......................
"Gila, aku muntah berapa kali hari ini."
Naya memegang perutnya, dadanya sesak, perutnya masih mual sejak beberapa hari yang lalu.
Dia menuju ke arah dapur, untuk mengambil minuman dingin di kulkas.
Detik ketika air itu tertenggak, Naya bisa melihat isi rumahnya sudah kosong melompong. Semua pelayan dan penjaga kebun sudah dipecat.
Naya tidak begitu memperhatikan rumahnya tadi, karna perutnya yang sakit dan terus mual. Tapi saat dia sadar, hilang sudah.
Naya menarik napasnya, ini tidak mudah untuk dirinya, tidak juga untuk sang ayah. Besok mereka akan mulai pindah ke rumah yang ada di desa terpencil, peninggalan neneknya Naya.
Naya diam sebentar, terlalu banyak yang dia pikirkan, hingga dia tidak tau mana masalah yang harus dia selesaikan dulu, belum lagi rasanya tubuhnya begitu lemas, nafsu makannya kurang.
"Sarapan Nak?" Tanya sang papa saat melihat Naya hanya meminum air mineral saja.
"Engga Pa, lagi ga laper."
"Maaf ya sayang, pagi ini kita cuma bisa sarapan roti sama selai aja, ga ada jus juga, buah di rumah habis. Maafin papa juga, karna papa kita gak punya pelayan, kamu harus sampe ambil air sendiri ke bawah." Pak Hanusi--nama papa Kanaya, seorang mantan konglomerat yang sukses, tapi sekarang sudah bangkrut. Dia duduk di depan Naya, dengan mata yang menahan kantuk dan kesedihan. Dia merasa sangat sedih dan bersalah, pada putri tunggalnya yang harus meninggalkan kehidupan mewahnya, karna bisnisnya bangkrut.
"Apa yang papa bilang? Tolong jangan minta maaf Pa. Naya punya papa itu udah cukup, asal papa ada sama Naya, Naya gak apa-apa, yang penting cuma papa okee? Kita punya rumah kan? Nanti Naya bakal kerja bantuin papa buat penuhin kebutuhan kita, jangan sedih ya Pa. Salahin aja Naya, Naya boros, coba aja kalau Naya punya tabungan, Naya bisa bantu papa."
Tak hanya Pak Hanusi, Naya pun merasa sedih, dia merasa bersalah karna selama ini, dia merasa kegagalan sang papa adalah ulahnya. Dia harus akui selama ini dia adalah gadis yang boros, dan tidak kenal apa itu menabung. Naya mulai menyesali tindakannya menghamburkan uang.
"Uang Naya yang papa kasih, kalau aja Naya tabung, pasti udah bisa buat kita beli rumah di perumahan kota Pa, ga perlu ke desa." Naya menunduk sedih.
Dan yang membuat dia merasa lebih sedih dan terpuruk adalah, uang itu dia gunakan untuk menarik perhatian Xavier. Uang itu dia sia-siakan hanya untuk sekedar lirikan Xavier. Entah untuk perhiasan, tas mahal, mobil yang mewah, semuanya demi menyita perhatian Xavier yang bahkan tidak pernah dia dapatkan.
Naya bodoh! Mati aja kamu!
"Uang yang papa kasih untuk Naya, memang papa kasih buat Naya habiskan. Jadi jangan sedih apalagi menyesal yaa, semuanya salah papa."
"Bukan, salah Naya Pa."
"Salah Papa, Nak."
"Salah Naya Pa."
"Salah papa."
"Iya salah papa deh."
Naya menyerah, papanya memang orang yang seperti itu. Pak Hanusi sangat menyayangi Naya, dia juga sangat mencintai mendiang istrinya, itulah kenapa Pak Hanusi tidak menikah lagi setelah lima belas tahun yang lalu istrinya meninggal. Pak Hanusi begitu menyayangi Naya, dia memanjakannya, menjadikan Naya tuan putri yang tidak kehilangan apapun.
"Nah, ayo sarapan Nak. Kamu sakit ya? Kok pucat?"
"Engga Pa, cuma kurang tidur aja. Oh iya Pa, Xavier ga bantuin perusahaan papa waktu dia tau papa bangkrut. Dulu mendiang Om Hadi kan sahabatnya papa, dia masa ga mau bantu?" Naya baru sadar, bahwa pria dingin yang dia cintai itu juga seorang Presdir yang hebat. Perusahaannya jauh lebih besar dibanding perusahaan Pak Hanusi.
