Leon merasa sangat malu saat Rindu memergoki dirinya yang sedang pura-pura menelepon. Laki-laki itu langsung mengakhiri panggilan telepon bohongan itu dan menyimpan ponsel di saku untuk menyembunyikan rasa malu.
“Eh, Rindu. Lea sendirian ya?” tanya Leon mengalihkan pembicaraan.
Padahal, laki-laki itu merasa sangat malu karena ketahuan sedang pura-pura sibuk. Dia tidak mau semakin malu dengan membahas hal itu dengan Rindu.
Rindu tersenyum dan mengangguk sambil berusaha menahan tawa, tetapi dia tidak mau mempermalukan Leon karena itu bukan hal penting untuknya.
“Ya, begitulah. Saya mau temani Lea dulu. Pak Leon lanjut saja telfonnya!” Rindu meraih gagang pintu dan sedikit membukanya.
Tiba-tiba saja, sebuah tangan berhasil membuat pintu itu tertutup lagi dan akhirnya menarik tangan Rindu agar menjauh dari pintu itu.
Sepasang mata Rindu membulat sempurna saat Leon memegang belakang kepalanya, dan langsung memepetkan tubuh mereka ke tembok. Hal itu membuat pandangan mata keduanya saling bertemu, dan detik berikutnya jantung wanita itu berdebar dengan sangat kencang.
‘Kenapa Pak Leon menatapku seperti ini? Apa yang sedang dia pikirkan?’
Leon membuat Rindu ketakutan. Wanita itu jadi teringat saat Leon menodai dirinya.
Wajah mereka saat itu sedekat ini juga, dan tatapan Leon membuat Rindu kian takut.
“Pak Leon mau mau apa?” tanya Rindu yang saat ini memalingkan wajah dari Leon dan memejamkan mata.
“Kenapa kamu terus memanggilku dengan sebutan "Pak" dan bicara formal, Rindu? Sama artis itu aja kamu bisa panggil "Mas" dan ngobrol santai. Apa sebenarnya kamu punya hubungan dengan laki-laki itu?” tanya Leon dengan nada penuh penekanan.
Mendengar pertanyaan ayah Lea yang menyudutkan dirinya mengenai hal pribadi, Rindu pun membuka mata dan sedikit mendorong tubuh Leon agar menjauh darinya.
“Memangngya kenapa? Saya nggak boleh dekat dengan laki-laki lain? Apa hak Pak Leon melarang-larang saya?” balas Rindu dengan mata menyala, meluapkan emosi yang sejak lama ditahannya.
Hari ini terlalu banyak penekanan yang datang padanya. Mulai dari ibunya Wilona, dan sekarang Leon juga melakukan hal yang sama.
“Boleh, boleh banget!” jawab Leon dengan kesal. Dia mundur beberapa langkah dengan napas yang memburu karena amarahnya. “Aku cuma minta dipanggil nama doang, bicara santai layaknya teman, Rindu. Sama orang lain kamu bisa, masa sama aku kamu nggak bisa. Padahal kita udah ....”
Rindu menatap tajam ke arah Leon. Rasanya ingin sekali dia menaampar laki-laki menyebalkan itu.
“Maksud aku, nggak gitu, Rindu! Aku salah ngomong!” ralat laki-laki itu dengan perasaan takut luar biasa.
Maksud hati ingin mengungkapkan kecemburuannya, tetapi malah salah bicara.
Rindu yang tadinya ingin memaki Leon, akhirnya menghela napas berat dan berpikir dewasa. Ini bukan saatnya bertengkar mengenai masa lalu, ini saatnya mereka sama-sama fokus ke penyembuhan Milea.
“Aku masuk dulu, Leon!”
Rindu langsung masuk ke ruangan Lea, meninggalkan Leon yang tengah merutuki dirinya sendiri.
“Kenapa aku bodoh sekali. Harusnya aku tadi nggak ngomong gitu. Rindu pasti marah banget!” gerutu Leon yang kini merasa resah karena kebodohannya sendiri.
Namun, tiba-tiba dia teringat dengan panggilan baru dari Rindu. Wanita itu sudah tidak menyebutnya pak lagi. Artinya, Rindu sudah mulai mengikis jarak di antara mereka, ‘kan?
Wajah Leon yang tadinya suram, seketika kembali cerah lagi. Dia menyusul Rindu masuk ke ruang perawatan Lea.
“Ibu. Besok Lea udah boleh pulang belum?” tanya Lea yang mulai merasa bosan berada di rumah sakit.
Rindu memegang tangan putri kecilnya itu, sedangkan Leon mengambil tempat duduk di seberang Rindu.
“Nanti ibu tanya lagi sama dokternya ya, Sayang. Kata dokter kemarin, kalau Lea udah nggak lemes, boleh pulang kok. Tapi, nanti kalau waktunya kemo kita ke rumah sakit lagi,” jawab Rindu.
Leon memandangi mantan sekretarisnya yang semakin terlihat cantik saat aura keibuannya keluar. Terkadang, laki-laki itu masih tidak menyangka kalau dulu dia pernah menikmati malam bersamanya, yang sayangnya saat itu dalam keadaan mabuk.
Perasaan Leon pada Rindu kini kembali membara, apa lagi mereka sudah memiliki Milea yang mungkin bisa menyatukan mereka menjadi satu keluarga.
“Asyik! Lea nanti mau lihat patung singa sama Ayah ya, Ibu. Boleh, ‘kan? Ayah udah janji tadi waktu Ibu pergi.”
“Em, boleh. Tapi seperti yang ibu selalu bilang, Lea nggak boleh kecapean. Habis lihat patung, langsung pulang loh, nggak boleh lari-larian.”
“Kan nanti perginya sama Ibu. Ayah sama Ibu pasti jagain Lea.”
Leon melirik Lea dan seketika teringat kalau tadi Rindu meninggalkan putri mereka di rumah sakit sendirian.
“Oh iya, kamu tadi dari mana, Rindu?”
***
Dari ketemu mantan calon mertuamu, Pak 🥹 Eh, belum mantan, masih otewe 😂😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Siti Masitah
dah ama evans aj rindu...
2024-07-30
2
anonim
Leon pepet terus tuh Rindu.
Jangan keduluan Evans
2024-07-21
1
blecky
hahahaha di antr msa dpan dan masa lalu
2024-05-24
1