Kesenangan mereka terhenti saat ponsel Kira berbunyi. Keningnya berkerut saat mendapati nomor baru menelponnya.
“Halo, selamat malam”
“Selamat malam, dengan Nona Akira?”
“Ya saya sendiri. Siapa ini?"
“Tuan Dirga ingin bertemu dengan Anda sekarang. Apa anda punya waktu?”
“Tuan Dirga?”
“Ya Nona, jika anda setuju, saya akan mengirim supir untuk menjemput anda"
“Saya akan kesana sendiri, kirimkan alamatnya”
“Baik, akan saya kirimkan melalui pesan”
Si penelpon mematikan sambungan sepihak. Kebingungan melanda Kira, entah apa keperluan Tuan Dirga untuk bertemu dengannya, namun dia juga punya harapan besar. Semoga ini berkaitan dengan kebebasan Nina, harapnya.
“Siapa Mbak?” Tanya Dinda yang melihat Kira seperti kebingungan.
“Bosmu mau bertemu denganku” Jawab Kira yang masih tampak linglung.
“Ya Tuhan, semoga berkaitan dengan pembebasan Nina” Dinda mengatupkan tangannya di dada. Dia berharap Nina segera bebas.
Kira melihat pesan yang baru saja masuk. “Ke kantor mu Din” Kira memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
“Ngapain Mbak? Aku mau pulang bukan mau ngantor lagi" Protes Dinda.
“Tuan Dirga menungguku di sana” Kira mencubit pipi Dinda saking gemasnya.
“Oh, kirain mau balikin aku ke kantor" Dinda nyengir, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
.
.
.
“Kalian pulang saja dulu, aku akan pesan taksi nanti” Ucap Kira kepada kedua rekannya saat tiba di halaman kantor Dinda.
“Kita tungguin di sini Ra” Ucap Ivy.
“Pulanglah, kalian sudah lelah, aku baik baik saja kok”
“Tapi Ra...”
“Tidak ada tapi tapi, pulang atau aku ngga akan bantuin kamu jaga kafe” Potong Kira.
“Bener? Ngga bohong kan?” Ivy terlonjak gembira tetapi dia juga tidak mau percaya begitu saja.
“Iya, masa bohong sih?” Kira segera turun dari mobil Ivy.
“Oke, kita balik dulu, kamu hati hati Ra” Ivy dan Dinda melambaikan tangannya. Kira menunggu hingga mobil Ivy lenyap dari pandangannya.
Sebenarnya Ivy tahu jika sahabatnya itu sedang kesulitan keuangan. Namun Ivy yakin, Kira tidak akan mau jika di beri uang begitu saja. Oleh karenanya, Ivy mencari alasan yang tepat agar bisa membantu sahabatnya.
Kira memasuki gedung setelah mobil Ivy menghilang dari pandangannya. Asisten Toni sudah menunggunya di lobi kantor.
“Silakan Nona, Tuan Dirga sudah menunggu Anda”
Kira mengangguk mengikuti langkah Asisten Toni. Kira sangat gugup namun dia berusaha untuk tetap tenang. Dia tidak bisa menebak apa yang akan di katakan Tuan Dirga nantinya. Kira hendak bertanya kepada Asisten Toni, tapi di urungkan melihat ekspresi Asisten Toni yang sangat kaku dan terlihat tidak ramah.
Seharian di permainkan oleh keadaan, membuat Kira kelelahan. Beruntung, Ayah hanya mengalami gegar otak ringan tetapi Ayah harus dirawat beberapa hari kedepan. Di tambah bertemu dengan mantan suami dan sahabatnya semakin membuatnya terpuruk.
Namun Kira tidak menceritakan kejadian itu baik kepada Ibu maupun Ivy. Dia tidak ingin keadaan semakin buruk, fokus utamanya adalah Nina. Biar saja kedua mantan itu menikmati hidupnya. Meskipun Kira sakit hati, tapi itu juga karena kebodohannya.
Mereka tiba di lantai paling atas dari gedung yang sudah sepi itu. Semua karyawan tentunya sudah pulang semua mengingat ini sudah pukul 9 malam. Asisten Toni mempersilahkan Kira masuk kedalam ruangan dimana Tuan Dirga berada.
“Selamat malam Nona Akira" Pria yang beberapa hari lalu di temui Kira sedang duduk di kursi kebesarannya.