Alasan Naya bisa mengenal Xavier juga, karna kedua ayah mereka bersahabat sejak kecil.
"Kamu sakit Nak? Mau papa beliin obat?" Pak Hanusi tampak sedikit panik, matanya tak bisa menatap retina Naya, kelakuannya aneh, beliau mulai tidak tenang.
Naya melirik datar tingkah sang papa yang aneh. Sesaat kemudian dia tampaknya sadar apa yang sudah terjadi.
"Apa karna Xavier papa bangkrut?" Naya tau, Xavier adalah klien penting sang papa. Dia adalah investor terbesar dari perusahaan sang papa.
"Makan di luar yuk nak? Mau apa?" Lagi dan lagi, Pak Hanu masih mencoba mengalihkan perhatian Naya, padahal Naya sudah tau ada yang aneh disini.
"Pa ... Naya mohon Pa, jawab pertanyaan Naya. Apa papa bangkrut karna Xavier?"
Pak Hanu diam sebentar, sebelum akhirnya dia menghela napas panjang dan menatap lurus ke arah putrinya.
"Bukan karna Xavier nak, tapi karna kelalaian papa. Jangan salahkan Xavier, dia ga salah. Dia cuma berhenti jadi investor di perusahaan papa, karna kurang investor, perusahaan kita kekurangan dana buat para pekerja. Yaa, akhirnya jadi begini deh. Maafin papa ya sayang." Pak Hanu tersenyum, meski begitu Naya tau, pasti ada banyak luka yang beliau tahan di balik senyumannya yang ramah.
Karna Naya tau dengan benar, bahwa bisnis itu adalah usaha sang papa sejak muda, perusahaan itu dibangun dari jerih payah sang papa. Banyak keringat yang tercurah pada usaha itu.
"Dia tau, dia investor terbesar di perusahaan Papa. Almarhum Pak Hadi yang amanahin buat jadi investor tetap di Perusahaan papa? Kenapa dia seenaknya ngundurin diri gitu?! Apa dia ga tau, perusahaan papa bisa hancur karna itu? Dia tau kan? Kenapa dia lakuin itu? Papa sama Pak Hadi sahabatan dari kecil! Dan ...."
Naya terdiam sebentar, sebelum akhirnya air matanya jatuh tak tertahan, saat ia sadar kenapa dan alasan Xavier melakukan itu. Dada Naya sesak, tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, suaranya tercekat di tenggorokan.
Pak Hanu mendekati putri kecilnya, dia rangkul, dia peluk dengan hangat tubuh kecil anaknya. Dia usap rambut panjang Naya perlahan, memberikan pelukan ketenangan yang bisa keluarga berikan.
"Papa udah tau Nak, Xavier yang bilang. Kamu jangan sedih, ini bukan salah kamu, ini salah papa yang nggak kompeten. Pa--"
"Pa! Naya bersumpah, Naya nggak lakuin itu Pa! Naya gak jebak Xavier! Untuk Naya itu juga kecelakaan Pa! Maafin Naya Pa! Semua salah Naya!" Naya menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan sang papa. Pelukan hangat yang menenangkan, membuat Naya merasa bisa menumpahkan segala beban hatinya yang sudah dia tahan selama ini.
"Papa tau, jelas papa tau, karna Naya itu putrinya papa."
Pak Hanu memeluk erat tubuh putrinya yang menangis hebat, dia tetap menjadi sandaran utama ketika sang putri tercinta terpuruk begitu dalam. Rasanya semesta terlalu kejam padanya, takdir terlalu keras untuk gadis 22 tahun sepertinya.
......................
Naya menatap kosong ke arah tali yang sudah menggantung di udara, membentuk lingkaran yang cukup besar, muat untuk kepala Naya. Tangannya menggenggam sebuah test pact dengan dua garis biru yang samar, yang artinya kemungkinan kehamilan.
Aku lebih bahagia kalau kamu nggak pernah ada di dunia ini!
"Aku jahat, aku rendahan, pria yang kucintai gak mau aku hidup, aku cuma beban buat papa, dan sekarang lebih baik aku mati kan? Daripada anak yang aku lahirin nantinya mengalami penderitaan. cukup sudah, aku gak mau lagi ada orang yang menderita karna aku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Uthie
menyesakkan banget tokoh Naya 😟
2023-10-05
1
ummu audia
seru k
2023-09-12
1
Ayu Septiani
Lanjut update lagi kak, pengin tau kelanjutan ceritanya. semangat 💪💪💪💪
2023-09-12
1