Tiba tiba terlintas ide gila yang mungkin terlihat rendah dan hina. Tapi tidak ada cara lain agar Nina bisa segera keluar. Melawan di meja persidangan juga butuh waktu yang lama. Dan belum tentu Nina bisa bebas. Kira tidak mau orang tuanya terbebani dengan kasus Nina.
Setelah menunggu hampir satu jam lamanya, yang di tunggu tunggu akhirnya keluar. Kira sedikit ragu ketika melihat wajah bos Nina. Terlihat tidak ramah dan menyeramkan, walaupun tak dipungikiri, dibalut setelan hitam, beliau sangat elegan dan berwibawa.
Kira berjalan perlahan mendekati Tuan Dirga dan berhenti beberapa langkah dari mobil yang di tumpangi Tuan Dirga. “Selamat siang Tuan”
Dirga yang hendak masuk ke mobil terpaksa mengurungkan niatnya. Dia memandang Kira dari kaki hingga kepala. Lagi lagi dengan ekspresi yang tidak terbaca. Kira sampai berkeringat dingin saking gugup dan takut di pandang penuh selidik.
“Maaf Nona, Anda tidak”
“Apa kita saling mengenal?” Dirga menyela ucapan asistenya.
“Tidak Tuan” jawab Kira cepat. “Maksud saya, Anda tidak mengenal saya, tapi saya tahu siapa Anda”
Kira meremas kedua tanganya yang semakin terasa dingin dan basah. Kakinya gemetar seolah tak kuasa menahan berat tubuhnya. Namun dia berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh. Paling tidak sampai waktunya tepat untuk terjatuh.
“Lalu?” Wah, Bos memang beda. Ucapanya sangat sedikit dan tanpa basa basi. Bahkan tidak perlu repot repot untuk sekedar mengajak ngobrol di tempat yang teduh. Matahari mungkin ikut kepo menyaksikan interaksi 2 manusia beda kasta ini. Rasanya matahari tepat diatas kepala Kira.
“Adik saya Karenina, tidak bersalah Tuan, tolong bebaskan dia” dari ribuan kata yang ada di kepala Kira, hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya. Terdengar lemah dan seperti mengada ada. Tanpa bukti, kata kata itu terdengar mirip rengekan.
Dan begitulah sepertinya Tuan Dirga berfikir, dia menoleh ke asistenya yang baru saja mengambil payung untuk melindungi bosnya dari teriknya matahari. Mereka berdua beradu pandang sejenak, lalu kemudian tertawa lirih.
“Wah, anda seharusnya lebih pintar dari yang terlihat Nona, jika ingin adik anda bebas, tunggu sampai penyelidikan selesai, kita berjumpa lagi di persidangan Nona”
Kata kata yang sangat tajam namun diucapkan dalam baris nada yang sama, datar. Tanpa penekanan namun berhasil membuat Kira gentar. Artinya tidak ada jalan damai dalam urusan ini. Tidak ada barter walau dengan nyawa sekalipun.
“Tuan, kami tahu di persidangan nanti, bahkan jika kami memiliki bukti, kami tidak akan menang melawan anda. Saya mohon Tuan, periksa kembali kasus ini, saya yakin Nina hanya dijebak. Mungkin, akan ada kebenaran lain yang terungkap Tuan”
“Anda tidak perlu repot repot berdiri disini jika hanya akan mengatakan hal itu Nona, tapi terimakasih sudah diingatkan” Tuan Dirga segera masuk ke mobil tanpa menghiraukan Kira lagi. Dari ekspresinya jelas dia tidak ada waktu meladeni rengekan Kira.
Kira membeku sesaat mencerna ucapan Tuan Dirga. Namun detik berikutnya dia segera berlari menuju motornya terparkir. Lalu mengikuti mobil Tuan Dirga, mungkin saja Tuan Dirga akan pulang ke kediamanya. Jika Kira tahu dimana Tuan Dirga tinggal, Kira berencana mengunjunginya setiap hari.
Kira menyadari ini jalan menuju rumah sakit tempat Jen dirawat. Dan mobil Tuan Dirga belok ke area rumah sakit. Entah ini keberuntungan atau kesialan, Kira tidak tahu. Kira menghela nafasnya yang terasa berat. Mungkin saat ini hanya sampai disini.
Kira bergegas menuju kamar Jen, kasihan anak itu sudah di tinggal terlalu lama. Hingga tiba di dekat tangga, dia berpapasan dengan Rio.
“Halo Nona, kita berjumpa lagi di sini” Rio memblokir tangga dengan badanya yang tinggi.
“Hai, Rio” Kira tersenyum kikuk. Tidak menyangka akan bertemu Rio lagi disini. “Menjenguk saudara?”
Rio terkekeh mendengar pertanyaan Kira. “Bisa di bilang begitu, namun bisa juga tidak”
Kira mengernyit, dia tidak paham dengan ucapan Rio.”Lalu?”
“Ya, memang sepupuku di rawat disini. Kamu sendiri?”
“Itu, anak saya juga dirawat disini, saya permisi dulu ya, anak saya sendirian dari tadi”
“Oke, silahkan” Rio menyingkir dari hadapan Kira membiarkan wanita itu lewat.
Kira tersenyum sekilas, kemudian berlalu meninggalkan Rio yang masih menatapnya.
Rio ingin mengikuti Kira, namun karena Pamannya baru saja tiba Rio mengurungkan niatnya. Dengan langkah tergesa, Rio menuju ruang kerjanya.
"Maaf, Paman harus menunggu lama" Rio baru saja memasuki ruang kerjanya. Pamannya sudah duduk di sofa menanti kehadirannya.
"Paman baru tiba Nak, apa kabarmu?" Dirga berdiri menyambut keponakannya yang sudah hampir seminggu ini tidak berjumpa.
"Aku baik Paman, kenapa Paman tidak menanyakan kabar Abang saja. Dia sedang tidak baik sekarang" Rio menghempaskan badannya di sofa berseberangan dengan Pamannya.
"Paman akan mengunjunginya nanti. Bagaimana rumah sakit?" Lagi lagi Pamannya mengalihkan pembicaraan.
"Rumah Sakit aman terkendali seperti yang Paman tahu. Bukannya setiap hari aku mengirim semua laporan yang Paman minta?"
"Yah, kau benar. Di sini semua berjalan sebagaimana mestinya" Ucapnya. Dirga mengedarkan pandanganya ke seluruh ruangan yang tak banyak berubah sejak terakhir di serahkan kepada keponakannya itu. Sepertinya dia kehabisan bahan untuk sekedar basa basi.
"Aku antar ke ruangan Abang, Paman. Sebaiknya Paman menjenguknya, bagaimanapun dia putramu" Rio sudah tahu bahwa Pamannya segera pulang begitu anaknya terluka. Namun karena perselisihan diantara keduanya, membuat hubungan mereka menjadi canggung beberapa tahun ini.
"Lain waktu saja, sepertinya suasana hatinya sedang buruk hari ini. Yang penting dia baik baik saja" Dirga berjalan menuju pintu bersama Toni, asistennya.
"Tentu dia baik baik saja, Paman tahu segalanya seperti biasa, Hati hati di jalan Paman, Kapan kapan aku akan mengunjungimu" Dirga berhenti sejenak lalu tersenyum saat mendengar ucapan Rio. Dia melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan.
Xxxxx
Ada apa lagi ini? Batin Rio. Dia menghela nafas, benar benar sangat menjengkelkan urusan wanita ini. Melihat raut wajah Harris, bisa dipastikan wanita itu belum menghubunginya. Lagipula orang kabur tak mungkin kan memberitahu orang rumah mengenai keberadaanya.
Tanpa berkata, Rio mendekati Harris yang sedang menatap ponselnya dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak. Campuran rasa marah dan kecewa. Dia menyodorkan ponselnya kepada Rio.
“Apa ini Bang?” Tanya Rio saat melihat foto Viona yang tengah berada di sebuah villa.
“Dia di sanà bersama laki laki itu” Jawab Harris datar. Matanya menatap kesembarang arah dengan pandangan kosong.
“ Jadi dia di villamu bersama laki laki lain? Wah hebat sekali dia, berani sekali dia bermain main denganmu Bang? Apa dia sudah bosan dengan semua uangmu?”
“ Apa maksudmu?” Mata Harris berkilat penuh kemarahan. Tapi tidak membuat Rio lari ketakutan, inilah yang Rio mau.
“ Dia bosan bermain main denganmu Bang, dengan uangmu. Dia memilih laki laki yang bisa bersamanya sepanjang waktu. Kau memberinya uang dan kemewahan dunia tapi tidak memberinya kasih sayang yang di butuhkan seorang wanita”
“Apa kau tahu Bang? Kau adalah jalan tol bagi Viona, yang mampu mendukungnya meniti karirnya tanpa hambatan. Dengan uang dan koneksi darimu, dia bisa mendapatkan apapun. Kehormatan, karir yang gemilang dan kemewahan. Apa kamu pikir semua yang didapatnya karena aktingnya bagus? Atau karena kemampuan bernyanyinya yang luar biasa? Bukan Bang, tapi karena uang dan tubuhnya”
“Apa kau sadar dengan yang baru saja kau ucapkan?” Sekali lagi aura membunuh tersirat di wajah Harris.
“Sangat sadar, aku sudah tau ini sejak lama. Hanya saja aku tak mau kau terluka Bang, jika dia sumber kebahagiaanmu aku akan menutup mata, tapi jika dia membuatmu terluka, aku akan membongkar keburukanya padamu Bang.”
“Foto foto itu diambil kemarin, dan aku tau semuanya Bang. Dia memang berhubungan dengan laki laki itu. Kau bisa mengecek pemilik apartemen yang bersebelahan dengan Viona. Kau pasti terkejut”
Harris merebut ponselnya, lalu dia menelpon Johan. Dengan tak sabar dia menunggu telpon dijawab. Berkali kali nomor Johan tidak bisa di hubungi. Harris semakin marah dibuatnya. Hingga akhirnya Johan menjawab panggilan dari bosnya itu.
“Periksa apartemen Viona, dan cari tau siapa yang tinggal di sebelah Viona.” Seru Harris tanpa basa basi.
“Baik Tuan” Tentu saja tanpa banyak penjelasan Johan tau apa yang diinginkan Bosnya.
Harris menghempaskan tubuhnya di brankar. Membuat brankar itu berderit keras. Dia memejamkan matanya untuk meredam emosinya yang meluap luap.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
cinta memang buta
2023-04-27
1
Maryani Sundawa
Harris bucinnya g umum... cinta buta
2023-02-01
0
💮Aroe🌸
masih penasaran😎
2022-02-07
0