Semenjak Dini bekerja sebagai jasa cuci baju, Hanif selalu meminta jatah uang pada Dini, namun karena Dini sudah merencanakan untuk menyimpan separuh uangnya di dalam lemari, Dini menjadi tidak terlalu terbebani dengan todongan tangan Hanif, yang selalu meminta jatah uang darinya.
"Kamu sudah bayaran kan, sini, aku minta uangnya." ucap Hanif menadahkan tangannya.
"Iya ini..mas." sahut Dini memberikan uang kepada Hanif.
"Ahhh segini mana cukup? sini! buat aku semua uangnya." Hanif mendekati Dini dan merebut semua uang yang Dini pegang.
"Tapi mas, kita kan butuh makan mas..?" ucap Dini memohon.
"Ini, segini cukup kan buat makan kita bertiga, mulai sekarang, kamu harus berhemat, jangan boros-boros." sahut Hanif memberikan uang 50.000,- pada Dini. Dini pun menerimanya dan setelah Hanif pergi, Dini mengambil uang yang sudah dia pisah. Dini dengan cepat menghitung uang tersebut, supaya tidak dilihat oleh Hanif. Setelah selesai menghitung uang, Dini kemudian menyimpan uang tersebut secara private.
...******...
Hanif pergi ke tempat nomer togel lagi, untuk menggandakan uang yang dia dapat dari Dini. Dengan rasa percaya diri Hanif memberikan nomer togel yang sudah dia siapkan dari rumah. Dia memasang uang sebesar Rp 2.000.000,- sebagai taruhan. Setelah itu Hanif pulang, baru saja Hanif pulang dari tempat Bandar nomer togel, Hanif tiba-tiba di telfon dan mendapatkan uang 6 juta rupiah, Hanif langsung buru-buru pergi kesana untuk mengambil uangnya, setelah mendapatkan uang tersebut, Hanif membeli kipas angin baru untuk ruang tengah, karena Hanif sering kali kepanasan jika sedang menonton TV. Rahmat yang melihat ada kipas angin baru, lalu mendekatinya dan bertanya pada Hanif.
"Papa, papa beli kipas baru ya? terimakasih Papa.." ucap Rahmat yang berdiri di depan kipas angin untuk mencobanya. Hanif yang kesal karena tidak terkena angin, lalu mendorong tubuh Rahmat sampai Rahmat terjatuh di lantai.
"iiisss minggir sana! ganggu orang lagi santai saja." Hanif mendekati Rahmat, lalu mendorongnya. Rahmat pun menangis dan Dini mendengar. Dini kemudian menghampiri Rahmat yang sedang terjatuh di lantai.
"Mas, kamu apakan Rahmat? kenapa dia sampai terluka seperti ini?" tanya Dini menatap tajam kearah Hanif.
"Salah dia sendiri, main-main di depan kipas baruku, kakinya tergelincir dan dia jatuh." sahut Hanif dengan santai.
"Tidak ma, papa yang sudah mendorongku, hingga aku terjatuh." sahut Rahmat meneteskan air mata.
"Kamu ya mas, sama anak sendiri kasar seperti itu. sudah sayang.. kamu jangan menangis lagi, Mama akan segera mengobati lukamu." sahut Dini kepada Hanif dengan lantang, kemudian memeluk tubuh Rahmat.
"Apa kamu bilang? anakku? dia itu bukan anakku, dia cuma anak pungut." teriak Hanif tidak terima.
"Jaga bicaramu mas! dia juga anak kamu, kamu yang sudah merawat dia dari kecil, tapi sekarang kamu tidak mau mengakuinya." teriak Dini menatap tajam kearah Hanif.
"Anakku itu, yang sudah kamu gugurkan itu, bukan dia! aku tidak sudi punya anak seperti dia! sudah! Aku malas berdebat denganmu, bikin tambah gerah saja." sahut Hanif dengan lantang, kemudian berlalu pergi.
"Ma.... kenapa papa menjadi seperti itu? papa sekarang membenciku ya?" ucap Rahmat menangis dalam pelukan Dini.
"Tidak nak, papa masih sayang kok sama kamu.. mungkin Papa sedang banyak pikiran, jadi bicaranya ngelantur seperti itu." ucap Dini menenangkan Rahmat.
"Ma..."
"iya sayang."
"Kapan Mama hamil lagi?"
"kenapa kamu bertanya seperti itu nak?"
"Supaya Papa sayang lagi kepadaku.."
Dini yang mendengar perkataan itu dari mulut polos Rahmat, menjadi berlinang air mata, Dini tidak sanggup menahannya, karena dia tau bahwa Rahmat menginginkan sosok ayah dalam diri Hanif yang seperti dulu, bukan yang sekarang. Dini kemudian menghapus air mata Rahmat, lalu mengambil obat P3k untuk mengobati luka kecil di kaki Rahmat.
"Bagaimana caraku untuk hamil lagi? sedangkan Hanif sekarang lebih suka keluyuran daripada menjamah tubuhku." batin Dini dengan meneteskan air mata sembari mengambil obat P3k di lemari.
"Coba Mama lihat kaki kamu. Biar Mama obati lukanya." ucap Dini mulai mengobati Rahmat.
...******...
Dipagi hari, Dini dan Rahmat mengirimkan pakaian yang sudah selesai Dini cuci dan rapikan, kepada beberapa tetangga yang sudah menjadi pelanggan tetap. Dini mendapatkan uang, kemudian Dini mengambil pakaian kotor yang sudah disiapkan oleh pelanggan tersebut. Dini pun menerimanya dengan senang hati. Dini pulang dan menyimpan uangnya dulu di tempat yang sangat rahasia, kemudian Dini memulai untuk mencuci pakaian yang dia bawa dari tetangga. Rahmat mencoba untuk membantu Dini, namun Dini hanya membolehkan Rahmat membilas pakaian yang sudah tidak terlalu berbusa, agar Rahmat tetap aman. Dini menatap dengan senyuman manis, melihat kesigapan Rahmat membantunya. Setelah selesai, Dini menjemur pakaian yang sudah dicuci di halaman rumah, Rahmat mengikuti kegiatan Dini. Dini juga selalu mengawasi pergerakan Rahmat.
...******...
Di malam hari, Hanif pulang seperti biasa dengan kondisi mabuk, tapi kali ini, Dini yang membantu Hanif berjalan, mencium parfum wanita. Dini kemudian mengendus bagian wangi parfum tersebut. Di bagian kerah dan perut Hanif tercium bau parfum tersebut. Dini pun menahan rasa sakit hatinya. Dia tau, bahwa Hanif sudah menduakan cintanya, namun setelah Dini membaringkan tubuh Hanif di tempat tidur, Dini lalu keluar dan meneteskan air mata kekecewaannya terhadap Hanif.
"Mas.. kenapa kamu melakukan semua itu? Hatiku sakit mas. Di luar sana, kamu bersenang-senang dengan wanita lain, sedangkan aku dirumah menuggu kasih sayang darimu mas." batin Dini menurunkan tubuhnya di balik pintu kamar Hanif, sambil menangis sesenggukan.
Dini kemudian pergi menuju kamar Rahmat dengan tubuh yang lemas, Dini membaringkan tubuhnya dan membayangkan perbuatan yang sudah Hanif lakukan dengan wanita itu, Dini menjadi tidak bisa tidur nyenyak, karena selalu memikirkan hal itu.
...******...
Dini yang mendengar suara, hendak membuka matanya, dengan penglihatan yang masih ramang-remang dia melihat Hanif sedang membuka lemarinya dan mencari sesuatu. Dini kemudian turun dari tempat tidurnya dan mendekati Hanif.
"Mas, apa yang sedang kamu lakukan?" Dini mendekati Hanif.
"Aku sedang mencari sesuatu yang kamu simpan dan rahasiakan dariku." sahut Hanif yang masih mencari sesuatu di lemari.
"Maksud mas, aku merahasiakan apa?" tanya Dini sedikit takut.
"Kamu jangan pura-pura tidak tau, aku pernah melihat kamu memasukkan sesuatu ke dalam lemari ini, pasti itu benda yang sangat berharga." ucap Hanif mulai berbalik arah menghadap Dini.
"Kenapa Hanif bisa melihatnya ya? Padahal, waktu aku menyimpan uang tersebut, aku sudah memantau kondisi, tidak ada siapa-siapa." Batin Dini.
"Hey! kamu mendengarkanku tidak? dimana kamu simpan benda itu?! aku membutuhkannya." sahut Hanif dengan tegas.
"Aku tidak menyimpan apa-apa mas, beneran." ucap Dini.
"Ya sudah, kalau kamu tidak mau jujur sekarang, lain kali aku pasti akan membuat kamu membuka suara terhadap apa yang sudah kamu rahasiakan dariku." sahut Hanif berlalu pergi.
Setelah Hanif pergi, Dini kemudian melihat uang yang dia simpan. Dini menjadi tenang, karena Hanif tidak mengetahui tempatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments