Ayah, bangun Yah” Teriak Ibu dari kamar mandi.
Mendengar teriakan Ibu, Kira melompat dari tempat tidurnya di susul Excel yang tak kalah terkejut. Mereka berdua berlari menuju kamar mandi yang berada bagian belakang. Kira mendapati Ayahnya tergeletak di lantai dengan kepala yang berada di pangkuan Ibu.
“Ra, kita bawa Ayah ke Rumah Sakit sekarang” Teriak Ibu. Air matanya menghambur memenuhi wajahnya.
“I, Iya Bu, tunggu sebentar Kira minta bantuan tetangga,” Kira tergagap. Dia juga tak kalah paniknya dengan Ibu.
Kira berlari ke rumah salah seorang tetangganya yang mempunyai mobil. Karena hari sudah pagi, tak perlu waktu lama untuk mencari bantuan. Para tetangga yang mendengar keributan dari rumah Kira, berbondong bondong mendatangi rumah Kira. Mereka dengan suka rela membantu
Mendung menyelimuti suasana pagi, angin dingin bertiup menggoyangkan dedaunan. Dingin, sedingin ruang UGD. Kira memeluk Ibu, yang tak henti menangis. Berkali kali, Ibu menyalahkan dirinya sendiri karena lalai menjaga Ayah.
"Bukan hanya ibu yang lalai, aku juga lalai memperhatikan Ayah" Batin Kira
Selama ini Ayah tidak pernah mengeluhkan apapun, kecuali dia merasa mudah lelah. Tentu, diusianya yang sudah lanjut, Ayah masih harus menghidupi kami sekeluarga. Ayah harus menanggung kami hingga hari tuanya.
“Bu, aku keluar dulu” Ucap Kira saat ibu sudah tenang. Ibu mengangguk pelan. Sisa air mata masih terlihat di pipinya.
Kira berjalan gontai keluar dari ruang tunggu UGD. Tubuhnya terasa tak bertenaga. Cobaan bertubi tubi menghampiri keluarganya.
"Kapan semua ini akan berakhir?” Batin Kira.
Kira mengayunkan langkahnya ke arah kursi di Taman sekedar menghirup udara segar. Namun langkahnya terhenti saat mendengar seseorang memanggilnya.
“Kira...” Suara itu memanggilnya lagi. Kira merasa sangat familiar dengan suara itu.
“Mas Rian?” Kira terkejut setengah mati. Bingung, Kira tidak tau harus berbuat apa selain mematung di tempat.
Orang yang sangat tidak ingin dia temui. Apalagi saat luka di hatinya mulai mengering.
“Apa kabar, Ra?” Senyum Rian mengembang sempurna. Jujur saja, senyuman itu sangat melemahkan hati Kira.
“Dia tidak berubah, senyum itu masih sama" Batin Kira.
“Ra...?” Rian melambaikan tangannya di depan mata Kira.
“Eh, iya Mas, aku baik” jawab Kira terbata. Entah mana yang harus di dahulukan, dulu Kira bilang sangat membenci Rian, tapi saat ini tiba tiba ada perasaan rindu.
“Gimana kabar anak anak Ra?” Rian masih sangat mempesona. Kira teringat ucapan Ivy, istri barunya pasti sangat perhatian.
Mengingat dulu, dialah yang selalu memperhatikan penampilan suaminya, dia harus sempurna saat bekerja. Indah masa itu, berganti belati yang menyayat hati.
“Ra, kamu kok bengong terus? Kamu sakit?”
“Iya, aku sakit, sakit sekali” batin Kira.
“Oh, tidak kok, hanya lelah saja” Kira tersenyum. Tidak peduli seberapa dalam luka itu, Kira harus tersenyum di depan sang mantan.
“Kalau lelah harusnya kamu istirahat Ra” Rian memegang tangan Kira. Membuat Kira terkesiap. “ Ra kamu kurus banget sekarang?"
Ucapan Rian memancing kemarahan Kira.
“Cukup" Ucap Kira tegas. " Kenapa?”
Kira menatap nanar laki laki yang mengisi harinya sepuluh tahun ini.
Rian terkejut, Kira menampik kasar tangannya yang hendak menyentuh pipi Kira.
“Kenapa baru sekarang kamu peduli kepadaku Mas? Saat kita sudah tidak punya hubungan apapun? Aku orang lain bagimu sekarang Mas, seharusnya kamu tak perlu bersikap peduli padaku” Kira menatap Rian dengan kemarahan yang meluap luap. Jijik dengan sikap sok peduli yang di tunjukkannya barusan.
"Apa? Dulu dia sama sekali tidak menoleh kepadaku saat palu hakim di ketuk sebagai tanda perpisahan kami? Kenapa dia peduli sekarang? Dan apa itu, badanku kurus? Dulu kau bahkan tidak peduli aku makan atau tidak" Batin Kira.
Tangan Kira mengepal, menahan kemarahan yang sudah terlalu lama terpendam. Sekuat tenaga dia menahan airmata yang menumpuk di sudut matanya.
Kira berlalu meninggalkan Rian yang masih terpaku. Kehadiran Rian menambah sakit di hati Kira. Kira ingin marah, ingin berteriak memaki Rian. Namun di sini bukan tempat yang tepat.
Kira mendaratkan tubuhnya di kursi taman dengan kasar. Air matanya yang sedari tadi ditahan, akhirnya keluar juga. Kira menggigit bibir menahan sakit di hatinya. Seolah semua ingin menghancurkannya sekali waktu.
“Hai Ra?”
Kira mengusap air matanya sebelum menoleh ke asal suara.
“Melisa? Kamu ngapain di sini?” Kira terkejut bertemu Melisa di sini. Rumah sakit bukan tempat yang bagus untuk reunian, bukan?
Melisa mendaratkan pipinya di kedua pipi Kira.
"Aku sedang periksa kehamilan"
Dia menunjuk perutnya yang buncit.
“Kamu sudah menikah?” Tanya Kira setengah tidak percaya. Melisa, si pemilih itu?
“Sudah dong, maaf ya aku ngga ngasih tahu kamu, aku takut kamu belum siap melihat sebuah pernikahan, aku menikah sebulan setelah kamu bercerai. Dan aku pindah ke kota D setelah menikah. Suamiku kepala cabang Grup WD yang ada di kota itu” Kira menangkap kesan lain dari ucapan Melisa. Tapi dia tidak begitu memusingkan. Mereka sudah lama bersahabat. Tidak mungkin kan, Melisa berniat pamer.
“Wah, selamat Ya Mel, semoga kamu bahagia” Ucap Kira tulus.
“Tentu saja aku bahagia, sangat bahagia, apalagi sebentar lagi aku akan melahirkan. Aku udah nunggu dia lama banget” Melisa mengusap usap perutnya.
“Mana suamimu? Ngga nganterin?" Sungguh Kira penasaran. Laki laki seperti apa yang berhasil menaklukkan Melisa. Syarat untuk menjadi suami Melisa haruslah berstandar tinggi.
“Masih nemenin Mamanya di lab” Jawabnya enteng.
“Oh, Mertuamu sakit apa Mel?”
“Biasalah orang tua, ya darah tinggi ya kolesterol. Entahlah, aku juga baru tahu hari ini kalau Mama sakit. Biasanya dia tidak mau memberitahu suamiku”
“Oh....”
Entahlah, Kira tidak tahu lagi harus bertanya apa. Setahun tidak berjumpa harusnya menjadi momen yang menggembirakan. Tetapi Melisa kali ini, bukan seperti Melisa setahun lalu. Dia sangat berbeda. Dari nada bicaranya dia seperti sedang menyombongkan kebahagiaannya.
“Sayang, di sini banyak angin...tidak....” Kira dan Melisa menoleh kesumber suara.
“Apa? Sayang?” Batin Kira. Mata Kira melebar sempurna. Dia tidak mempercayai pendengaran dan penglihatannya.
Pun dengan Rian, tetapi dia segera menormalkan ekspresinya.
“Sudah selesai Mas?” Melisa berdiri menghampiri Suaminya yang tak lain adalah Rian.
“Iya, ayo kita pulang” Rian sedikit canggung menghadapi 2 wanita di hadapannya.
“Ra, aku pulang dulu ya, kapan kapan kita ngobrol lagi” Ucap Melisa. Dia mengerling nakal seperti dulu. Namun kali ini, kerlingan itu seakan mengejek dirinya.
Kira masih tak mau mempercayai penglihatannya. Tetapi air matanya terlebih dahulu meluncur dengan bebas membasahi pipinya. Hati Kira bagai di hantam gada, kakinya melumpuh seketika.
Kira terduduk di rerumputan yang basah, air hujan pun akhirnya turun membasahi bumi setelah menggantung di awan terlalu lama. Kira tak kuasa lagi menahan luka yang semakin mengiris dan menghujam dalam.
Kira baru menyadari, kenapa Melisa selalu tahu di mana Rian berada, sedang apa, atau dengan siapa. Karena wanita lain Rian adalah dia. Dia memfoto dirinya sendiri, di jadikan bukti perselingkuhan Rian. Dan mendorong Kira bercerai dengan Rian.
Wanita itu Melissa, dan dengan bodohnya Kira malah bersahabat baik dengan musuhnya. Membagi suaminya dengan sahabatnya, membiarkannya menggantikan posisi Kira tanpa Kira sadari.
Tiba tiba semua menjadi jelas. Jawaban dari semua tanya di hati Kira, terungkap sudah. Melisalah otak semua keributan antara Kira dan Rian.
Kira menangis meraung meratapi kebodohannya. Kata kata manis Melisa membuatnya kehilangan akal sehatnya. Kira membiarkan celah antara dirinya dan Rian semakin lebar dan Melisa dengan sangat licik memanfaatkannya.
Tangisan Kira semakin lama semakin keras menarik perhatian beberapa orang yang melewati taman. Hujanpun turun semakin deras. Tak di hiraukan lagi semua itu, Kira hanya butuh menangis. Biarkan hujan menghapus air matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
🍾⃝ɪͩɴᷞᴅͧɪᷠʀᷧᴀ
tak ada yang bisa di percaya di dunia ni.sodara.sahabat.suami.pokoknya semua.bisa jadi ular.berdiri aja di kaki sendiri.dan minta sama Allah apapun.mau curhat.mau ngemis.pasti di kabulkan
2023-11-06
2
Wirda Wati
Belajar dari pengalaman....
TDK boleh percaya 100 persen walaupun itu sahabat.percaya 100 persen hanya PD Allah.
semangat kira...
kamu pasti bisa...
kamu hebat,kamu wonder woman😍
2023-04-27
0
Anih Setiyanih
tolol sih
2023-03-10
0