Kira segera bangkit dan berpamitan pada Mbak Yuni dan Mbak Siti. Tanpa pamit pada nek Mina Kira segera melaju kerumah sakit tempat Jen dirawat. Sebenarnya tidak jauh rumah sakit itu namun karena macet jadi memakan waktu lebih lama. Kira mengambil jalan pintas untuk segera sampai.
Sesampainya di rumah sakit, Kira segera berlari ke UGD. Dan benar saja Kira melihat Jen yang terbaring lemah. Infus terpasang di tangan kiri Jen. Bu guru masih setia menemani Jen.
“Assalamualaikum Bu Guru," Sapa Kira.
“Wa alaikum salam, Mamanya Jenny?," Ibu Guru Jen menoleh kearah Kira.
“Benar Bu, Saya Kira, Mamanya Jen. Jen kenapa ya, Bu?," Tanya Kira yang tak mampu membendung kecemasan di hatinya. Kira menatap wajah pucat Jen. Kira memegang dahi Jen yang terasa panas.
“Tadi Jen pingsan Bu, badannya panas banget, apa di rumah tidak menunjukan gejala sakit, Bu?."
“Setau saya tidak Bu, memang Jen sedikit lesu, saya kira karena nafsu makannya sedang turun saja, Bu."
“Mungkin tidak di rasa, Bu, maklum anak seusia Jen masih aktif-aktifnya bermain, sehingga ketika sakit, mereka tidak merasakan," Bu Guru Jen tersenyum,memaklumi dan berusaha mengerti ketidaktahuan Kira.
Kira mengangguk tanda mengerti. Dokter yang memeriksa Jen tiba, bersama seorang perawat.
“Selamat siang," Sapa dokter itu ramah.
“Siang Dok, bagaimana keadaan anak saya, Dok?," Tanya Kira penuh kecemasan. Jari jemarinya saling bertaut, dan menggenggam.
“Saya akan mengambil sampel darah putri anda dulu Bu, saya menduga anak Ibu terkena typus," Terang dokter.
“Sebaiknya anak anda di rawat beberapa hari di sini, Bu,” sambung Dokter lagi.
“Baik Dok," Kira mengangguk.
Dokter segera mengambil darah dari lengan Jen. Kemudian segera keluar ruang UGD. Seorang perawat memindahkan Jen ke ruang rawat inap. Kira menyelesaikan urusan administrasi sesuai petunjuk dari perawat di UGD.
Ibu Guru Jen segera berpamitan saat Jen di pindahkan ke ruang perawatan. Kira tak henti mengucapkan terimakasih kepada Bu Guru yang telah mengantarkan Jen ke rumah sakit.
Kira menelpon Ibunya memberitahu jika Jen di rawat dirumah sakit. Kira meminta ibunya untuk menjemput Exel dan Jeje. Mendengar cucunya dirawat tentu saja Ibunya khawatir, namun Kira meyakinkan jika dia mampu mengurus Jen.
Ruangan tempat Jen di rawat adalah bangsal khusus anak. Berada di lantai 2 rumah sakit ini. Selama perjalanan menuju ruangan Jen, Kira melihat beberapa lelaki yang berpakaian hitam dari kejauhan. Seketika Kira menundukkan pandangannya, takut jika mereka mengetahui keberadaan Kira.
Setelah memeriksa keadaan Jen, Kira ke kamar mandi. Dia mengoleskan salep pada luka-luka memar di wajahnya. Kira mengamati wajahnya yang semakin mengerikan, namun dia tertawa, menertawakan bentuk wajahnya yang seram.
Mengingat kembali kejadian pagi ini. Baru beberapa saat lalu dia berlarian menjauh dari sini, sekarang malah harus kembali kesini lagi. Dan akan berada di sini beberapa hari lagi. Semoga saja tidak bertemu dengan para pengawal lagi, batin Kira.
Kira melamun namun matanya tak pernah lepas dari Jen. Meneliti wajah mungil yang menggemaskan, yang tak jarang membuat siapapun tersenyum.
“Apa Mas Rian sama sekali tidak ingat pada anak-anaknya? Bahkan tak seorangpun yang datang untuk menjenguk anak cucu mereka. Sesenang itukah ketika kami meninggalkan rumah mereka?," Batin Kira.
Saat bertemu Riana, adiknya Rian, Riana seolah tak mengenali Kira. Riana memilih pergi menjauh daripada menyapa mantan kakak iparnya. Pun dengan Raka, suami Riana.
