"Bisakah kau melepas jarum sialan ini? Aku benci semua ini. Merepotkan saja" Harris mengibaskan selang infus yang mengait di lenganya. Dia kesusahan bergerak saat ke kamar mandi. Harris menolak bantuan Rio dan juga perawat laki laki yang sengaja Rio datangkan untuk membantunya.
"Makanya jangan berlagak tidak butuh bantuan" Rio menatap Harris penuh ejekan. Dia segera menghampiri Harris yang baru keluar dari kamar mandi.
"Diamlah" Harris menggeser sendiri tiang penyangga botol infus yang hendak di raih Rio. Dia berjalan sambil memegang perutnya yang terasa nyeri.
"Ya sudah kalau tidak mau, aku pulang saja" Rio mengambil kunci mobil dan ponsel yang tergeletak di meja. Dia berpura pura hendak pulang.
"Aku mau pulang juga, di sini tidak nyaman, makanannya tidak enak, di mana mana bau obat" Harris memang benci Rumah sakit(lagi pula siapa juga yang suka lama lama di RS 🤭).
Kenangan akan Mamanya yang nyaris tak meninggalkan Rumah Sakit sejak dinyatakan menderita Kanker Rahim. Alasan itu juga yang membuat Harris enggan menjadi pemimpin di sini dan memilih Rio yang menggantikannya.
“Kau belum pulih Bang, tunggu besok saja. Lihatlah lukamu, kau bahkan semakin jelek dengan memar di wajahmu” Rio berbalik dan bersikap siaga. Kata kata Harris tidak boleh di remehkan, Dia bahkan tidak bergurau saat bilang akan meruntuhkan bangunan yang tidak sesuai dengan keinginannya.
“Aku tak peduli, aku mau pulang, disini aku tidak bisa bergerak bebas” Harris mulai meraba pergelangan tangannya. Namun karena Rio sudah waspada sejak awal, usahanya kali ini bisa di cegah. Rio segera mencekal tangan kanan Harris yang hendak mencabut jarum infus.
“Maksudmu, tidak bisa menghancurkan barang barang disini kan?” Rio meledek Harris tanpa melepaskan peganganya.
Harris memiliki tempramen yang buruk. Jika marah dia akan menghancurkan apa yang ada dihadapannya. Tak peduli apapun itu.
“Kau semakin berani kepadaku ya?” Harris menghentak kasar tangan yang dipegang Rio. Matanya di penuhi dengan kekesalan akibat ledekan Rio.
“Tidak, aku hanya berkata jujur” Jawab Rio sekenanya.
“Aku belum lupa dengan tugasmu. Bagaimana hasilnya?” Harris kembali duduk di ranjang. Dia merasa sedikit kesakitan pada bagian yang di jahit. Sepertinya lukanya berdarah lagi karena terlalu banyak bergerak.
Rio terkesiap beberapa saat, Rio sebenarnya lupa dengan apa yang diperintahkan Harris. Dia bahkan tidak sempat bernafas panjang saking sibuknya. Membawahi beberapa rumahsakit bukan pekerjaan yang mudah bukan? Namun bukan Rio jika dia tidak bisa bebas dari kemarahan sepupunya itu.
“Aku sudah memeriksa cctv, namun belum bisa mengenali wajah penolongmu. Dia sepertinya sengaja menghindari cctv. Sedangkan perawat yang mengurusmu tidak begitu memperhatikan wajahnya. Mereka sibuk mengurusmu dan Reno Bang"
“Dia pasti memiliki lebam di wajahnya, mengingat bagaimana mereka menghajarku. Pasti wanita itu juga terluka parah” Harris mencoba mengingat ingat bayangan buram hari itu. Saat itu Harris dalam kondisi setengah sadar.
Ingatan Rio melayang pada sosok Kira. Kira juga memiliki lebam di wajahnya. Rio belum sempat bertanya kemarin. Bahkan dia lupa mencari wanita itu hari ini.
"Dia juga memar di beberapa bagian wajahnya. Apa dia mengalami kekerasan dari suaminya?" batin Rio.
“Besok aku akan mencari tahu lagi Bang, sekarang aku mau pulang dan tidur. Kau disini sendiri ya Bang” Kali ini Rio benar benar akan pulang, setelah mencari Akira. Rio sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada wajahnya.
“Tidak bisa, kau harus tidur disini menemaniku”
“Kau selalu menindasku bang, aku juga punya kehidupan sendiri. Memangnya kau ini anak kecil?” Rio berdecak sebal. Kesal dengan sikap Harris yang berlebihan.
“Memangnya apa yang mau kau lakukan? Kencan?” Ledek Harris.
“Bisa di bilang begitu. Aku keluar dulu sebentar, nanti aku kembali lagi. Jangan macam macam” Rio mengacungkan telunjuknya sebagai peringatan.
“Aku tau, aku bukan anak kecil lagi” Harris menggerutu karena peringatan Rio.
Rio tertawa lebar karena berhasil membuat Harris kesal. Dengan langkahnya yang panjang Rio segera menuju ke ruang rawat khusus anak.
