" Jangan coba-coba untuk keluar dari ruangan ini!" Tegas Ansel masih dengan keadaan yang sama sebelumnya.
Bersandar dengan kedua mata terpejam, tampak sekali diwajah pria itu sangat lelah dan ada guratan lipatan pada keningnya. Hampir saja tangan kecil itu menyentuhnya, langsung tersadar akan posisi mereka saat ini.
"Mmm, tuan. Saya..."
Kembali tangan itu terangkat ke atas, membuat Era langsung menghentikan dirinya untuk berbicara. Tidak ingin kejadian sebelumnya terjadi kembali, dimana Ansel membentak dengan keras wanita yang telah pergi.
Cukup lama mereka terdiam satu sam lain, sehingga membuat Era berinisiatif untuk mengambilkan pria itu segelas air tawar yang tersedia disebuah pantry kecil disana.
"Tuan, ini diminum dulu airnya." Meletakkan gelas tersebut dimeja yang berhadapan dengan Ansel.
Mendengar kalimat itu, membuat Ansel membuka kedua matanya dan menegakkan tubuhnya yang terasa sangat lelah. Tidak biasanya sikap Ansel seketika menuruti ucapan dari orang yang baru baginya, namun semuanya berbeda saat bersama wanita berhijab serta cadarnya tersebut.
Menegak hingga habis air yang berada didalam gelas itu, dengan duduk bertumpu pada kedua tangannya di atas kaki. Ansel menatapi gelas yang sudah kosong dengan cukup lama, hal itu membuat Era menjadi takut. Karena pimpinannya itu sangat terkenal kejam dan arogan.
"Terima kasih, panggilan Nayaka kemari." Pinta Ansel dengan tatapan masih pada gelas ditangannya.
Tanpa menjawabnya, Era segera saja melaksanakan perintah dari Ansel. Bergegas menuju ruangan Nayaka berada, memintanya untuk segera ke ruangan pimpinannya. Dengan tanpa sepegetahuan dari orangnya, Ansel bergumam kecil selepas kepergian Era menemui Nayaka.
"Menarik, kau adalah milikku." Senyuman yang tidak pernah terukir, kini bersemi diwajah pria itu.
Tak lama kemudian, Nayaka bersama Era kembali memasuki ruangan Ansel. Masih dalam keadaan yang sama, mereka mendekatinya. Ansel mengetahui kedatangan dari keduanya, kemudian ikut berdiri. Sedangkan Nayaka, ia sudah melihat raut wajah dari pimpinannya itu.
"Apa yang bisa saya kerjakan, tuan?" Ujar Nayaka.
"Selesaikan berkas di atas meja, kosongkan waktuku untuk setelah ini." Ansel berdiri dan menghampiri mejanya untuk memberikan berkas itu kepada Nayaka.
...Aneh, wajah yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Ya, semoga saja kabar baik....
Berkas tersebut kini telah beralih ke tangan pada Nayaka, ia membawa berkas tersebut keluar dari ruangan dan meninggalkan dua insan itu begitu saja. Mendapati dirinya hanya sendirian disana, dan juga merasa tidak ada yang harus ia kerjakan. Membuat kening Era berkerut.
"Tuan, apa tugas saya sudah selesai? Saya izin mau pamit kembali keruangan." Ujar Era dengan ragu, namun harus ia katakan.
"Belum! Ikuti aku sampai selesai." Jawab Ansel dengan datar lalu berjalan keluar dari ruangannya.
Atas hal tersebut, membuat Era sempat bingung. Lalu ia disadarkan oleh sentilan pada keningnya yang dirasakan sangat kuat, sehingga membuat dirinya meringgis akan perlakuan itu.
"Aduh!"
"Ikuti aku, bukan melamun." Ansel yang menyadarkan Era dari lamunannya.
"Ba baik tuan." Sambil mengusap keningnya, Era mengikuti langkah Ansel dari arah belakang.
Ada perasaan aneh yang menerpa hati wanita berhijab itu, namun ia segera menepisnya dan tak lupa beristighfar setelahnya. Mengikuti langkah Ansel yang cukup lebar, membuat Era sedikit kesulitan mengejarnya. Rupanya pria itu berjalan menuju lobby dari perusahaan dimana sebuah mobil hitam telah menunggunya dengan pintu yang terbuka, ketika Ansel telah memasuki mobil tersebut. Seketika saja langkah kaki wanita itu terhentikan, kedua mata yang terlihat menandakan jika ia sedang bingung.
"Masuk!" Ansel mengagetkan Era.
"Ta tapi tuan, memangnya kita mau kemana?" Era menyentuh ujung dari cadarnya yang tertiup oleh angin.