“Ma, Jen haus” Suara parau Jen membuyarkan lamunan Kira.
“Ya, Sayang," Kira tersenyum, lega, Jen sudah bangun. Kira segera beranjak mengambil air mineral beserta sedotannya.
Kira membantu Jen untuk minum dari sedotan. Badan Jen sudah tidak panas lagi tetapi dia masih sangat lemas. Kira mengusap usap kepala Jen dengan lembut.
“Mana yang sakit, Sayang?," Tanya Kira dengan lembut.
Jen hanya menggeleng. Bibir mungil Jen mengatup rapat. Matanya terlihat sayu. Jen memejamkan matanya lagi.
“Apa Jen masih mengantuk?," tanya Kira.
Jen menggeleng.
“Mama suapin bubur ya, dari tadi jen hanya tidur, dan belum makan," Kira mengusap rambut Jen.
Jen memandang Mamanya yang penuh kecemasan. Seolah tak tega melihat wajah Mamanya yang penuh dengan memar, Jen menganggukan kepalanya.
Kira menyuapi Jen dengan sabar. Tentu tidak mudah makan saat sakit. Semua makanan akan terasa pahit dan hambar saat sakit. Kira menyadari hal itu. Jen terlihat sekali memaksakan mulutnya menelan makanan.
Setelah beberapa suapan akhirnya Jen menyerah. Tak apa yang penting perut Jen tidak kosong lagi. Kira membantu Jen meminum obat, sesuai instruski dokter.
Jen merebahkan badannya kembali setelah minum obat. Kira menciumi putri semata wayangnya itu. Melihat Jen tergolek lemah, hati Kira terasa sakit. Kira mengusap usap punggung Jen agar dia nyaman, hingga tak butuh waktu lama, Jen sudah terlelap lagi.
Hingga sore menjelang Jen masih tidur dengan Kira. Ibu dan Ayah Kira sudah tiba di rumah sakit. Bersama Exel dan jeje.
×××××
Kira terbangun begitu mendengar ucapan salam dari Jeje. Punggungnya terasa sakit, karena tidur dengan posisi duduk, tangannya masih memengang tangan Jen. Kira segera bangkit menyalami orang tuanya. Namun mereka semua terkejut melihat wajah Kira.
“Kamu kenapa Ra?” tanya Ayah dan ibu nyaris bersamaan.
“Ah, ini... tadi nolongin orang Yah, Bu” jawab Kira sambil menyentuh wajahnya.
“Nolongin gimana? Kok sampai lebam begitu?” tanya Ibu lagi. Ibu menyentuh beberapa bagian wajah Kira yang terlihat membiru.
“Aduh...sakit Bu, Nanti saja ceitanya, Kira lapar Bu....” Kira memalingkan wajahnya ke arah susunan kotak makanan tang di bawa Ibunya.
Ayah dan Nina hanya menggelengkan kepalanya. Karena tahu jika Kira hanya mengalihkan pembicaraan saja.
Kira memeluk kedua anak laki lakinya menciuminya dengan gemas. Biasanya mereka hanya menerima satu kali ciuman dari Kira, mereka berdua merasa sudah besar untuk menerima ciuman sebanyak itu. Namun kali ini mereka pasrah, tak ingin mendebat sang Mama. Mereka berdua iba melihat kondisi Mamanya.
Mereka pindah ke kursi yang telah tersedia di ruangan ini. Kini isi dari kotak makan itu telah berpindah ke dalam perut Kira.
"Ra, sekarang kamu sudah tidak bisa mengelak lagi, ceritakan semuanya sekarang...." Perintah Ibu sambil mengemasi bekas makan Kira.
"Tidak bisa nanti saja, Kira masih "
"TIDAK" jawab Ibu, Ayah, dan Nina serempak memotong ucapan Kira. Mereka bertiga sudah hafal dengan kelakuan Kira yang tidak suka berbagi masalah hidupnya. Hingga perceraian dengan Rian membuat mereka sadar, Kira terlalu pintar menyembunyikan kesulitan dalam hidupnya.
Kira mendengus melihat kekompakan mereka. Akhirnya Kira menceritakan dengan detail kejadian tadi pagi. Bahkan Ayah Kira tak mampu menyembunyikan keterkejutannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
semangat kira....
2023-04-27
1
Deli Waryenti
Thor, pov-nya ganti ya, di awal pov Kira kok sekarang pov author tanpa pemberitahuan...
2022-04-06
0
💮Aroe🌸
aku juga dulu kna typus😪
2022-02-07
0