Sepanjang koridor, kehadiran Rio berhasil menarik perhatian penghuni rumah sakit. Wajah tampan dan badan yang ideal adalah magnet bagi para wanita. Kemeja bergaris abu abu dengan lengan panjang digulung sampai siku, rambut hitamnya yang sudah tidak rapi lagi, membuat penampilan Rio layaknya aktor aktor drama sebuah negara.
Rio berjalan cepat setengah berlari menghindari tatapan memuja dari setiap mata. Tatapan mereka membuat Rio risih dan tidak nyaman. Pandangan mereka seolah ingin menelannya bulat bulat.
“Sus, adakah pasien anak yang Walinya bernama Akira” Tanya Rio pada suster yang berjaga di bangsal anak.
“Sebentar Tuan” Suster itu sedikit terkejut melihat siapa yang datang. Sedikit berlama lama saat mencari data pasien anak yang jumlahnya tidak begitu banyak.
“Ada Tuan, di kamar 10 atas nama ananda Jeany Putri” Suster itu menampilkan senyum terbaiknya. Bahkan kata katanya sedikit tidak jelas tertelan senyum lebarnya.
Rio tersenyum sekilas dan mengangguk sebagai ganti ucapan terimakasih. Meskipun dia tidak terlalu jelas mendengar ucapan suster itu, tapi dia enggan memperjelas kembali. Setidaknya dia mendengar dengan jelas kamar dimana Akira menemani Putrinya.
Suster itupun membalas dengan anggukan penuh hormat. Jarang sekali atasannya itu tersenyum, dia selalu menunjukkan wajah yang serius. Sehingga membuat semua orang bergidik ngeri, apalagi jika sedang marah, tak seorangpun yang berani menatap wajahnya.
Beberapa suster yang berjaga disana juga tak kalah heboh ikut berkasak kusuk di belakang. Mereka berlarian menuju pintu untuk memberi hormat kepada bosnya. Namun itu semua sama sekali tak mempengaruhi Rio.
Dari kejauhan, Rio melihat wanita yang di carinya. Sedang berdiri menyandarkan tubuhnya yang tinggi di tembok, termenung menatap langit langit di depan ruangan nomor 10. Kesedihan tampak sekali menggelayuti wajahnya yang sendu.
Rio berhenti di samping Kira, dan ikut bersandar di dinding. Rio berusaha menata debaran jantungnya yang berpacu 2 kali lebih cepat.
“Sudah malam begini masih diluar, ngga takut masuk angin?” Rio membuyarkan lamunan panjang Kira. Entah sudah berapa lama dia termenung di sini, hingga kakinya terasa pegal.
Kira sedikit berjingkat karena tidak menyadari kedatangan Rio. “Eh, Rio. Sedang apa disini?”
“Ngga ada, hanya jalan jalan saja. Capek duduk terus" Rio mengendikan bahunya. Sejujurnya dia gugup karena berdekatan dengan Kira.
“Oh, gimana saudara kamu? Sudah sembuh?" Tanya Kira basa basi.
“Sudah sih, tinggal menunggu jahitanya kering, besok sudah boleh pulang”
“Baguslah”
“Anakmu sakit apa?”
“Gejala Typus,”
“Sudah berapa hari di sini?”
“2 hari ini, kata dokter jika besok sudah membaik boleh pulang kok”
“Oh, boleh aku melihatnya?”
“Dia sudah tidur”
Percakapan mereka seperti sedang mengikuti kuis yang mengharuskan menjawab dengan tempo cepat.
Meskipun merasa kecewa,Rio pun memahami, bagaimanapun Kira adalah seorang ibu dan sudah bersuami. Seharusnya Rio tidak menemui wanita bersuami di malam yang hampir larut.
"Haruskah aku mengubur perasaanku ini bahkan sebelum aku mengungkapkanya" Batin Rio.
“Boleh aku bertanya sesuatu?”
Kira mengernyitkan dahi, dia sedikit waspada” Apa itu?”
“Kenapa wajahmu bisa memar seperti itu?” Rio menunjuk sudut bibir Kira yang masih biru.
Kira memalingkan muka menghindari interogasi Rio. Kira takut jika ketahuan berbohong.
“Ah, ini bukan apa apa. Hanya sedikit terbentur”
“Suamimu yang melakukannya?” Tebak Rio.
“Ah, bukan, saya sudah” Kira menghentikan ucapanya. Dia merasa terlalu banyak berbicara kepada orang yang baru dikenalnya.
“Sudah apa?” Rio menatap wajah Kira. Wajah yang sejak awal sudah menarik perhatiannya.
“Bukan apa apa, sudah malam sebaiknya kamu kembali. Maaf, aku masuk dulu” Kira segera masuk ke kamar inap Jen. Mengabaikan Rio yang masih terpaku di tempatnya.
“Bukan apa apa, tapi kenapa dia takut sekali?” Batin Rio.
Dengan langkah lesu, Riopun akhirnya meninggalkan tempat itu. Meskipun rasa penasaranya tidak terpuaskan namun dia juga tidak berani mendesak lebih jauh. Tidak elok rasanya baru kenal sudah menyerbu dengan seribu pertanyaan. Lebih baik berhati hati dan tidak terburu buru.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
polisi kan ada....
2023-04-27
1
Wirda Wati
visualnya thort
2023-04-27
0
Dian Hartati
kan bisa tanya polisi untuk tau siapa penolongnya.
2022-04-01
0