"Assalamu'alaikum, permisi tuan." Era memasuki ruangan yang kini membuatnya merinding.
Tidak ada jawaban sama sekali, dimana Era mengira jika pimpinannya itu memiliki keyakinan yang berbeda dengannya. Saat berada didalam ruangan tersebut, dirinya disambut oleh seseorang yang berbeda.
"Silahkan nona, tuan Ansel menunggu anda disana." Pria tersebut adalah orang kepercayaan CEO mereka, Nayaka.
"Mm, terima kasih tuan." Dengan langkah ragu, Era berjalan mendekati tempat yang sudah ditunjuk oleh Nayaka sebelumnya.
Seseorang yang duduk dibalik kursi pimpinan itu membelakangi dirinya, awalnya Era begitu ragu untuk menghadap sang pimpinan. Namun jika ia menghindar, maka hukuman seperti apa yang akan ia terima.
"Permisi tuan." Tegur Era kepada pria yang masih membelakanginya.
Saat suara itu terdengar, dengan perlahan kursi itu bergerak berputar. Dia tersebut membuat jantung Era berdetak dengan begitu cepat, ketika kursi itu sudah sempurna saling berhadapan. Membuat dirinya terpaku sejenak, melihat wajah sang pemilik perusahaan.
"Astaghfirullah." Menyadari dengan cepat, segera menundukkan pandangannya.
Melihat reaksi dari wanita yang berhadapannya dengannya saat ini, membuat salah satu alis mata Ansel naik ke atas. Semakin ia memiliki rasa penasaran kepada wanita dihadapannya ini, bukannya terpesona dengan ketampanan yang ia miliki. Akan tetapi, kalimat istighfar yang keluar dari mulutnya.
"Kamu anggap saya ini, hantu!" Nada suara yang cukup tinggi diberikan Ansel.
Mendapati suara yang bernada tinggi seperti itu, membuat Era tersadar dan membulatkan kedua matanya. Ia merasa semakin tidak enak hati, akankah hukuman untuk dirinya semakin bertambah.
"Maafkan saya tuan, saya tidak bermaksud seperti itu." Sanggah dirinya untuk membela diri.
"Kamu kira saya tidak mengerti ucapan itu? Kerjakan tumpukan berkas itu, sebelum semua karyawan pulang. Aku sudah menerimanya."
Bagaikan terkena lemparan batu besar yang mengenai kepalanya, membuat Era tidak percaya akan apa yang baru saja ia terima. Hukuman apa yang ia terima, terasa begitu janggal.
"Tunggu tuan, maaf sebelumnya. Saya dari divisi pengembangan, untuk pengerjaan laporan ini saya tidak menguasainya." Era berusaha menjelaskan posisinya.
"Apa aku menerima alasan? Kerjakan, dan aku tunggu sebelum jam kerja habis. Keluarlah." Ansel mengalihkan fokusnya pada ponsel ditangannya.
Menatapi berkas-berkas yang berada diatas meja kerja sang pimpinan, membuat Era menghembuskan nafas panjangnya. Dibalik cadar yang ia gunakan, bibir dan pipinya itu sudah berubah bentuk. Berdengus kesal akan hukuman yang ia dapatkan, begitu engannya ia mengambil berkas itu. Menolak ataupun menerimanya, akan terasa sama saja.
Dengan melangkah membawa berkas tersebut, membuat Era harus berlapang dada akan hukuman yang ia terima. Menaruhnya dia atas meja mereka miliknya, untuk sejenak ia terdiam sambil terus memandangi tumpukan berkas tersebut.
"Ra, kamu baik-baik saja kan?" Sapa Linda yang melihat temannya itu terdiam.
"Ya, aku baik-baik saja." Membenahi duduknya, Era mulai mengerjakan berkas-berkas tersebut.
Walaupun sebenarnya, ia tidak begitu menguasai pekerjaan dibilang tersebut. Namun, dengan berbekal beberapa ilmu yang pernah ia dapatkan di bangku perkuliahan. Ia pun merasa yakin akan bisa mengerjakannya, yang sebenarnya begitu berat untuk dilakukan.
"Eh, kami tadi jadi kan menghadap pak Ansel? Gimana, tampan kan orangnya?" Linda terus menggoda Era agar menceritakan pertemuannya dengan pemilik perusahaan.
"Tidak ada yang tampan selain ayah dan adikku, puas!" Jawab tegas Era akan godaan Linda.