“Selamat malam Tuan" Kira semakin takut melihat ekspresi Dirga yang sangat dingin dan mendominasi.
“Silakan duduk, tidak nyaman jika kita berbicara sambil berdiri” Tuan Dirga bangkit setelah menutup laptop dihadapannya menuju sofa yang tak jauh dari posisi Kira berdiri. Kira mengikuti isyarat tangan Tuan Dirga dan duduk berseberangan dengan beliau.
“Nona, apa anda tidak penasaran, kenapa malam begini saya meminta Anda kemari?” Ucap Dirga setelah Kira duduk berseberangan dengannya.
“Tentu saya sangat ingin tahu, mengingat sikap Anda beberapa hari lalu kepada saya, saya sangat terkejut Tuan" Kira menatap orang nomor satu di kantor ini.
“Jadi Nona Akira, Anda ingin Nona Karenina di keluarkan dari tahanan, benar?” Tuan Dirga menautkan jari jemarinya,
“Benar Tuan”
“Jadi keuntungan apa yang saya dapatkan dengan membebaskan adik Anda?” Mata Tuan Dirga menatap tajam ke arah Kira. Tampak sekali Dirga sangat tahu bagaimana bersikap agar lawan bicaranya menjadi segan.
“Apa yang Anda inginkan? Ganti rugi?” Kira membalas tatapan Dirga. Bibirnya bergetar menahan kegugupannya.
“Apa Anda mampu mengganti kerugian perusahaan saya Nona?” Dirga mengangkat kedua alisnya, sudut bibirnya mengembangkan senyum sinis.
“Tetapi Tuan, bukankah Anda tahu, siapa yang bersalah disini, Andilah pemilik tas itu Tuan, kenapa Andi masih di biarkan berkeliaran?” Kemarahannya sudah tidak bisa di bendung lagi, namun dia masih berusaha bersikap sopan.
“Tetap saja, Adik Anda ikut andil dalam kasus ini, Nona, jika tidak ada bukti yang bisa menyangkal semua tuduhan ini, adik Anda tetap di anggap sebagai kaki tangan. Walaupun Andi mengakui semuanya tapi apa mereka percaya Nona?"
Kira tertegun beberapa saat, dia tak percaya bahwa akan serumit ini. Kira berpikir, jika pengakuan Andi sudah cukup untuk membebaskan Nina. Ternyata semua tak sesederhana itu.
"Bahkan jika Anda yang membuat Andi berbicara seperti beberapa saat lalu, itu tak akan membantu sama sekali" Lanjut Dirga.
Kira terperanjat, kedua matanya membulat sempurna. Kira tidak menyangka, pria di hadapannya ini mengetahui segalanya.
“Saya tahu semuanya Nona, apa perlu saya sebutkan satu satu nama anak Anda? Orang tua Anda? Mantan suami Anda? Atau siapa yang bersama Anda beberapa saat lalu?” Ucap Dirga seolah tahu apa yang mengusik hati Kira saat ini.
“Jadi apa mau Anda Tuan?” Kira tak mau lagi mendengar basa basi dan tekanan yang di arahkan padanya. Kira tahu betul, Dirga menginginkan penebusan yang sepadan.
“Saya mau sebuah pernikahan" Dirga menegakkan badannya. " Bukan hal yang sulit selama Anda mengikuti peraturannya"
Mata Kira membeliak, menatap nanar pria di hadapannya ini. Membicarakan pernikahan seolah dia sedang membicarakan kondisi cuaca hari ini.
“Saya tidak mau Tuan, lebih baik bunuh saja saya” Seru Kira. Amarah Kira benar benar mendidih mendengar kata pernikahan, seolah itu adalah sesuatu yang menusuk pendengarannya.
“Wow, apa penawaran saya tidak cukup bagus? Atau anda tidak ingin membalas mantan suami dan sahabat anda? Saya tahu kesulitan Anda. Saya akan membantu anda Nona" Dirga berpura pura terkejut, itu terlihat sekali dari ekspresi wajahnya yang tidak berubah. Dia seperti sudah menduga ini akan terjadi.
“Tidak Tuan, saya tidak ingin membalas dendam pada siapapun, saya hanya ingin hidup tenang” Seru Kira yang masih di penuhi amarah.
“Anda tidak tahu rupanya, Tuan Arian dulu menjabat sebagai pimpinan di sini, namun karena dia membawa wanita yang bukan istrinya kemari dan yah, mereka berlaku tidak sopan saya memindahkan beliau ke luar kota”
Sumpah demi apapun, Kira sangat jengkel dengan lelaki tua di hadapannya. Mengungkit masa lalu seseorang, menggali rasa sakit yang mati matian dia sembuhkan selama ini. Tidak tahukah dia arti penolakan? Kira menggigit bibirnya yang bergetar menahan sakit dan kemarahan yang tiba tiba bercampur menjadi satu.
“Saya tidak peduli Tuan” Jawab Kira acuh.
“Baiklah kalau begitu, adik anda akan mendekam di penjara setidaknya 5 tahun kedepan. Dan saya pastikan kalau dia tidak akan memiliki masa depan”
Kira menghela nafas sesaat, mengatur kembali semuanya seperti saat dia datang, meski sulit, setidaknya dia bisa mengusai dirinya lagi.
“Saya rasa Anda hanya menggertak saya saja Tuan, setelah Andi mengakui perbuatanya, saya rasa Nina akan segera bebas” Kira beranjak dari tempat duduknya.
"Silakan Anda mencoba" Dirga tersenyum sinis. Namun Kira tak begitu mempedulikan. Dia segera berjalan menuju pintu dimana Asisten Toni bersiap membukanya.
“Jika anda berubah pikiran anda tau harus kemana Nona”
Kira berhenti sejenak kemudian berlalu begitu saja tanpa menghiraukan ucapan Dirga. Apa semua orang kaya itu sama? Mereka selalu mengancam dan merendahkan. Menikah? Bahkan dalam mimpi sekalipun Kira tak pernah membayangkan. Menikah sekali atas dasar cinta saja, berakhir dengan perceraian. Bagaimana pernikahan seperti yang di inginkan Tuan Dirga akan berakhir nanti?.
“Apa aku seburuk itu hingga harus menikah dengan pria tua, dia lebih pantas menjadi ayahku bukan? Astaga apa aku hanya berhalusinasi?" Pikir Kira.
Taksi yang di pesan Kira sudah sampai di depan kantor yang begitu sepi. Air sisa sisa hujan masih menetes di dedaunan menimbulkan irama yang kontras dengan suasana yang begitu hening.
Kira bergegas menaiki taksi, dia harus segera pulang. Ketiga anaknya pasti sudah menunggunya. Sepanjang jalan, hanya terdengar gema dari perkataan Tuan Dirga. Entah mengapa setiap kalimat yang terlontar dari Tuan Dirga sangat menyakitkan bagi Kira. Setiap katanya seperti mengurai sakit hati yang telah lama dia pendam.
Membalas dendam? Atas kebodohannya sendiri? Ingin rasanya Kira tertawa membayangkan ini. Jika dia tidak bodoh dan naif, Melisa tidak akan mudah mempermainkannya. Oh, bukan, Rian dan Melisa lebih tepatnya.
Kilasan kilasan kebersamaan antara Rian dan Melisa yang seolah bukan sebuah kesengajaan, melintas di benak Kira. Melisa memang pandai mengambil kesempatan, pandai memanfaatkan kelemahan orang lain, pandai mengambil hati orang lain.
Oh, tunggu, Ibu mertua Kira juga mengatakan Melisa adalah saudara jauh beliau. Bukankan ini terlalu kebetulan? Bukankan mereka pernah tinggal di bawah atap yang sama? Itu artinya kehadiran Melisa adalah sebuah rencana.
"Apa yang aku lewatkan setelah kehadiran Jen dan Jeje?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
DPuspita
Kira... kamu kayaknya salah paham dech... Harusnya mendengarkan dulu penjelasan Tn Dirga. Feeling ku bilang sich, dia mau menikahkan mu dengan anaknya, Harris. Bukan dengan dirinya.
2023-05-02
1
Wirda Wati
sabarrr kira...
trusss siapa yg mau nikah...
Dirga,Hariss atau Rio dg kira...
misteri....💪
2023-04-27
0
Maryani Sundawa
sabar Kira, akan ada waktunya kamu membalas sakit hatimu atas pengkhianatan mereka
2023-02-01
0