"Neng dari mana saja? Kok baru diambil jam segini?" Tanya mang Ujang si pedagang sembako. Mang Ujang bahkan tak berkedip melihatku, saking kagetnya. Ya, tadi pagi aku baik-baik saja dan sekarang babak belur. Pasti mereka berpikir yang tidak-tidak.
“Maaf Mang, tadi ada urusan" Jawabku. Aku tak tahu harus menjawab apa, aku tidak siap untuk berbohong, pun bila aku harus jujur.
“Eneng jatuh dari motor?” Tanya nya lagi.
“Iya Mang, tapi ngga papa kok, udah dulu ya Mang, takut di marahi Nek Mina nanti" Ucapku cepat, menghindari pertanyaan Mang Ujang.
“Iya Neng, hati-hati," ucapnya mengingatkan.
“Baik Mang. Assalamualaikum."
“Wa alaikum salam."
Aku segera mengangkat belanjaan yang tidak sedikit itu. Berat, tapi lebih berat beban hidupku tentunya. Aku tidak boleh mengeluh, jalani saja semuanya dengan ikhlas.
*****
Setibanya di warung Nek Mina, semua orang terkejut melihatku babak belur. Mereka bahkan menghentikan pekerjaanya.
“Ya Allah, Kira. Kamu kenapa?” Tanya mbak Siti pegawainya Nek Mina.
“Jatuh Mbak. Ngga papa kok”Jawabku.
“Ngga papa gimana? Ini sakit banget, biar ku kompres dulu ya Ra" Ucap Mbak Yuni.
“Ngga papa mbak udah ada obat sama salep kok, oh iya, Nenek mana mbak?," Aku melihat sekeliling mencari keberadaan Nek Mina.
“Di dalem Ra, baru aja masuk tadi nenek cemasin kamu loh tadi," Jawab Mbak Yuni sambil melayani pembeli.
“Aku masuk dulu ya, Mbak, mau nemuin nenek,"Aku baru saja berdiri, Nek Mina sudah dibelakangku.
“Darimana saja kamu, ha? Jam berapa sekarang? Kamu sudah melewatkan sarapan mu," Nek Mina menjewer kupingku pelan. Aku meringis, meski tidak sakit.
“Maaf Nek, tadi Kira jatuh" Jawabku dengan wajah sedih ku buat buat.”Sekarang Kira makan dulu, Nek, biar kuat mendengar omelan Nenek" Aku nyengir mengatakan itu.
“Dasar bocah nakal, cepat makan," Teriak Nek Mina. Nek Mina memang begitu, dia marah padaku. Bukan karena telat mengantarkan belanjaan tapi karena melewatkan sarapanku disana.
“Baik Nek" Aku segera ke dapur untuk mengambil makanan. Aku tiba-tiba merasa lapar mencium aroma masakan Mbak Yuni dan Mbak Siti.
Tanpa disuruh lagi aku segera makan. Hhhmmmm, nikmat sekali. Aku makan dengan lahap, saking laparnya, sejak pagi perutku belum terisi apa-apa bahkan air putih sekalipun. Baru beberapa suapan ponselku berbunyi. Tenyata dari wali kelas si kembar. Apa ada yang belum ku bayar ya?. Segera ku jawab panggilan itu.
Kira : “Assalamualaikum Bu”
Bu guru : “Waalaikumsalam, ini Mamanya Jenny,benar?”
Kira : “Iya Bu, benar, ada apa ya, Bu?”
Bu Guru : “Begini Ibu, saat ini Jenny sedang sakit, saya mohon ibu segera ke Rumah Sakit Harapan”
Kira : “Jen sakit apa Bu?”
Bu Guru : “Sebaiknya anda kemari sesegera mungkin bu”
Kira : “Baik Bu, saya segera kesana.”
Bu Guru : “Baik ibu saya tunggu, Assalamualaikum”
Kira : “Waalaikumsalam,"
.
.
.
.
Di tempat lain,
"Tuan, Tuan Muda dalam masalah, sekarang Tuan Muda sedang di rawat karena kondisinya kritis. Tuan Muda kehilangan banyak darah," Seorang pria berusia 50 tahunan, berkepala plontos, sedang memberi laporan kepada atasannya.
"Siapa pelakunya?," Laki-laki yang sedang duduk di ranjang rumah sakit itu, terlihat cemas, namun beliau tetap berusaha tenang.
"Kami masih menyelidiki, menurut Tuan Hendra, pelakunya hanya preman jalanan biasa, tapi mereka terkenal sadis. Dan, beruntung, ada seseorang yang menolongnya, Tuan."
"Siapa yang menolongnya?," Pria itu menoleh, wajah tua yang terlihat pucat. Namun, tak mengurangi kewibawaannya.