Seakan mengerti akan maksud dari ucapan Era saat itu, membuat Ansel keluar dari mobilnya dan berdiri tepat dibelakang tubuh yang sedang kebingungan itu. Merasakan jika ada sesuatu yang menyentuh pundaknya dan membuat dirinya mau tidak mau terdorong memasuki mobil tersebut, disusul oleh Ansel lalu pintu tertutup.
"Tu tuan, ini." Suara tertahan itu benar-benar menandakan jika orang tersebut dalam keadaan bingung dan takut.
"Sstthh!" Ansel menempelkan jari telunjuknya tepat didepan hidung yang tetutupi oleh selembar kain.
Suara mesin mobil sudah terdengar, kemudian mobil tersebut berjalan dengan Ansel sendiri yang mengemudikannya. Tidak ada percakapan apapun diantara mereka saat itu, dalam kebingungannya. Era hanya membuang pandangannya ke luar kaca jendela disampingnya. Selama dua puluh lima menit mereka melaju di atas jalanan dan kini berhenti disebuah rumah makan yang cukup besar, terlihat jika pengunjungnya adalah orang-orang yang cukup berada.
"Keluarlah." Ansel segera membuka pintu disampingnya.
...Keluar? Bagaimana bisa aku keluar dari sini, cara membuka pintu ini saja aku tidak tahu. Astaghfirullah, aku hanya tahu cara membuka mobil angkutan umum....
Cukup lama Era menatapi pintu mobil disampingnya dari dalam, karena memang ia tidak tahu caranya. Mendapati jika wanita didalam mobil tersebut tidak ada tanda-tandanya untuk keluar, Ansel menarik nafasnya dan menghembuskannya dengan cepat.
Klek!
"Alhamdulillah." Jawab Era dengan cepat dan tegas.
"Kenapa?" Raut wajah Ansel menatapinya.
"Eee tidak apa-apa tuan. Maaf." Era segera keluar dari mobil mewah itu dan berdiri tidak jauh dari sisi Ansel.
...Menarik! Gumam Ansel....
Mereka berjalan memasuki rumah makan yang mewah itu dengan begitu santai, apalagi Ansel yang sudah terlebih dahulu berjalan didepan Era. Berhenti pada salah satu ruangan yang cukup privasi, pintu tersebut dibukakan oleh salah satu pelayan yang berada disana. Ansel mempersilahkan Era untuk masuk terlebih dahulu, yang kemudian disusul dirinya.
"Pesan saja apa yang ingin kamu makan." Ansel mengambil buku menu yang diberikan oleh pelayan tersebut dan menyebutkan apa yang ia inginkan.
Saat melihat menu tersebut, membuat Era bingung akan harga yang tertera disana. Yang pada akhirnya ia memilih menu paling sederhana dengan harga yang masih terjangkau oleh kantongnya, ia takut jika nanti makanan tersebut harus ia bayar sendiri. Namun, jika tuannya akan mentraktir dirinya. Ia tidak ingin dinilai memanfaatkan keadaan, karena menurutnya tidak pantas diantara bawahan dan tuannya.
Sedangkan Ansel, ia hanya tersenyum dibalik wajahnya yang datar. Ia tahu jika wanita itu merasa tidak enak hati jika harus memesan menu makanan yang mewah. Apalagi setelah melihat harganya, pasti ia merasa tidak enak hati. Ketika makanan yang mereka pesan telah tiba, Ansel segera menikmatinya. Era pun dengan sangat hati-hati menyantap makan tersebut.
"'Apa kamu tidak merasa kesusahan untuk menikmati makanan dengan kain itu? Dibuka saja, hanya ada aku disini." Ujar Ansel yang merasa kasihan melihat Era sedikit kesulitan.
"Tidak apa-apa tuan, saya sudah terbiasa seperti ini. Maaf jika anda menjadi tidak nyaman melihat saya."
Ansel yang merasa jengah akan sikap Era tersebut, meletakkan peralatan makanannya dengan begitu saja dan secara cepat ia menurunkan kain yang menutupi wajah Era.
"Jangan!!" Teriak Era yang kaget.
Untuk sesaat, Ansel ikut kaget dengan apa yang ia saksikan saat itu. Wajah yang begitu putih dan sangat cantik terlihat begitu jelas, dimana kecantikannya itu tertutupi oleh selembar kain yang terpasang diwajahnya.
"Lepaskan atau aku akan menghukummu!" Ansel menahan kain tersebut disaat Era mempertahankanya untuk menutupi rasa kekagumannya.
"Lebih baik saya dihukum daripada mengumbar aurat saya pada anda yang bukan mahram saya!" Era menggerakkan kakinya dan menendang bagian inti mili, Ansel.
"Argh! Kau!!" Teriak Ansel dengan rasa sakit pada bagian intinya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments