vy" Kali ini aku tak bisa menahan airmata yang mendesak keluar.
Ivy meraihku dalam pelukannya. "Aku ngerti Ra, ini ngga akan mudah, tapi pengorbananmu tak akan sia sia Ra, aku akan memastikannya Ra"
Kami berdua berpelukan sambil menangis, membagi kesedihan yang tak mampu lagi di ungkapkan dengan kata kata.
.
.
.
Aku menhembuskan nafas panjang berkali kali, entahlah kata kata Ivy memang terdengar gila, tapi juga bisa di terima oleh otakku yang buntu.
Masih pantaskah aku untuk sekedar mendapat perhatian dari seorang lelaki. Aku bercermin menatap pantulan diriku disana. Benar,aku sudah berubah. Lemak di beberapa tempat nampak di cermin itu. Aahh.....kemana saja aku selama ini. Sejak Twin lahir aku nyaris tidak pernah berlama lama dicermin. Bahkan tidak sempat. Kuraba wajahku yang sedikit berjerawat. Tampak kusam dan aku terlihat tua dari umurku.
Kuraba perutku yang setahun lalu masih buncit. Bukan karena hamil tapi timbunan lemak yang menggunung. Mungkin efek kontrasepsi yang aku gunakan. Sejak Twin berusia 1 tahun hingga aku berhenti setahun yang lalu..Seingatku juga tiap menimbang badan,pendulumnya bergerak ke kanan terus kecuali bulan puasa.
Kubuka lemariku. Isinya kaos dan baju baju murahan yang kubeli ditoko depan pasar saat aku belanja. Pernah sih beli di mall,jika ibu mertuaku sedang baik hati, mereka membawa serta seluruh anggota keluarga untuk sekedar jalan atau shoping . Tak lupa Riana adik iparku juga diajak turut serta. Riana sudah menikah dan punya dua anak perempuan. Ayah selalu memanjakan cucu cucunya. Bukankah kami keluarga yang harmonis?.
Tak jarang Melisa ikut bergabung bersama kami. Aku tak berani berdampingan dengan Melisa yang cantik paripurna. Baiknya sahabatku itu. Dia menemani anak anak ketika aku makan. Ibuku selalu memuji sikap Melisa yang pengertian padaku. Melisa menolak jika ibu ingin membelikan sesuatu. Melisa senang bisa menikmati kebersamaan keluaga besar kami.
Melisa itu cantik luar dalam. Dia masih berusia 25 tahun. Masih muda,cantik,sukses dan disukai semua orang. Iri?Pernahlah....Tapi aku sadar aku ibu rumah tangga yang punya tanggung jawab pada keluargaku. Sedangkan Melisa masih lajang,wajar baginya jika dia punya banyak waktu untuk dirinya sendiri.
Bahkan jika Mas Rian dan Melisa sedang menggantikan aku menjaga anak anak,banyak yang bilang mereka serasi. Heemmm....sakit sih,tapi itu benar Mas Rian memang sangat tampan. Badannya yang lumayan ideal. Melisa dan Mas Rian yang duduk bersebelahan memang serasi. Aku mengakui. Merosot ke level paling rendah,kepercayaan diriku.
Tapi itu tak membuatku berubah,aku pasrah karena aku memang emak emak. Ya aku memang seperti ini. Jika badanku melar ya karena 2 kali mengandung dan melahirkan. Nanti jika anak anakku sudah besar aku pasti bisa memperhatikan penampilanku lagi. Benar, Sekarang Excel sudah kelas 4 dan kembar sudah kelas 2. Aku memperhatikan wajah dan tubuhku, tapi aku juga sudah menjadi mantan istri mas Rian. Posisiku sudah diganti wanita lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Lha TEambank
sampai bab ini....alur novel hampir mirip dengan khdupan saya.
2023-03-21
1
Maryani Sundawa
duhhhh semoga cerita ini hanya di novel aja, tdk ada seorang wanita pun yg mengalaminya...
2023-02-01
0
🍃❄️ WAHYUNINGTIYAS❄️🍃
pemikiran bodoh namanya milih dimadu😏 klo kakek"nya kaya setia gimana hayooo
2023-01-26
2