"Hahaha, Era Era. Kamu ini, jangan marah love. Kan bercanda, berkas-berkas ini. Kamu yang ngerjain?" Linda terpukau akan tumpukan berkas di atas meja temannya itu.
"Hmm, tidak terima gangguan untuk sementara sampai waktu pulang kerja." Era langsung dalam mode silent.
Linda yang memahami karakter temannya itu, ia langsung beranjak menjauh darinya. Membiarkannya fokus untuk menyelesaikan hukuman yang diberikan, namun ia tidak tega melihat tumpukan yang tidak sedikit itu. Hanya bisa menyemangatinya dari bahasa hati.
...Semangat Ra, kamu pasti bisa....
.
.
.
.
Di lain ruangan, Ansel nampak begitu tenang menghadapi beberapa orang yang kini sedang berhadapan dengannya. Mereka adalah kliennya yang datang untuk mengajukan proyek kerjasama, berkas yang pernah diajukan tidak pernah mendapatkan tanggapan dari pemilik perusahaan Goldprez. Pada akhirnya, mereka datang secara langsung menemuinya.
"Bagaimana tuan, Ansel? Apakah anda berminat untuk bekerjasama dengan perusahaan kami?" Ujar pria yang berstatus sebagai pimpinan itu kepada Ansel.
Sedangkan kala itu, Ansel hanya duduk dengan tenang dan bersandar pada sandaran kursi yang ia tempati. Wajahnya begitu dingin, tidak ada pertanda jika dirinya akan menjawab ucapan dari kliennya.
seorang Ansel tidak akan mudah menjalin kerjasama dengan orang lain, karena dirinya begitu peka dan selalu saja mencari tahu terlebih dahulu siapa orang yang akan memasuki perusahaannya.
"Tidak ada yang menarik." Ucap Ansel yang baru saja menyentuh berkas ajuan kerjasama, lalu melemparnya ke atas meja.
"Tidak ada yang menarik dari keuntungan bekerjasama dengan kalian, aku tidak tertarik." Lanjut Ansel dengan menatap kliennya itu sangat tajam.
Mendapati berkas milik mereka dilemparkan begitu saja, bahkan dibuka saja pun tidak apalagi dibaca. Sangat mengecewakan, namun semua orang yang berasal dari kalangan bisnis sudan mengetahui hal tersebut. Hanya perusahaan pilihan dan orang-orang terpercaya yang bisa mengambil hati seorang Ansel.
"Anda benar-benar tidak menghargai orang lain, bagaimana bisa anda menolak ajuan yang kami lakukan tanpa melihat dan membaca rinciannya. Kalian sungguh menghina kami, kami tidak terima perlakuan ini!" Jawaban lantang dari klien tersebut.
Mereka pun terlibat perang dingin saat itu, bahkan klien tersebut sudah murka akan jawaban dari Ansel. Akan tetapi, tidak berlaku untuk dirinya. Dengan tenangnya ia berdiri, salah satu telapak tangannya masih berada didalam saku celananya.
"Silahkan keluar dari ruanganku, Nayaka!" Ansel memberikan tanda jika dirinya sudah tidak ingin berdebat.
"Baik tuan." Nayaka segera mempersilahkan klien mereka unjuk keluar.
"Kami tidak terima perlakuan anda, tuan Ansel! Kami akan membuat perhitungan dengan penghinaan ini, lihat saja nanti." Orang tersebut dengan begitu percaya diri menantang manusia berhati pencabutan nyawa itu.
Brakh!!
Meja yang berukuran besar itu terpental begitu saja menabrak dinding dan hancur terbelah, semuanya yang berada diatasnya berhamburan. Betapa kagetnya klien tersebut mendapati meja besar itu sudah hancur, seberapa besar kekuatan dari satu kaki seorang Ansel.
Hancurnya meja tersebut, membuat tubuh klien itu bergetar. Mereka bergegas keluar dari ruangan tersebut dengan sangat tergesa-gesa, atas kejadian tersebut. Membuat Nayaka menghela nafas panjangnya, setelah kejadian tersebut. Ansel pergi begitu saja meninggalkan ruanganya, dan itu membuat Nayaka harus membereskan kekacauan semuanya.
"Huh, selalu saja berakhir dengan seperti ini. Sebenarnya pekerjaanku ini apa sih, sekretaris atau office Boy ya? Ansel bener-bener dah." Keluh Nayaka yang harus segera membereskan semuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments