Langit berubah menjadi jingga. Ada yang bilang, warna itu meneduhkan hati, menentramkan jiwa yang gundah. Namun bagi Kira, apapun warna langit, dunianya akan tetap sama.
Dunianya begitu abu abu, ditambah rasa sakit setelah dicampakkan, membuatnya tak bisa melihat indahnya pelangi.
Kira menghela nafas, seolah beban di hatinya ikut menguap bersama udara yang di hembuskannya. Kira memutar otak untuk membayar biaya rumah sakit Jen. Satu satunya yang dia punya hanya motor.
Mengingat saat keluar dari rumah Rian, dia tidak membawa apa apa. Bahkan uang yang di janjikan Rian untuk biaya sekolah anak anaknya juga tak kunjung dia dapatkan.
Panggilan dari apoteker, membuyarkan lamunan Kira. Dengan cepat Kira menuju loket pembayaran, beberapa lembar uang kini bertukar dengan sekantung obat.
Yang penting Jen sembuh dulu, uang bisa dicari lagi nanti, pikir Kira. Sekarang tabungan Kira masih cukup, namun untuk hidup mereka ke depan, Kira harus mencari pekerjaan. Entah apa pekerjaannya, yang penting halal.
Kira berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang dipenuhi para pengunjung. Saat ini, memang jam besuk hingga pukul 7 malam.
Hingga diujung koridor menuju lantai 2 dimana Jen dirawat, samar samar terdengar suara orang sedang bertengkar. Semakin dekat semakin keras suara itu terdengar. Nampak seorang laki laki dalam keadaan marah.
Kira berhenti sejenak, karena jika dia melintas maka dia tidak akan bisa menahan diri untuk tidak menoleh ke ruangan itu. Bukan maksud Kira menguping, namun suara mereka yang begitu keras, membuat keributan itu terdengar jelas dari luar.
“Dari awal kita sudah sepakat Martin, kita bisa bertemu nanti....aku baru saja pulang dan Harris sedang koma, setidaknya aku harus menunjukan perhatian padanya, jangan mempersulit aku Martin.” Ucap wanita itu.
“Tapi aku tidak ingin jauh dari kamu Vi, aku ingin kau jadi miliku seutuhnya,aku tidak sudi berbagi dengan pria itu....” ucap pria bernama Martin itu.
“Nanti aku ke apartemen,setelah melihat keadaan Harris....meskipun aku tidak mencintainya aku harus bersikap seperti biasa Tin,aku tidak mau Harris mencurigaiku” ucap Wanita itu sambil berbalik menuju pintu.
“Bukankah dia seorang artis?” batin Kira.
Kira mengenali wanita itu sebagai artis yang cukup terkenal. Kehidupan mewahnya selalu menjadi sorotan. Tudingan miring jika dia seorang wanita simpanan bukan hal baru di infotaintment gosip.
Di sana masih terjadi perdebatan, dan tarik menarik diantara keduanya. Hingga sentakan keras di pintu memaksa Kira untuk segera pergi, jika tidak mau urusannya menjadi panjang.
Kira berjalan mundur untuk bersembunyi di bangsal sebelahnya. Namun karena tergesa gesa Kira hampir saja terjatuh. Tetapi seseorang menangkap tubuh Kira dan membawanya masuk ke bangsal kosong disebelahnya. Dia memberi isyarat diam menggunakan tangannya.
Kira masih terpaku pada leher laki laki itu, batas yang mampu dijangkau oleh tubuhnya. Bibirnya terkatup rapat, bukan karena isyarat dari lelaki itu, tapi karena terkejut. Tangan Kira bertumpu di dada pria itu. Dengan posisi seperti ini sangat membuat Kira tidak nyaman.
“Maaf....” ucapnya sambil melepas dekapannya. Saat dirasa ke dua orang itu telah berlalu dari tempat itu.
“Terimakasih atas bantuannya,jika tidak saya pasti sudah ketauan....” Kira berusaha mengatasi kecanggungan diantara mereka ” Saya permisi, Tuan....”
“Sama sama...jangan panggil Tuan, saya Mario, panggil saja Rio,...” Pria yang memakai kemeja biru dongker itu tersenyum mengulurkan tangannya. Seolah mencegah wanita di depannya pergi begitu saja.
“Saya Akira...”jawab Kira seraya menyambut uluran tangannya.
“Nama yang cantik,secantik orangnya...” Ucapnya sambil tersenyum penuh arti. Tanpa melepas jabatan tangan mereka.
“.........” Kira tidak menjawabnya, dia segera menarik tangannya di genggaman Rio. Sejujurnya Kira merasa risih dipanggil cantik. Di usianya sekarang kata kata seperti itu terdengar seperti sebuah bualan.
“Kok diem....aku salah bicara ya?”tanyanya lagi.
“Oh bukan begitu...”Jawab Kira seraya mengibaskan kedua tangannya. ”Aku hanya sedang tidak fokus saja....maaf saya permisi....Ri...Rio....” ucap Kira terbata. Kira menunduk sebentar sebagai tanda undur diri.
Kira segera bergegas kembali ke ruangan Jen. Terlihat Jen sedang duduk, punggungnya bertumpu pada bantal. Kedua kakaknya tampak menghibur Jen, membuat Jen lupa akan sakitnya.
“Jen makan dulu ya, setelah itu minum obat” Ucap Kira.
“Iya Ma,” jawab Jen.
“Biar sama Kakak saja Ma, Mama istirahat saja” ucap Excel.
“Memangnya Kakak bisa nyuapi Jen?” tanya Kira.
“Bisa dong Ma,” jawab Excel.
“Oke, ini makannya, ini obat dan minumnya” Kira menyodorkan nampan berisi makanan dan juga obat untuk Jen.
Excel menerimanya lalu segera menyuapi Jen. Terdengar bujuk rayu dari Jeje saat Jen berhenti makan.
Kira bergabung dengan Ibu, Ayah dan Nina yang sedang duduk di kursi.
“Ra, kamu jangan pikirin biaya rumah sakit. Kami akan bantu semampu kami. Sebaiknya motor itu jangan sampai di jual” Ucap Ayah. Seolah tahu jika Kira akan menjual motor untuk biaya rumah sakit.
“Tapi Yah, biaya rumah sakit pasti sangat besar. Kira tidak mau merepotkan Ayah dan Ibu juga Nina” jawab Kira.
“Mbak Kira jangan bilang begitu, kita keluarga Mbak, sekarang waktunya aku membalas Mbak, dulu kan Mbak udah bantu biaya kuliahku” Ucap Nina sambil memeluk bahu kakaknya.
“Tapi itu tidak seberapa Nin, hanya bantuan kecil,” jawab Kira.
“Begini saja, jual motor juga perlu waktu kan, sebaiknya tawarkan saja dulu, jangan terburu buru, cari penawaran yang paling tinggi. Nah sambil menunggu pakai uang yang ada saja dulu. Nanti begitu terjual kamu bisa menggantinya” Usul Ibu.
Wanita yang melahirkan Kira ini sungguh paham, anak sulungnya tidak mau menjadi beban bagi keluarganya. Ibu merasa ini adalah solusi yang terbaik. Walaupun jika tidak di ganti, tidak akan menjadi masalah untuk mereka.
“Usul diterima” jawab Ayah sumringah. “Lagipula nanti kamu kemana2 pake apa Ra, kalau motor dijual? Masa iya pake motor butut Ayah, tadi saja kita pakai taksi kesini, takut mogok dijalan” kelakar Ayah.
“ Kan ojol dan taksi banyak Yah, bisa diatur lah, lagipula Kira tidak akan narik ojek lagi setelah ini, Kira mau cari kerjaan lain Yah” jawab Kira.
“Bukannya ibu juga sudah bilang dari dulu jangan ngojek, kamaunya aja yang bandel Ra” Ucap Ibu.
Kira terkekeh mendengar ucapan Ibu. Kira memeluk ibunya,” Makasih ya bu, udah mengerti Kira. Maaf karena sering merepotkan kalian semua”
“Sudah sudah, malu dilihat anak anak, Kami sama sekali tidak merasa direpotkan. Kami senang kalian berkumpul bersama kami” Ibu mengusap rambut Kira.
Sebagai seorang Ibu, Nenek dan juga sesama wanita, tentu saja tidak terima dengan perlakuan yang didapat putrinya selama menjadi istri Rian. Janji yang Rian ucapkan saat meminang dan menikahi anaknya sama sekali tidak ditepati.
Namun kini, perasaan itu sudah berangsur hilang, berganti kebahagiaan melalui tawa canda cucunya.
"Mbak, apa mbak pernah bertemu dengan Bu Idah?" Tanya Nina tiba tiba.
"Iya, beberapa waktu lalu. Memangnya kenapa Na?" Tanya Kira. Memang dulu Bu Idah mencarikan pekerjaan untuk Kira. Tapi setelah sekian lama, Kira tidak mendapat kabar baik dari beliau.
"Katanya ada pekerjaan untuk Mbak Kira, jangan bilang, Mbak mau jadi ART di rumah majikan Bu Idah?" Nina mencebikkan bibirnya. Nina sudah bisa menebak, karena tidak hanya sekali dua kali Kira mengungkapkan niatnya itu pada Nina. Kira selalu merasa dia tidak punya keahlian apapun selain mengurus rumah tangga.
Padahal jika Kira mau, dia bisa kembali di butik tempatnya bekerja dulu. Kira memang salah satu orang kepercayaan Bosnya dulu. Apapun pilihan Kira untuk pelanggan butiknya, selalu memuaskan dan menuai kepuasan dari para pelanggan.
Tapi setelah 10 tahun, Nina merasa kakaknya seperti telah kehilangan banyak hal. Kakaknya selalu minder dan merasa rendah diri. Merasa buruk karena perubahan bentuk tubuhnya.
Bagi Nina, Kakaknya hanya sedikit berisi. Namun entah apa yang menyebabkan kakaknya merasa buruk. Mungkin Rian pernah berbicara buruk pada kakaknya itu. Nina berusaha mencari tahu, namun Kira enggan menceritakan kisah hidupnya selama tinggal di keluarga Atmaja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
keluarga adalah segalanya.
Disaat kita terpuruk...klu kita jujur
pasti keluarga Nerima..
2023-04-27
1
Musryanto Andhika
bah sudah 4x kali aku baca, tapi tetap saja aku suka......thanks ya thor, semangatthor 🙂🙂🙂👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2022-03-01
0
💮Aroe🌸
nina bisa mengerti perasaan kakaknya🤧 kita aja bisa...
2022-02-07
0