"Seorang wanita yang kebetulan melintas, sepertinya, Tuan. Namun, pengawal Tuan Muda tidak menemukan siapa-siapa di rumah sakit. Tetapi, Tuan Hendra berhasil mendapat nama dan nomor kendaraan wanita penolong itu."
"Selidiki wanita itu, cari informasi selengkap-lengkapnya," Perintahnya. Beliau adalah orang yang memiliki beberapa perusahaan besar. Dan sekarang sedang di luar negeri untuk perjalanan bisnis. Namun, karena kelelahan, beliau harus mendapat perawatan sebelum melanjutkan lawatan bisnisnya kembali.
Seharusnya, dia sudah pensiun, dan menimang cucu, tapi putra satu-satunya, belum mau menikah. Alasannya macam-macam, bahkan mereka bertengkar karena Papanya berusaha menjodohkannya dengan putri rekan bisnisnya.
"Kita pulang malam ini, aku ingin melihat keadaannya, secepatnya," Titahnya lagi.
Pria yang masih sibuk dengan gawai di tangannya itu, menundukkan kepalanya, sebagai tanda undur diri sekaligus mengerti apa yang di titahkan bosnya.
Sementara itu,
Di ruang ICU, dimana dua orang pria tadi masih dalam keadaan tidak sadar. Mereka memejamkan mata seolah tertidur, jika tidak melihat luka lebam dan alat-alat medis penopang kehidupan mereka.
Pria dengan segala kesempurnaan dan kekuasaan yang melekat padanya. Kini, dia hanya berbaring lemah bergantung pada alat media di tubuhnya.
Di sebelahnya, berdiri seorang pria yang lebih muda. Memandangi Kakak sepupunya, yang entah mengapa tiba-tiba, gegabah dengan rencananya sendiri.
Begitu, mendapat kabar bahwa Saudaranya mendapat celaka, dia membatalkan beberapa pertemuan, yang tak pelak mendapat protes dari rekan-rekannya tersebut. Namun, tanggung jawab yang di berikan Paman kepadanya, membuatnya mengabaikan segala bentuk demo dan keberatan dari mereka.
Pria berwajah datar itu, tengah menyimpan gundah dalam hatinya. Meski sampai sekarang Pamannya belum menghubunginya, tetapi bukan berarti beliau tidak mengetahui. Pamannya tahu segalanya, mungkin juga siapa dalang di balik penyerangan putranya.
Dia mendesah, bingung, Kakak sepupunya ini sudah dewasa, tetapi dia pemarah dan kasar. Terlebih, sejak Mamanya meninggal, dia semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali. Mungkin, dia sangat sedih, saat orang yang paling mengerti dia, tak akan kembali padanya.
"Maaf, Bang. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik, seperti permintaan Paman. Cepatlah bangun, Bang," Rintihnya. Menyesal, menyesal dia membiarkan Kakaknya mengubah rencana awal. Air mata tiba-tiba saja meluncur tanpa bisa di cegah. Dia takut, jika Kakaknya menolak bangun atau tidak akan bangun. Terlebih, Dokter mengatakan bahwa dia sudah melewati masa kritis, dan seharusnya dia sudah bangun sekarang. Pria yang nyaris tanpa emosi dan tenang sepanjang waktu itu, tergugu dalam isak tangis, di lengan Kakaknya yang tertidur dalam damai.
Dalam alam bawah sadar pria yang tertidur itu, dia seolah sedang berada di tempat yang gelap, tanpa ujung. Dia lelah, lelah berlari mencari jalan keluar. Napasnya sudah tersengal-sengal, keringatnya besar-besar, sebesar butiran jagung. Dia berteriak, namun, yang kembali adalah gaung dari suaranya sendiri. Dia membungkuk, memegang lututnya yang mulai lemas, ambruk. Mungkin dia berakhir di sini, seorang diri, seperti hidupnya yang selalu sepi. Mungkin ini, saatnya mengucapkan selamat tinggal. Perlahan matanya, mulai berat dan pandangannya kabur, nyaris terpejam.
Tetapi, lamat-lamat dia mendengar, suara seseorang yang di kasihinya, dan jeritan seorang wanita, entah itu siapa.
"Rio," Bibirnya bergerak pelan tanpa suara.
Seolah mendapat kekuatan baru, yang entah datangnya dari mana. Dia memaksa matanya terbuka, dan berusaha bangkit. Sekali lagi, dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruang gelap itu. Hingga, netranya menemukan setitik cahaya. Seakan menemukan harapan, dia berlari kesana, semakin dekat, semakin terang. Dia mengerjap dan mengerjap hingga cahaya itu seakan menelannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Wirda Wati
lanjuut...
2023-04-27
1
Ika Purwaningsih
next😁
2022-03-11
0
💮Aroe🌸
aaaakhirnyaaa
2022-02-07
0